Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Kamis, 27 Februari 2014

Kisah Abdullah bin Ummi Maktum r.a

Masih ingat dengan seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang tak dapat melihat? Yang karenanya Allah Swt lalu menegur Nabi Muhammad Saw dan menurunkan surat “A’basa”?

1.      Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
2.      karena telah datang seorang buta kepadanya.
3.      tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4.      atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
5.      Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
6.      Maka kamu melayaninya.
7.      Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8.      dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
9.      sedang ia takut kepada (Allah),
10.  Maka kamu mengabaikannya.
11.  sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,

Beliau adalah Abdullah bin Ummi Maktum r.a, Seorang sosok sahabat yang senantiasa tawadlhu dalam menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt.

Suatu ketika sahabat Nabi Muhammad Saw ini menghampiri baginda Rasulullah Saw, ia hendak meminta izin, untuk tidak mengikuti jamaah shubuh, karena tak ada yang menuntunnya menuju masjid. Setelah mendengar alasannya, baginda Rasul Saw bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”,
Abdullah lantas menjawab,
“Tentu baginda,”
“Kalau begitu tidak ada keringanan untukmu”, tandas Rasul Saw.

Layaknya hamba Allah Swt yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintah-Nya. Abdullah lalu melaksanakan atas apa yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dengan mantap ia berikrar untuk mendirikan jamaah subuh di masjid, sekalipun dirinya harus meraba-raba dengan tongkat untuk menuju sumber adzan.

Keesokan harinya, tatkala fajar menjelang dan adzan mulai berkumandang, Abdullah bin Ummi Maktum bergegas memenuhi panggilan Illahi. Tak lama ketika ia mengayunkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba ia tersandung sebuah batu, badannya lalu tersungkur jatuh, dan sebagian bongkahan batu itu tepat mengenai wajahnya, dengan seketika darahpun mengalir dari mukanya yang mulia.

Dengan cepat Abdullah kembali bangkit, sembari mengusap darah yang membasahi wajahnya, iapun dengan mantap akan kembali melanjutkan perjalanan menuju masjid.

Selang beberapa saat, datang seorang sosok lelaki tak dikenal menghampirinya, kemudian lelaki itu bertanya,
“Paman hendak pergi kemana?”
“Saya ingin memenuhi panggilan Ilahi” jawab Abdullah tenang.
Lalu laki-laki asing itu menawarkan jasanya, “Saya akan antarkan paman ke masjid, lalu nanti kembali pulang ke rumah.”

Lelaki itupun segera menuntun Abdullah menuju masjid, dan kemudian mengantarkannya kembali pulang.

Hal ini ternyata tidak hanya sekali dilakukan lelaki asing itu, tiap hari ia selalu menuntun Abdullah ke masjid dan kemudian mengantarkannya kembali ke rumah. Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum sangat gembira, karena ada orang yang dengan baik hati mengantarnya shalat berjamaah, bahkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Hingga tibalah suatu saat, ia ingin tahu siapa nama lelaki yang selalu mengantarnya. Ia lalu menanyakan nama lelaki budiman itu. Namun spontan lelaki asing itu menjawab, “Apa yang paman inginkan dari namaku?,”
“Saya ingin berdo’a kepada Allah, atas kebajikan yang selama ini engkau lakukan,” jawab Abdullah.
“Tidak usah” tegas lelaki itu. “Paman tidak perlu berdoa untuk meringankan penderitaanku, dan jangan sekali-kali paman menanyai namaku” tegasnya.

Selasa, 25 Februari 2014

Ummu ‘Umarah r.ha

Ummu ‘Umarah r.ha atau dikenal juga sebagai Ummu Sulaim r.ha telah dirahmati dengan berbagai kehormatan, diantaranya adalah kehadiran beliau di Uhud, al-Hudaibiyyah, Khaibar, Hunain, dan Perang Yamamah. Namun peranan beliau yang paling mulia adalah ketika Perang Uhud.

