Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 31 Oktober 2014

Waspadai Kesesatan Dalam Menghadapi Sakratul Maut

Berbagai kepercayaan yang muncul sehubungan dengan sakratul maut, di antaranya ada yang percaya bahwa yang datang adalah sosok orang tua yang telah mati, sosok guru bagi yang bertariqat, bahkan lebih dari itu ada yang percaya akan dijemput langsung oleh Allah dalam wujud yang berbeda-beda. Ada yang percaya dalam rupa diri kita sendiri yang berpayung emas, ada yang percaya dalam wujud cahaya besar tinggi seperti batang kelapa, dan lain-lain. Di antara yang percaya seperti ada yang menuntut dan mengamalkan ilmu yang bisa menyelamatkan kita dari beratnya sakratul maut, agar tidak diganggu oleh setan dan agar meninggalkan dunia ini dengan selamat di antaranya sahadat batin dan junub.

Sahadat batin dipercaya sebagai janji kepada Nabi Muhammad SAW berupa bunyi tertentu di leher ketika sakratul maut. Orang yang mendapat dan mengamalkan ilmu ini tidak perlu mengucapkan lailaha illallah atau dua kalimat sahadat tetapi diganti dengan bunyi tersebut. Guru tariqatnya mengajarkan bahwa bunyi itu adalah sahadat yang asli (sahadatnya sahadat) sedangkan sahadat yang diucapkan itu hanyalah sebuah kalimat (tidak asli). Barang siapa yang akhir hidupnya berhasil membunyikan sahadat itu maka akan selamat dan hidup bersama Nabi Muhammad.

Begitupun halnya junub yang dipercaya sebagai janji kita dengan surga, yaitu berupa orgasme (keluar mati) ketika sakratul maut. Mereka percaya bahwa orang yang orgasme ketika sakratul maut akan selamat dan dijamin masuk surga karena itu sudah menjadi perjanjian dengan surga. Mereka beranggapan bahwa karena mereka diciptakan melalui orgasme (pancaran mani) maka ia harus tutup hidup ini dengan orgasme pula.

Benarkah semua anggapan di atas...???

Allah dan Rasul-Nya telah memberikan keterangan yang jelas tentang sakratul maut. Kematian itu diawali dengan sakratul maut, sebagaimna, firman Allah “Dan datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang selalu kamu lari dari padanya “(QS. Qaaf : 19 ).

Sakratul maut adalah roh meninggalkan jazad perlahan-lahan melewati kerongkongan, “(apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kekorongkongan dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perjalanan (dengan dunia) “(QS. AL Qiyaamah : 26 dan 28).

Menurut Al Quran, bahwa “ Apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, diwafatkan oleh malaikat-malaikat kami dan malaikat-malaikat itu tidak melalaikan kewajibannya “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, tetapi kamu tidak melihat” ( QS. Al Waaqiah : 83-85)

Malaikat maut itu akan menampakkan dirinya di hadapan orang yang dijemputnya dengan sosok /rupa yang disesuaikan dengan keadaan roh/amal orang itu. Orang yang beramal baik akan didatangi oleh malaikat lemah lembut atau berpenampilan yang baik sedangkan orang yang banyak berdosa akan di datangi oleh malaikat yang berpenampilan dan berperilaku yang kasar. (QS An Naa’ziaat : 1-2).

Hal ini diterangkan pula pada ayat lain bahwa “orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan “salamun alaikum” masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan “(QS. An Naml : 32), atau malaikat itu datang dengan mengatakan “hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoinya “( QS. Al Fajr : 27). Orang yang banyak dosa akan didatangi oleh malaikat dengan sosok yang menakutkan, kasar dan tanpa mengucapkan salam kepada orang yang akan mati.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Waspada : Penyataan Allah Bersemayan Di Atas Arsy-Nya

Imam Abu Hanifah (w 150 H) Berkeyakinan "Allah Ada Tanpa Tempat", Tidak Seperti Keyakinan Kaum Wahhabiyyah.. Awas Terkecoh!!

Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah ditanya makna "Istawa", beliau menjawab: “Barang siapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya” (Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini dikutip oleh banyak ulama. Di antaranya oleh al-Imam Abu Manshur al-Maturidi dalam Syarh al-Fiqh al-Akbar, al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam Hall ar-Rumuz, al-Imam Taqiyuddin al-Hushni dalam Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad, dan al-Imam Ahmad ar-Rifa’i dalam al-Burhan al-Mu’yyad).

Di sini ada pernyataan yang harus kita waspadai, ialah pernyataan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Murid Ibn Taimiyah ini banyak membuat kontroversi dan melakukan kedustaan persis seperti yang biasa dilakukan gurunya sendiri. Di antaranya, kedustaan yang ia sandarkan kepada al-Imam Abu Hanifah. Dalam beberapa bait sya’ir Nuniyyah-nya, Ibn al-Qayyim menuliskan sebagai berikut:

“Demikian telah dinyatakan oleh Al-Imam Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit, juga oleh Al-Imam Ya’qub ibn Ibrahim al-Anshari. Adapun lafazh-lafazhnya berasal dari pernyataan Al-Imam Abu Hanifah...
bahwa orang yang tidak mau menetapkan Allah berada di atas arsy-Nya, dan bahwa Dia di atas langit serta di atas segala tempat, ...
Demikian pula orang yang tidak mau mengakui bahwa Allah berada di atas arsy, --di mana perkara tersebut tidak tersembunyi dari setiap getaran hati manusia--,...
Maka itulah orang yang tidak diragukan lagi dan pengkafirannya. Inilah pernyataan yang telah disampaikan oleh al-Imam masa sekarang (maksudnya gurunya sendiri; Ibn Taimiyah).

Inilah pernyataan yang telah tertulis dalam kitab al-Fiqh al-Akbar (karya Al-Imam Abu Hanifah), di mana kitab tersebut telah memiliki banyak penjelasannya”.

Jumat, 24 Oktober 2014

Keutamaan Mempunyai Anak Perempuan

“Punya Dua Anak Wanita, Bisa Bertetangga Di Surga Dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam”

Untuk bisa bertetangga dengan beliau disurga tidak mudah, bertetangga di Surga tentu berarti masuk Surga yang tertinggi dan derajat tertinggi dengan beliau di Surga. ini perlu amalan yang agak banyak dan ikhlas.

contohnya kisah sahabat yang ingin bertetangga dengan beliau di surga, tetapi beliau berkata agar sahabat memperbanyak amalannya.

berikut haditsnya.

Dari Robi’ah bin Ka’ab Al Aslami radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِى « سَلْ ». فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِى الْجَنَّةِ. قَالَ « أَوَغَيْرَ ذَلِكَ ». قُلْتُ هُوَ ذَاكَ. قَالَ « فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ »

“Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendatangi beliau dengan membawakan air wudhu dan memenuhi hajat beliau. Lantas beliau bersabda, “Mintalah.” Aku berkata, “Aku meminta padamu supaya dapat dekat denganmu di Surga (kelak).” Beliau berkata, “Atau ada selain itu?” Aku menjawab, “Itu saja yang aku minta.” Beliau bersabda,
“Tolonglah aku dengan engkau memperbanyak sujud.”
(HR. Muslim no. 489).

nah bagi yang sudah punya dua anak wanita, maka kita didik dengan baik, perhatikan dengan benar, karena mendidik anak wanita untuk berhasil dalam agama menurut penjelasan ulama lebih sulit dari mendidik anak laki-laki, karena sifat dasar wanita yang mudah terpengaruh dan silau dengan gemerlap dunia serta “kebengkokan” mereka, pahalanya bisa bertetangga dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

“Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku” (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau). (HR Muslim 2631)

Tokoh Tenaga Medis Di Zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Jika kita menilik kembali sejarah, maka kita bisa menemukan beberapa Sahabat Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam  yang memiliki andil dalam dunia kesehatan. Walaupun di saat itu belum ada yang benar-benar fokus menjadi dokter atau bidan, kemudian membuka praktek khusus dengan plang nama di rumah mereka. Berikut beberapa dari mereka yang memiliki andil dalam dunia kesehatan.

