Pagi itu, matahari mulai naik, namun burung-burung
gurun enggan mengepakkan sayapnya. Di suatu mimbar, Rasulullah SAW dengan suara
terbata memberikan petuahnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan
dua hal pada kalian, Al Qur’an dan sunnah. Barang siapa mencintai sunnahku,
berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama
masuk surga bersama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata
itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya.
Utsman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu
semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang
limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana
pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah SAW
masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah SAW sedang terbaring lemah
dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas
tidurnya.