Ummu ‘Umarah r.ha telah menyertai peperangan tersebut bersama suaminya, Ghaziya, berserta dua orang anak laki-laki beliau. Tugas yang dipertanggung jawabkan atas beliau adalah untuk memberi air kepada para Mujahid yang cedera. Akan tetapi Allah Swt telah menetapkan satu peran yang lebih besar dan mulia untuk beliau. Maka beliau pun mengatur langkah bersama-sama dengan keluarga beliau dengan sebuah Qirbah (tempat air terbuat dari kulit kambing) untuk mengisi air. Mereka tiba di medan perang pada awal pagi hari. pasukan Islam, ketika itu, sedang menguasai peperangan dan beliau pergi melihat keadaan Rasulullah Saw. Pada saat yang bersamaan sejumlah pasukan Islam telah membuat satu kesilapan yang teramat besar – melihat pasukan Quraisy mundur, mereka mulai berlari-berkejaran mendapatkan harta-benda rampasan perang, dan melanggar perintah Rasulullah Saw supaya tetap di posisi mereka di atas bukit.

Khalib bin Walid, (yang ketika itu belum lagi memeluk Islam), ketika melihat benteng pertahanan yang telah terbuka itu kemudian memimpin serangan balasan atas pasukan Islam. Kemenangan peperangan beralih kepada pihak Quraisy. Dalam suasana kalang kabut itu, banyak dari kalangan pasukan Islam panik dan mundur, meninggalkan Rasulullah Saw bersama-sama sekumpulan kecil para Sahabat r.huma. Dikalangan mereka ini termasuklah Ummu ‘Umarah r.ha.

Melihat ramai dari kalangan pasukan Islam yang mundur, Ummu ‘Umarah r.ha kemudian berlari ke arah Rasulullah Saw dan mengangkat senjata demi mempertahankan baginda Saw, bersama-sama dengan suami dan kedua anak lelakinya. Rasulullah Saw menyadari yang Ummu ‘Umarah r.ha tidak mempunyai perisai kemudian baginda Saw memerintahkan kepada salah seorang dari mereka yang sedang mundur supaya memberikan perisainya kepada Ummu ‘Umarah r.ha yang sedang bertarung. Setelah mendapat perisai tersebut, Ummu ‘Umarah r.ha mempertahankan Rasulullah Saw menggunakan busur, anak panah, dan juga pedang.

Ummu ‘Umarah r.ha diserang oleh pasukan berkuda tetapi beliau tidak sekalipun gentar atau merasa takut. Beliau kemudian telah berkata, “Apabila mereka itu tidak berkuda seperti kami, niscaya telah kami hancurkan mereka, insya-Allah.” Abdullah ibn Zayed, anak lelaki beliau, telah mengalami cedera ketika peperangan tersebut. Lukanya itu mengeluarkan darah banyak sekali. Ibunya berlari kepadanya dan membalut lukanya itu. Kemudian Ummu ‘Umarah r.ha memerintahkan anak lelakinya itu, “Majulah dan perangi mereka, anakku!”

Rasulullah Saw mengagumi semangat pengorbanan beliau dan telah memuji beliau, “Siapakah yang dapat menanggung apa yang kamu mampu tanggung, Ummu ‘Umarah!”

Minggu, 23 Februari 2014

Kisah Dialog Rasulullah SAW Dengan Gunung

Tidak hanya mampu berdialog dengan binatang saja mukjizat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw, namun juga mampu berdialog dengan gunung, yang merupakan ciptaan Allah yang tidak bernyawa.

Ketika membutuhkan air, Beliau perintahkan gunung itu menuruti perintah Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw adalah sosok yang selalu dekat dengan umatnya, terbukti dengan seringnya Beliau melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu desa ke desa lainnya agar lebih mengenal umatnya.

Dalam perjalanan yang dilakukan kali ini, Rasulullah Saw mengajak salah satu sahabatnya yang bernama Uqa’il bin Abi Thalib untuk menemani.

Di perjalanan, ada seorang nenek yang tergeletak lemah di jalanan, wajahnya yang tua renta semakin terlihat menyedihkan akibat pucat dan lemas kondisi tubuhnya.

“Apa yang terjadi dengan engkau Wahai Ibu?” tanya Rasulullah Saw.

Nenek yang kondisinya lemah itu pun menjawab, “Ak…akkkuuuu laaa…paar..”