1.     ’Aisyah binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha

‘Aisyah adalah sosok wanita yang cerdas. Kecerdasan beliau diakui oleh banyak para sahabat dan murid-murid beliau.

Az-Zuhri Berkata :
“Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengan ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Aisyah lebih utama.” (Siyar A’lam An-Nubala’  2/185)

Atha’ berkata :
 “Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Siyar A’lam An-Nubala’  2/185)

Kecerdasan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tercermin dari pintarnya ia juga dalam ilmu kedokteran yang membuat orang lain kagum, ia hanya sekedar mendengar dan menyaksikan tanpa ada yang mengajarkan secara langsung.

Hisyam bin Urwah menceritakan dari ayahnya yang berkata :
“Sungguh aku telah bertemu dengan Aisyah, maka aku tidak mendapatkan seorangpun yang lebih pintar darinya tentang Al Qur’an, hal-hal yang fardhu, sunnah, sya’ir, yang paling banyak meriwayatkan, sejarah Arab, ilmu nasab, ilmu ini, ilmu itu dan ilmu qhadi dan ilmu kedokteran, maka aku bertanya kepada beliau, “Wahai bibi, kepada siapa anda belajar tentang ilmu kedokteran?” Maka beliau menjawab, “Tatkala aku sakit, maka aku perhatikan gejala-gejalanya dan aku mendengar dari orang-orang menceritakan perihal sakitnya, kemudian aku menghafalnya.” ( Hilyatul Auliya’ 2/49)

Suatu saat Hisyam bin Urwah berkata kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha :
 “Wahai ibu (ummul mukminin), saya tidak heran/takjub engkau pintar ilmu fiqh karena engkau adalah Istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anak Abu Bakar. Saya juga tidak heran/takjub engkau pintar ilmu Sya’ir dan sejarah manusia (Arab) karena engkau adalah anak Abu Bakar dan Abu bakar adalah manusia yang paling pandai (mengenai sya’ir dan sejarah Arab). Akan tetapi saya heran/takjub engkau pintar ilmu kedokteran, bagaimana dan darimana engkau mempelajarinya?

Jumat, 17 Oktober 2014

Perbedaan Niat Imam Dan Makmum Masbuk

Fenomena yang sering menimbulkan pertanyaan dikalangan kaum muslimin Indonesia adalah manakala seorang sholat sunnah sendiri, misalnya sholat sunnah ba'diyah, atau sholat fardlu sendiri kemudian datanglah seseorang yang bermakmum kepadanya dengan menepuk pundak si mushalli pertama, sahkah sholat seperti ini? Permasalahan ini dalam kitab fikih dibahas dengan judul perbedaan niat imam dan makmum. Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara sholat seperti itu.

Pendapat pertama adalah madzhab Syafi'I
mengatakan bahwa sah sholat jamaah dengan perbedaan niat imam dan makmum secara mutlak. Jadi meskipun imam sholat sunnah dan makmum sholat fardlu, imam sholat dhuhur dan makmum sholat ashar, imam sholat ada' dan makmum sholat qadla, semuanya sah, asalkan format sholat imam dan makmum sama. Kalau formatnya beda, maka tidak sah, seperti misalnya imam sholat gerhana dan makmum sholat isya', maka tidak diperbolehkan. Madzhab Syafi'I ini merupakan madzhab yang paling longgar.

Pendapat kedua adalah madzhab Maliki
yang mengatakan tidak sah sholat imam dan makmum yang berbeda niatnya, secara mutlak. Mereka yang sholat fradlu tidak boleh bermakmum dengan imam yang sholat sunnah, begitu makmum sholat dhuhur tidak sah bila imamnya sholat selain fardlu. Ini pendapat paling ketat.

