Pelacuran adalah salah satu
mata-pencarian yang dibolehkan di negara-negara Barat dengan diberinya izin
dengan syarat si pelakunya harus memberikan jaminan kepada pemilik kedai itu
dan memberikan hak-hak mereka. Begitulah situasi ini pernah berlaku pada zaman
dahulu sampai datanglah Islam untuk menghapus itu semua. Islam tidak
memperkenankan seseorang dengan bebas untuk menyewakan kemaluannya.
Sebahagian orang-orang jahiliah
ada yang menetapkan upah pekerjaan harian hamba-hamba perempuannya dan hasilnya
supaya diserahkan kepada tuannya dengan jalan apapun. Seringkali menjurus
kepada perbuatan zina, supaya dia dapat membayar apa yang telah ditetapkan atas
dirinya itu. Bahkan sebahagian mereka ada yang sampai memaksa, semata-mata
untuk mencari keuntungan duniawi yang rendah itu dan bekerja yang jijik dan
murahan.
Maka setelah Islam datang,
seluruh anak-anak, putera mahupun puteri diangkat dari perbuatan yang hina itu.
Kemudian turunlah ayat yang mengatakan:
“Jangan kamu paksa hamba-hambamu
untuk melacur jika mereka memang ingin dirinya terjaga, lantaran kamu hendak
mencari harta untuk hidup di dunia.” (an-Nur: 33).
Ibnu Abbas meriwayatkan,
sesungguhnya Abdullah bin Ubai kepala munafiqin, datang kepada Nabi sambil
membawa seorang hamba perempuan yang cantik jelita, namanya Mu'adzah, kemudian
ia berkata: Ya Rasulullah! Ini adalah hamba milik anak yatim, apakah tidak
tepat kalau kau suruh dia untuk melacur supaya anak-anak yatim itu dapat
mengambil upahnya? Maka jawab Nabi: "tidak" (Lihat Tafsir Razi 23:
220).