Mendengar jawaban itu, Rasulullah Saw yang pada saat itu membawa bekal secukupnya, langsung memberikan bekalnya, hingga habislah bekal Rasulullah Saw kala itu.

Meskipun tanpa bekal sedikit pun, Rasulullah Saw dan Uqa’il tetap melanjutkan perjalanan. Setelah perjalanan panjang ditempuh dengan melewati gurun yang panas dan kering, kondisi Rasulullah Saw dan Uqa’il menjadi melemah karena banyak sekali tenaga yang terkuras untuk melewati hamparan pasir dan panasnya yang membuat dahaga semakin hebat.

Sesampainya di daerah pegunungan, Rasulullah Saw merasa sangat haus dikarenakan jauhnya perjalanan melewati gurun. Lalu Beliau menyuruh Uqa’il untuk mencari minuman dan buah untuk megisi perut.

Uqa’il pun menuruti perintah Nabi Muhammad Saw, ditelusurinya gunung untuk mencari sumber air dan pepohonan untuk diambil buahnya, namun Uqa’il tidak mendapati sumber air dan hanya buah-buahan saja yang ia dapat.

“Ya Rasul, aku tidak mendapati air di gunung ini, padahal aku sudah mengelilinginya, namun belum aku temukan juga,” ujar Uqa’il.

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Rasululullah Saw bersabda, “Hai Uqa’il, dakilah gunung itu dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan ‘Jika padamu ada air, berilah aku minum’,” tutur Rasulullah Saw.

Mendengar jawaban Rasulullah Saw yang tidak masuk akal itu, membuat Uqa’il kebingungan dan tidak mengerti. Namun Uqa’il tetap pergi melaksanakan perintah sembari bertanya-tanya dalam hati,

“Apakah Rasul bersungguh-sungguh dengan ucapannya, apa yang harus aku lakukan, menyampaikan salamnya ataukah hanya diam dan balik ke Beliau lagi,” ujar Uqa’il dalam hati.

Jumat, 21 Februari 2014

Kisah Bilal bin Rabah r.a

Bilal bin Rabah adalah seorang budak yang berasal dari Habasyah (sekarang disebut Ethiopia). Bilal Bin Rabah r.a dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah.

Hamamah ini adalah seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Oleh karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).

Masa kecil Bilal Bin Rabah r.a dihabiskan di Mekah, sebagai putera dari seorang budak, Bilal Bin Rabah r.a melewatkan masa kecilnya dengan bekerja keras dan menjadi budak. Sosok Bilal Bin Rabah r.a digambarkan sebagai seorang yang berperawakan khas Afrika yakni tinggi, besar, dan hitam. Dia menjadi budak dari keluarga bani Abduddar. Kemudian saat ayah mereka meninggal, Bilal Bin Rabah r.a diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang yang menjadi tokoh penting kaum kafir.

Bilal Bin Rabah r.a termasuk orang yang teguh dengan pendiriannya. Ketika Rasulullah Saw mulai menyampaikan risalahnya kepada penduduk Mekah, beliau telah lebih dahulu mendengar seruan Rasulullah Saw yang membawa agama Islam, yang menyeru untuk beribadah kepada Allah yang Esa, dan meninggalkan berhala, menggalakkan persamaan antara sesama manusia, memerintahkan kepada akhlak yang mulia, sebagaimana beliau juga selalu mengikuti pembicaraan para pemuka Quraisy seputar Nabi Muhammad Saw.

Beliau mendengar tentang sifat amanah Rasulullah saw, yaitu seperti menepati janji, kegagahannya, kejeniusan akalnya, menyimak ucapan mereka : “Muhammad sama sekali tidak pernah berdusta, beliau bukan ahli sihir, bukan orang gila, dan terakhir.” Beliau juga mendengar pembicaraan mereka tentang sebab-sebab permusuhan mereka terhadap Nabi Muhammad Saw.

Maka Bilal Bin Rabah r.a-pun pergi menghadap Rasulullah Saw untuk mengikrarkan diri masuk Islam karena Allah Tuhan semesta alam, kemudian menyebarlah perihal masuknya Bilal Bin Rabah r.a kedalam agama Islam diseluruh penjuru kota Mekah, hingga sampai kepada tuannya Umayyah bin Khalaf dan menjadikannya marah sekali sehingga ingin menyiksanya dengan sekeras-kerasnya.

