Bila
kita memperhatikan fenomena dan gejala yang memasyarakat saat ini di dalam
mencari panutan atau lebih trend lagi dengan sebutan “sang idola”, maka kita
akan menemukan hal yang sangat kontras dengan apa yang terjadi pada abad-abad
terdahulu, khususnya pada tiga abad utama (al-Qurûn al-Mufadldlalah).
Kalau
dulu, orang begitu mengidolakan manusia-manusia pilihan dan berakhlaq mulia di
kalangan mereka seperti para ulama dan orang-orang yang shalih. Maka, kondisi
itu sekarang sudah berubah total. Orang-orang sekarang cenderung menjadikan
manusia-manusia yang tidak karuan dari segala aspeknya sebagai idola. Mereka
mengidolakan para pemain sepakbola, kaum selebritis, paranormal dan tokoh-tokoh
maksiat pada umumnya. Anehnya, hal ini didukung oleh keluarga bahkan diberi
spirit sedemikian rupa agar anaknya kelak bisa menjadi si fulanah yang artis,
atau si fulan yang pemain sepakbola dan seterusnya. Lebih aneh lagi bahwa
mereka berbangga-bangga dengan hal itu.
Tentunya
ini sangat ironis karena sebagai umat Islam yang mayoritas seharusnya mereka
harus memahami ajaran agama secara benar sehingga tidak terjerumus kepada
hal-hal yang dilarang di dalamnya. Ketidaktahuan akan ajaran agama ini akan
berimplikasi kepada masa depan mereka kelak karena ini menyangkut keselamatan
dan ketentraman mereka di dalam meniti kehidupan di dunia ini.
Bahkan
pada sebagian masyarakat kita, telah muncul gejala yang lebih serius dan
mengkhawatirkan lagi, yaitu pengkultusan terhadap sosok yang dianggap sebagai
tokoh tanpa menyelidiki terlebih dahulu sisi ‘aqidah dan akhlaqnya. Tokoh idola
ini diikuti semua perkataan dan ditiru semua perbuatannya tanpa
ditimbang-timbang lagi, apakah yang dikatakan atau dilakukan itu benar atau
salah menurut agama bahkan sebaliknya, perkataan dan perbuatannya justru
menjadi acuan benar tidaknya menurut agama…naûdzu billâhi min dzâlik.