Pendapat ketiga adalah madzhab Hanafi
yang mengatakan bahwa boleh orang sholat sunnah di belakang imam yang sholat fardlu tapi tidak sebaliknya. Begitu juga tidak sah sholat makmum yang berbeda dengan sholat imamnya meskipun sama-sama fardlu.

Dalil-dalil:

Dalil pendapat pertama adalah:
1. Hadist riwayat Syafi'I dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah s.a.w. keluar untuk mendamaikan satu persengketaan di Bani Sulaim, lalu beliau membagi sahabatnya menjadi dua kelompok, kemudian beliau sholat mengimami dengan kelompok satu, kemudian sholat lagi mengimami dikelompok kedua. Diriwayatkan itu sholat maghrib.
Sangat jelas pada hadist tersebut bahwa Rasulullah mengimami kelompok kedua, padahal beliau telah sholat di kelompok pertama. Berarti sholat Rasulullah sunnah dan sholat makmum fardlu.
2. Hadist riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Suatu hari Muadz sholat bersama Rasulullah s.a.w. lalu ia datang ke kaumnya lalu ia mengimami kaumnya sholat Isya' dengan membaca surat Baqarah, lalu seorang lelaki keluar dari jamaah dan menyelesaikan sendiri sholatnya. Orang-orang pun menegurnya "Apakah anda orang manafik?", iapun menjawab "Tidak, aku akan adukan masalah ini kepada Rasulullah". Sesampai kepada Rasulullah, orang itu berkata "Wahai Rasulullah, kami orang-orang bekerja siang, Muzdz telah mengimami kami sholat Isya' telah larut dan membaca surat Baqarah".  Ketika Rasulullah mendengar cerita itu, ditegurnya Muad'z "Apakah angkau orang yang suka membuat fitnah? Mengapa tidak kau baca surat Sabbihis dan Wallaili Idza Yaghsyaa".

Hadist ini juga menunjukkan perbedaan sholat imam dan makmum, dimana Muadz telah sholat Isya bersama Rasulullah lalu menjadi imam di kaumnya. Bagi Muadz sholat sunnah dan bagi kaumnya sholat fardlu.

Jumat, 03 Oktober 2014

Orang Yang Bangkrut Di Akherat

Suatu ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya kepada sahabat-sahabatnya, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda".

Kemudian Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakatnya dan pahala hajinya, tapi ketika hidup di dunia dia mencaci orang lain, menuduh tanpa bukti terhadap orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada orang yang di dzaliminya. Semuanya dia bayarkan sampai tidak ada yang tersisa lagi pahala amal sholehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu. dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka."

Kata Rasulullah selanjutnya, “Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.” (HR Muslim no. 6522, At-Tirmidzi, Ahmad dan lainnya).

Mungkin sebagian kita sudah tau, bahwa puasa, zakat, haji (umrah), shalat dan berbagai ibadah kita serta taubat kita bisa menghapus dosa-dosa kita, tapi tidak semua dosa. Kenapa? Karena Ibadah dan taubat itu hanya bisa menghapus dosa kita kepada Allah subhana wa ta’ala dan belum bisa menghapus dosa kita kepada sesama manusia.

Lalu bagaimana kita menghapus dosa kita kepada sesama manusia? Tentu kita harus minta maaf akan kesalahan kita kepada orang yang kita dzalimi. Begitu pun hutang, apabila sampai ajal kita hutang kita kepada orang lain ada yang belum terbayar, maka itu bisa menjadi ganjalan kita di akhirat.

Lalu dijelaskan bahwa apabila sampai ajal kita tiba kita belum sempat minta maaf pada orang yang kita dzalimi atau pun belum sempat membayar hutang kita, maka di akhirat kita harus membayar itu semua. Lalu dengan apa kita harus membayar  pada saudara kita yang kita dzalimi atau hutangi? Tentu tak bisa lagi dengan harta, karena kita mati tidak membawa harta sepeser pun. Ya, kita hanya membawa amal baik dan amal buruk kita di akherat.