Bilal Bin Rabah r.a termasuk golongan orang yang pertama-tama masuk Islam. Masuknya Bilal Bin Rabah r.a ke dalam ajaran Islam mengakibatkan penderitaan yang mendalam karena berbagai siksaan yang diterima dari majikannya. Apalagi sang majikan Umayyah bin Khalaf termasuk tokoh penting kaum kafir Quraisy. Siksaan yang diterima Bilal memang cukup berat, hal ini karena Bilal adalah seorang budak yang lemah dan tidak mempunyai kuasa apapun. Berbeda dengan para sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain seperti Abu Bakar r.a, Ali bin Abi Thalib r.a yang mempunyai keluarga dan siap melindungi menghadapi ulah kaum kafir yang senantiasa mengganggu dan menghalangi kaum muslimin dengan berbagai cara.

Penyiksaan kaum kafir Quraisy terhadap para budak yang mustad’afin memang sangat kejam. Hal ini juga dirasakan oleh Bilal bin Rabah r.a yang diperlakukan secara kejam oleh Umayyah bin Khalaf beserta para algojonya.

Bilal Bin Rabah r.a dicambuk hingga tubuhnya yang hitam tersebut melepuh. Tetapi dengan segala keteguhan hati dan keyakinannya, dia tetap mempertahankan keimanannya meski harus menahan berbagai siksaan tanpa bisa melawan sedikitpun. Setiap kali dia dicambuk, dia hanya bisa mengeluarkan kata-kata: “Ahad, Ahad (Tuhan Yang Esa)”.

Tidak hanya sekedar dicambuk, kemudian Umayyah pun menjemur Bilal Bin Rabah r.a tanpa pakaian di tengah matahari yang sangat terik dengan menaruh batu yang besar di atas dadanya. Dengan segala kepasrahan, lagi-lagi Bilal Bin Rabah r.a pun hanya bisa berkata: “Ahad, Ahad”.

Setiap kali menyiksa Bilal Bin Rabah r.a, Umayyah selalu mengingatkannya untuk kembali pada ajaran nenek moyang, dan Tuhannya Latta, Uzza, tetapi Bilal Bin Rabah r.a tidak pernah menyerah dengan keadaan. Dia tetap kukuh dan terus berkata: “Ahad, Ahad”

Rabu, 19 Februari 2014

Kisah Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani Tentang Iblis Yang Mengaku Sebagai Tuhan

Ada berjuta-juta cara iblis untuk menggoda manusia, salah satunya adalah mengaku sebagai Tuhan, seperti yang pernah dilakukan oleh iblis kepada para murid Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani. Beruntung saja penyamaran itu segera diketahui sehingga iblis segera diusir. Berikut kisahnya :

Suatu hari Syeikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam perjalanan di padang pasir dengan tanpa alas kaki. Padahal kondisi padang pasir waktu itu sangat panas dan para muridnya sengaja dibiarkan berjalan di depannya.

Tidak lama kemudian mereka merasa sangat haus dan kelelahan. Tiba-tiba awan muncul di atas mereka seperti sebuah payung yang melindungi mereka dari panasnya matahari. Tak lama kemudian muncul juga mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang berbuah banyak dan matang.

Lalu datanglah sinar berbentuk bulat, lebih terang dari matahari dan berdiri berlawanan arah dengan arah matahari.

“Wahai para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain,” kata suara tersebut.

Para murid itu berlari ke arah mata air untuk meminumnya, dan ke arah pohon kurma untuk memakan buahnya. Akan tetapi Syeikh Abdul Qadir mencegahnya, lantas ulama Tasawuf itu berteriak,
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk,” ucapnya waktu itu.
Awan, sinar, mata air, dan pohon kurma semuanya langsung hilang. Akan tetapi suara misterius itu masih ada dan terus mengganggu.
“Bagaimana kamu tahu bahwa itu aku?” kata suara yang sejatinya adalah iblis itu.
“Iblis yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah Swt dari rahmat-Nya bahwa firman Allah Swt bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari luar.
Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah Swt tetap dan ditujukan kepada semua.
Allah Swt tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi siapa yang dikasihi-Nya,” kata Syeikh Abdul Qadir.
“Wahai Abdul Qadir, aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuanmu begitu luar biasa dan kebijakanmu lebih besar daripada nabi-nabi itu,” jawab iblis.
“Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikutmu. AKu berlindung darimu kepada Tuhan-Ku Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Karena bukanlah pengetahuanku ataupun kebijakanku yang menyelamatkanku darimu, tetapi hanya dengan rahmat dari Tuhanku,” bentak Syeikh Abdul Qadir.

