Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 21 November 2012

Mengemis Bukan Tradisi Islam

Sudah sering kita melihat antrian peminta-minta baik yang datang kerumah-rumah, di tengah jalan ataupun yang sudah punya jadwal mingguan tersendiri yaitu pada hari jum’ah, tatkala para jamaah bubar dan selesai melaksanakan shalat jum’ah mereka berbondong-bondong mencegat setiap orang untuk dimintai sedekah dan anehnya hal ini bukan suatu yang tabu lagi bagi kalangan ummat Islam, Mungkin karena selalu mendapat santunan yang sudah dapat menutupi sebagian kebutuhan hidup mereka ditambah mudahnya pekerjaan ini didapatkan sehingga profesi sebagai pengemis ini pun menjamur dimana-mana bahkan menjadi sumber mata pencaharian hidup.
Yang sering menimbulkan salah faham adalah adanya ungkapan: “Jangan memberi sedekah kepada peminta-minta!”, kenapa kita dilarang memberikan sedekah kepada mereka?, padahal agama selalu menganjurkan untuk selalu memberi sedekah, bahkan Allah telah menggambarkan betapa besarnya pahala bagi orang yang suka bersedekah. Sebagaimana firmanNya yang berbunyi.
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 261).

Selasa, 20 November 2012

Rambu-Rambu Wanita Di Ranah Publik

Dalam Islam wanita pada dasarnya mempunyai tempat istimewa dan sejajar kedudukannya dengan pria.

Pada tataran lebih lanjut, berdasar pendapat mayoritas ulama, wanita bekerja di wilayah publik (masyarakat) hukumnya boleh dengan catatan memperhatikan dan menjaga batas-batas atau adab Islam, yaitu tidak ikhtilath (berbaur antara lelaki perempuan) tidak membuka aurat, tidak khalwah (berdua saja dengan lelaki), dan terhindar dari fitnah.

Dalam kondisi tertentu, yakni adanya kebutuhan objektif dalam skala umum atau dalam ruang lingkup khusus dan tidak ada yang dapat melakukannya selain wanita yang bersangkutan, ia boleh tampil di depan umum untuk mennyampaikan dakwah atau memberikan pelajaran dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Islam. Salim Segaf Al Jufri (2005) menghimpun beberapa kaidah yang penting diperhatikan oleh kita terkait dengan keberadaan wanita di muka umum (masyarakat luas).

Ketentuan dimaksud adalah:

Pertama, mengenaikan pakaian yang menutup aurat. Ini didasari oleh firman Allah, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzaab: 59).

Kedua, tidak tabarruj atau memamerkan perhiasan dan kecantikan. Ini didasari oleh firman Allah “…dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya… (QS Al Ahzaab: 27).

Selasa, 13 November 2012

Kematian Dan Alam Kubur

Meski telah meninggalkan jasad, ruh masih dapat merasakan kepedihan atau kebahagiaan. Menurut Al-Ghazali, hakikat dari kematian itu adalah jasad tidak lagi efektif terhadap keberadaan ruh. Semua anggota badan ( telinga, hidung, tangan, mata dan hati/kalbu ) sesungguhnya merupakan alat-alat yang digunakan ruh untuk melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Sedangkan perasaan gembira, senang, bahagia, duka dan nestapa adalah bagian yang terkait dengan ruh itu sendiri.

Kematian sama dengan hilangnya segala kemampuan yang timbul sebagai sebab akibat keterkaitan ruh dengan anggota-anggota tubuh. Lenyapnya kemampuan anggota tubuh itu seiring dengan matinya jasad, hingga tiba saatnya nanti ruh dikembalikan (baca: difungsikan) kepada jasadnya. Seringkali kita mendengar bahwa ruh akan dipersatukan kembali dengan jasad (baca: manusia dibangkitkan kembali) hingga datangnya hari kiamat kelak bukan ?

Logikanya, menurut Al Ghazali dapat dipersamakan dengan hilangnya fungsi salah satu anggota badan disebabkan karena telah rusak atau hancurnya anggota badan itu. Urat-urat yang berada dalam anggota tubuh itu tidak dapat dialiri lagi oleh ruh. Jadi ruh yang memiliki daya pengetahuan, berfikir dan merasa itu tetap ada dan memfungsikan sebagian anggota tubuh lain namun tak mampu memfungsikan sebagian yang lain.