Dimanakah letaknya ’nilai seorang manusia’? Hartanya? Mungkin.
Jabatannya? Juga mungkin. Untung saja harta dan jabatannya itu bukanlah jawaban
mutlak. Karena tidak semua orang punya harta banyak, atau jabatan tinggi. Jadi,
dimanakah gerangan letaknya nilai seseorang? Ada ungkapan ”pergi tak ganjil,
datang tak genap”. Begitu kita menyebut orang-orang yang tidak memiliki
arti apa-apa bagi orang lain. Ada atau tidaknya dia, sama sekali tidak punya
pengaruh apapun. Coba jika orang itu sanggup memberi makna atas kehadirannya.
Maka orang lain, akan senantiasa merindukannya. Menantikan kedatangannya. Dan
mencarinya, jika dia tidak kunjung datang. Jelas sekali jika nilai seseorang
itu terletak pada apa yang dilakukannya untuk orang lain. Lho, bukankah jika
punya harta yang banyak kita bisa berbuat lebih banyak untuk orang lain?
Benar. Kalau kita kaya; maka kita bisa berbuat lebih banyak untuk orang
lain. Teorinya sih begitu. Tapi banyak juga kan orang kaya yang semakin pelit.
Dan banyak juga orang kaya yang dermawan tapi sangat pamrih. Tidak. Nilai
seseorang tidak ada kaitan langsung dengan kekayaan. Dalam banyak situasi,
orang yang tidak kaya malah jauh lebih dermawan daripada orang berada. Banyak
orang yang hidupnya pas-pasan, tapi lebih peka dan lebih peduli kepada orang
lain. Saya yakin. Anda pun mengenal orang-orang seperti itu. Karena orang-orang
berhati mulia seperti itu berada di sekitar kita. Misalnya, seorang lelaki yang
saya kenal di lingkungan tempat tinggal saya. Izinkan saya menceritakan
kisahnya.
Orang itu sangat dikenal warga. Khususnya jamaah masjid. Setiap kali
shalat di masjid, orang itu selalu ada. Sebagai orang baru di lingkungan itu,
tentu saya sangat mengaguminya. Kepada saya, dia baik sekali. Kepada
orang-orang yang lain pun selalu ramah. Menyapa dengan caranya yang istimewa.
Menyalami dengan genggaman yang bersahabat dan penuh semangat. Saya sering
melihat dia menjadi orang terakhir yang meninggalkan masjid, dan dialah yang
menutup pintu gerbangnya. Semula saya mengira dia itu petugas masjid. Ternyata
bukan. Jika ada acara di masjid, maka dia seperti pemeran utama dalam setiap
pekerjaan yang dihindari oleh kebanyakan orang lainnya. Sampah-sampah yang
berserakan dibersihkannya. Karpet miring dirapikannya. Boleh dibilang; orang
ini adalah ’benteng pertahanan terakhir’ dalam setiap kegiatan.
Entah perasaan saya saja. Atau memang demikian adanya; kebaikan orang ini
kepada saya, melebihi kebaikannya kepada orang lain. Ini membuat saya seperti
punya pertalian batin. Akhir-akhir ini, saya tidak lagi melihat orang itu.
”Mungkin sudah pulang kampung,” begitu saya berpikir. Ada rasa kangen
kepadanya. Meskipun dia punya kekurangan, namun kekurangan itu menjadi salah
satu keistimewaan tersendiri baginya.