Masih
ingat dengan seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang tak dapat melihat? Yang
karenanya Allah Swt lalu menegur Nabi Muhammad Saw dan menurunkan surat
“A’basa”?
1.
Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
2.
karena
telah datang seorang buta kepadanya.
3.
tahukah
kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4.
atau
Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?
5.
Adapun
orang yang merasa dirinya serba cukup,
6.
Maka
kamu melayaninya.
7.
Padahal
tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8.
dan
Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran),
9.
sedang
ia takut kepada (Allah),
10.
Maka
kamu mengabaikannya.
11.
sekali-kali
jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu
peringatan,
Beliau
adalah Abdullah bin Ummi Maktum r.a, Seorang sosok sahabat yang senantiasa
tawadlhu dalam menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt.
Suatu
ketika sahabat Nabi Muhammad Saw ini menghampiri baginda Rasulullah Saw, ia
hendak meminta izin, untuk tidak mengikuti jamaah shubuh, karena tak ada yang
menuntunnya menuju masjid. Setelah mendengar alasannya, baginda Rasul Saw
bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”,
Abdullah
lantas menjawab,
“Tentu
baginda,”
“Kalau
begitu tidak ada keringanan untukmu”, tandas Rasul Saw.
Layaknya
hamba Allah Swt yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintah-Nya.
Abdullah lalu melaksanakan atas apa yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dengan
mantap ia berikrar untuk mendirikan jamaah subuh di masjid, sekalipun dirinya
harus meraba-raba dengan tongkat untuk menuju sumber adzan.
Keesokan
harinya, tatkala fajar menjelang dan adzan mulai berkumandang, Abdullah bin
Ummi Maktum bergegas memenuhi panggilan Illahi. Tak lama ketika ia mengayunkan
kakinya beberapa langkah, tiba-tiba ia tersandung sebuah batu, badannya lalu
tersungkur jatuh, dan sebagian bongkahan batu itu tepat mengenai wajahnya,
dengan seketika darahpun mengalir dari mukanya yang mulia.
Dengan
cepat Abdullah kembali bangkit, sembari mengusap darah yang membasahi wajahnya,
iapun dengan mantap akan kembali melanjutkan perjalanan menuju masjid.
Selang
beberapa saat, datang seorang sosok lelaki tak dikenal menghampirinya, kemudian
lelaki itu bertanya,
“Paman
hendak pergi kemana?”
“Saya
ingin memenuhi panggilan Ilahi” jawab Abdullah tenang.
Lalu
laki-laki asing itu menawarkan jasanya, “Saya akan antarkan paman ke masjid,
lalu nanti kembali pulang ke rumah.”
Lelaki
itupun segera menuntun Abdullah menuju masjid, dan kemudian mengantarkannya
kembali pulang.
Hal
ini ternyata tidak hanya sekali dilakukan lelaki asing itu, tiap hari ia selalu
menuntun Abdullah ke masjid dan kemudian mengantarkannya kembali ke rumah.
Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum sangat gembira, karena ada orang yang
dengan baik hati mengantarnya shalat berjamaah, bahkan tanpa mengharapkan
imbalan apapun.
Hingga
tibalah suatu saat, ia ingin tahu siapa nama lelaki yang selalu mengantarnya.
Ia lalu menanyakan nama lelaki budiman itu. Namun spontan lelaki asing itu
menjawab, “Apa yang paman inginkan dari namaku?,”
“Saya
ingin berdo’a kepada Allah, atas kebajikan yang selama ini engkau lakukan,”
jawab Abdullah.
“Tidak
usah” tegas lelaki itu. “Paman tidak perlu berdoa untuk meringankan
penderitaanku, dan jangan sekali-kali paman menanyai namaku” tegasnya.