Setelah Iblis mengaku menyerah menggoda Syeikh Abdul Qadir, ia langsung menghilang menjauh dari ulama yang terkenal itu.

Namun demikian iblis tidak akan putus asa dan berhenti menggoda manusia. Semua yang digoda iblis akan terpengaruh kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beribadah.
Bahkan iblis sendiri takut kepada Rasulullah Saw, terbukti iblis mengungkapkan cara-caranya menggoda manusia kepada nabi yang paling akhir itu.

Ketetapan Allah Swt telah diberikan melalui Nabi Akhir zaman, Nabi dan Rasul terakhir yang hidup di bumi ini, Nabi Muhammad Saw, pembawa risalah terakhir, dan ketetapan itu tidak akan dirubah hingga hari kiamat, sungguh tak masuk akal bila ada yang manghalalkan yang haram dan begitu juga sebaliknya.


Wallahu A’lam.

Senin, 17 Februari 2014

Sholat Jama’ Dan Qasar

Sholat Jama’

Yang dimaksud dengan sholat Jama’ adalah penggabungan dua waktu sholat dan dikerjakan dalam satu waktu, misalnya sholat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya.

Bila sholat Zuhur dikerjakan bersama-sama dengan Ashar di waktu Ashar, maka dinamakan Jama’ Ta’khir. Sebaliknya bila sholat Ashar dikerjakan bersama-sama dengan Zuhur di waktu Zuhur disebut Jama’ Taqdim. Demikian juga bila sholat Maghrib dan Isya dikerjakan bersama-sama pada waktu Maghrib, ia disebut Jama’ Taqdim, sebaliknya sholat Maghrib dengan Isya dikerjakan bersama-sama pada waktu Isya, ia dinamakan Jama’ Ta’khir.

Zuhur, Ashar, Isya dan Maghrib, rakaatnya tetap, 4,4,4, dan 3. Dalam sholat Jama’ baik yang taqdim maupun ta’khir, maka sholat yang didahulukan mengerjakannya adalah solat yang lebih dulu waktunya. Jadi, bila selesai dengan shalat Zuhur, harus dilanjutkan dengan solat Ashar; begitu pula dengan solat Maghrib dan Isya.

Solat Jama’ boleh dikerjakan oleh orang-orang yang:
1.         Karena dalam perjalanan atau musafir, yaitu sejak ia berangkat hingga kembali ke kampung.
2.         Kerana sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat yang betul-betul sulit ditinggalkan.
3.         Ataupun sebab-sebab lain yang seseorang tidak mampu menunaikan solat tersebut tepat pada waktunya.
Harus ada niat dalam hati bahawa ia mengerjakan solat Jama’.

Sholat Qasar

Yang dimaksud dengan sholat Qashar ialah mengerjakan sholat yang empat rakaat menjadi 2 rakaat saja, yakni sholat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Dalam Al Quran disebutkan:

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (An Nisa 101).

Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud dari Yahya bin Mazid r.a. katanya:

“Saya telah bertanya kepada Anas tentang mengqashar shalat. Jawabnya: Rasulullah s.a.w. “Apabila ia berjalan jauh 3 mil atau 33 farskah (25,92 km), maka beliau sholat dua rakaat”

Sabtu, 15 Februari 2014

Shalawat Nabi Muhammad SAW

Anda Pasti meneteskan air mata mendengar berita ini. Terutama permohonan Malaikat Isrofil A.s kepada Allah Swt.

Rasulullah Saw telah bersabda bahwa, “Malaikat Jibril A.s, Mikail A.s, Israfil A.s, dan Izrail A.s telah berkata kepadaku.

Berkata Jibril A.s : “Wahai Rasulullah, barang siapa yang membaca shalawat ke atasmu tiap-tiap hari sebanyak sepuluh kali, maka akan saya bimbing tangannya dan akan saya bawa dia melintasi titian seperti kilat menyambar.”

Berkata pula Mikail A.s : “Mereka yang bershalawat ke atas kamu akan aku beri mereka itu minum dari telagamu.”

Berkata pula Isrofil A.s : “Mereka yang bershalawat kepadamu akan aku sujud kepada Allah Swt dan aku TIDAK AKAN mengangkat kepalaku sehingga Allah Swt mengampuni orang itu (yang bershalawat).”

Malaikat Izrail A.s pula berkata : “Bagi mereka yang bershalawat kepadamu, akan aku cabut ruh mereka itu dengan selembut-lembutnya seperti aku mencabut ruh para nabi-nabi.”

Apakah kita tidak cinta kepada Rasulullah Saw?
Para malaikat memberikan jaminan masing-masing untuk orang-orang yang bershalawat ke atas Rasulullah Saw.
Dengan kisah yang dikemukakan ini, kami harap para pembaca tidak akan melepaskan peluang untuk bershalawat ke atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw.

Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang kesayangan Allah Swt, Rasul, dan para malaikat.
Bacaan Shalawat Nabi sangat beragam, ini adalah satu dari beragam itu.

Ya Nabi Salam ‘Alaika Ya Rosuul salam ‘Alaika Ya Habiib salam ‘Alaika Shalawatulloh ‘Alaika.

Dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Al Qur’an S. Al-Ahzab ayat 56)

Nabi Muhammad Saw bersabda: “Bershalawatlah kamu kepadaku, karena shalawat itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa bagimu”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih).

Dari Abu Hurairah r.a diberitakan Nabi Muhammad Saw bersabda: “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada”. (HR. An-Nasai, Abu Dawud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An-Nawawi).

Allahumma shalli ‘ala sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad (sholullahu ‘alaihi wasalam)

Kamis, 13 Februari 2014

Shalat Ketika Adzan

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du

Terdapat larangan untuk melaksanakan shalat sunnah di tiga waktu larangan:

Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: «حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Ada tiga waktu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat atau memakamkan jenazah: ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas benda (bayangan tidak condong ke timur atau ke barat), dan ketika matahari hendak terbenam, sampai tenggelam.” (HR. Muslim 831)

Demikian pula terdapat hadist yang melarang untuk shalat sunah ketika dikumandangkan iqamah shalat wajib, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu hurairah radhiallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Larangan ini untuk shalat sunnah, sementara shalat wajib, seseorang dibolehkan melaksanakannya ketika dia tidak sempat mengerjakannya pada waktunya.

Adapun waktu adzan, tidak dijumpai adanya hadis yang melarang –berdasarkan yang kami pahami, meskipun yang afdhal, hendaknya seorang muslim menjawab adzan terlebih dahulu dan berdoa setelah adzan, ketika panggilan mulia ini dikumandangkan.

Karena itu, banyak ulama dari kalangan Malikiyah (Madzhab Maliki) dan Hanabilah (Madzhab Hanbali) yang menegaskan makruhnya memulai shalat sunnah ketika mendengar adzan. Disebutkan dalam mukhtashar Jalil:

وكره تنفل إمام قبلها، أو جالس عند الأذان

“Dimakruhkkan imam melakukan shalat sunah (sebelum khutbah), atau orang yang sudah duduk di dalam masjid, shalat sunah ketika adzan.

Ibnu Qudamah –ulama Madzhab Hanbali- mengatakan,

“Al-Atsram menceritakan, bahwa Imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang memulai shalat ketika mendengarkan adzan? Imam Ahmad menjawab:

يستحب له أن يكون ركوعه بعدما يفرغ المؤذن أو يقرب من الفراغ، لأنه يقال إن الشيطان ينفر حين يسمع الأذان، فلا ينبغي أن يبادر بالقيام، وإن دخل المسجد فسمع المؤذن استحب له انتظاره ليفرغ، ويقول مثل ما يقول جمعاً بين الفضيلتين، وإن لم يقل كقوله وافتتح الصلاة فلا بأس

‘Dianjurkan untuk melakukan shalat setelah selesai adzan atau hampir selesai adzan. Karena hadist menyatakan: ‘Sesungguhnya setan lari ketika mendengar adzan’. Karena itu, hendaknya tidak langsung berdiri melakukan shalat. Kalaupun dia masuk masjid kemudian mendengar adzan, dianjurkan untuk menunggu selesai adzan, agar bisa menjawab adzan, sehingga dia melakukan dua keutamaan (menjawab adzan dan shalat sunnah). Andaipun dia tidak menjawab adzan, dan langsung shalat, itu tidak masalah’.” (Al-Mughni, 2:253)

Dari keterangan ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa selayaknya tidak melaksanakan shalat sunnah ketika adzan, agar bisa menjawab adzan dan tetap bisa melaksanakan shalat sunnah setelah adzan.

Selasa, 11 Februari 2014

Kisah Dialog Seorang Raja Dan Malaikat Maut

Sahabat Yazid Arruqasyu meriwayatkan, pada masa Bani Israil ada seorang penguasa zalim. Dalam berkuasa, raja tersebut menindas rakyat dan tidak pernah berbuat kebajikan. Pada suatu hari raja tersebut duduk di singgasananya dan tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki masuk melalui pintu istana.

Orang asing itu bertampang keji, berbadan besar dan menakutkan. Raja sangat ketakutan dengan kehadirannya, dia khawatir laki-laki itu akan menyerangnya. Wajahnya pucat pasi dan bergetar, “Siapakah engkau ini? Siapa yang telah menyuruhmu masuk ke istanaku?” tanya raja ketakutan.

“Pemilik rumah ini yang menyuruhku ke sini. Ketahuilah bahwa tak ada dinding yang dapat menghalangiku, dan aku tidak memerlukan izin untuk masuk ke manapun,” kata laki-laki asing itu dengan suara agak kasar.
“Apakah engkau tidak takut dengan para sultan di kerajaanku ini?” tanya raja dengan gemetar.

“Aku tidak takut oleh kekuasaan para sultan. Dan ketahuilah, tidak ada seorang pun yang dapat lari dari jangkauanku,” kata laki-laki itu dengan bengisnya.

Malaikat Maut Datang

Setelah mendengar perkataan orang itu, wajah raja menjadi pusat pasi dan badannya menggigil, ia amat ketakutan dengan situasi ini. “Apakah engkau Malaikat Maut?” tanya raja menebak.
“Benar, akulah Malaikat Maut yang diutus untuk mencabut nyawamu,” kata malaikat maut tanpa tersenyum sedikit pun.
“Aku bersumpah demi Allah, berilah aku penangguhan satu hari saja agar dapat bertobat dari segala dosaku. Aku akan memohon keringanan dari Tuhanku. Aku akan menginfakkan harta benda yang aku miliki, hingga tak terbebani oleh azab akibat harta itu di akhirat kelak,” pinta raja.
“Bagaimana aku dapat menangguhkan, padahal umurmu sudah habis dan waktu sudah ditetapkan tertulis,” kata Malaikat Maut.
“Aku mohon tangguhkanlah sesaat saja,” rayu raja sekali lagi.
“Sesungguhnya jangka waktu itu telah diberikan, tetapi engkau lalai dan menyia-nyiakannya. Jatah nafasmu sudah habis, tidak tersisa satu nafaspun untukmu,” ujar Malaikat Maut yang mendekat seolah henadak mencabut nyawa raja.

Mati Belum Bertaubat

Raja semakin ketakutan dengan kata-kata Malaikat Maut itu. Namun ia tetap bersikeras ingin meminta penangguhan kematian. “Jika aku mati sekarang, siapa yang akan menyertaiku di alam kubur?” tanya raja zhalim itu.
“Tidak ada yang menyertaimu kecuali amalmu,” jawab Malaikat Maut.
“Aku tidak mempunyai amal kebaikan. Selama ini aku lalai kepada Allah Swt,” jelas raja zalim itu.
“Jika demikian, neraka dan murka Allah adalah tempat yang layak untukmu,” tegas Malaikat Maut.