Menjadi seorang ibu dirumah, merangkap manager pribadi
dari para suami, memang bukanlah pekerjaan mudah bagi seorang istri. Perlu
banyak tenaga, ketelatenan dan persediaan sabar yang cukup untuk tetap stabil mengatur keuangan apalagi
jika memang kenyataan tengah menempatkan kita ditengah kekurangan. Seribu satu
pemikiran yaitu campuran dari ketelitian, kreativitas, keuletan, kepuyengan dan
rasa syukur di tampilkan demi tetap berputarnya ekonomi keluarga.
Memang, siapa yang dapat dengan mudah berkompromi
dengan perut yang lapar?. Batin kita pun pasti tidaklah tega ketika harus
mendengar rintihan suara kelaparan dan kekurangan dari anak- anak kita. Namun,
marah, protes apalagi sampai memaki suami, tidaklah akan mempermudah jalan
keluar, malah akan semakin menambah masalah, dan dosa pun pasti tercatat untuk
kita.
Bersabar, memang bukan hal yang mudah. Dan akan terasa
lebih berat terutama bila seorang istri hanya selalu dan selalu mengingat
kekurangan dan kejelekan suami serta alpa nya rasa syukur terhadap apa yang
telah susah payah seorang suami perjuangkan. Dan, cukuplah hadits Rasulullah
shollallohu `alaihi wassalam berikut menjadi nasehat untuk kita para istri,
"Saya melihat neraka yang tidak pernah aku lihat
seperti hari ini. Dan saya melihat penghuni terbanyak dari kalangan
wanita." Mereka (para sahabat) bertanya, "Kenapa wahai
Rasulullah?" Beliau bersabda, "Karena pengingkaran mereka."
Beliau ditanya, "Apakah karena ingkar kepada Allah?" Beliau bersabda,
"Mereka membangkang dan mengingkari kebaikan suami. Jika engkau berbuat
baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang tahun, lalu ia melihat
darimu sesuatu (yang tidak disukai), maka ia berkata, saya belum pernah melihat
darimu kebaikan sama sekali. (Riwayat Bukhari)
Allah akan tersenyum ketika melihat seorang istri yang
selalu mendampingi suami tidak hanya saat suaminya bersuka cita. Mulianya
seorang istri justru terlihat ketika dia pun setia mendampingi di saat suaminya
berduka atau ditimpa kesusahan. Keteduhan jiwa sang istri akan tampak nyata
ketika dia berusaha menghiburnya, dan mendorongnya untuk kembali bersemangat.
Kalau bukan anda, siapa lagi. Itulah sebuah pelajaran berharga yang dicontohkan
Ummul Mukminin Khadijah, yang berusaha menghibur dan menenangkan hati
Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam ketika pertama kali menerima wahyu.
Memanglah seorang laki- laki diciptakan kuat untuk
menghadapi tantangan yang lebih berat di luar. Merekapun dilengkapi Allah
dengan rahmat logika yang lebih kuat. Namun begitu, mereka tetaplah manusia
biasa. Suamipun kadang diuji dalam pekerjaannya. Misalnya usahanya bangkrut,
dan orang-orang yang dulu menjalin hubungan kerja sama dengannya, banyak yang
meninggalkannya. Bisa juga ia diuji dengan suatu penyakit yang cukup parah,
sehingga banyak orang meninggalkannya. Sebagai seseorang yang digambarkan
sebagai separuh jiwanya, seorang istri yang baik dan setia, akan tetap
menemaninya, dan tidak meninggalkannya di saat orang lain berbuat demikian
terhadapnya. Sebagaimana yang dialami Nabi Ayyub alaihis salam
Nabi ayub dahulunya kaya raya, tapi Allah kemudian
mengujinya dengan kemiskinan dan penyakit. Namun sang istri tetap setia dan tak
kenal penat, meladeni nabi Ayub yang sedang sakit itu dengan segala kasih mesra
dan dengan bersusah-payah. Segala kesakitan yang diderita Nabi Ayub,
seakan-akan dia sendiri ikut menderitanya pula. Nabi Ayub tetap dihibur dan
diladeninya. Hal ini menunjukkan keimanan seorang isteri yang kuat dan teguh.
Hari- hari mereka selanjutnya penuh dengan penderitaan, bahkan melonjak lagi,
lebih tinggi dan lebih hebat. Penghinaan dan ejekan pun datang dari orang-orang
bekas kawan dan temannva dahulu ketika Beliau masih kaya raya.
Mereka bukan kasihan dan datang menolong, tetapi
mereka keberatan bila Nabi Ayub dan isterinya tetap berada di rumahnya dan
bertetangga dengan mereka. Mereka bukan hanya merasa jijik saja melihat Nabi
Ayub, tetapi juga takut kalau-kalau penyakitnya yang hebat itu dapat menular
kepada mereka. Dengan tidak menaruh perasaan sedikitpun, mereka mendatangi
istrinya dan berkata: Kami takut kalau penyakitnya Ayub berpindah kepada
anak-cucu kami, sebab itu keluarkanlah Ayub dari sini atau kami akan
mengeluarkannya kalau engkau tidak mau mengeluarkannya.
Mendengar ucapan yang kasar dan menyayat perasaan itu,
sang isteri yang setia itu tetap tabah dalam tangisnya. Dia mengeluarkan
segenap tenaga yang ada padanya, untuk memangku suaminya dan membawanya ke luar
kampung dan tinggal di sebuah pondok yang sudah ditinggalkan orang. Di sanalah
Nabi Ayub beserta isterinya menanggungkan derita lahir dan batin, dengan penuh
kesabaran dan keimanan yang tidak pernah putus.
Untuk penghidupannya, sang istri terpaksa bekerja
memotong-motong roti pada seorang pedagang roti. Setiap petang dia pulang
menjumpai suaminya, dengan membawa beberapa potong roti yang dihadiahkan orang
kepadanya. Tetapi setelah orang ramai tahu, bahwa itu adalah isteri Nabi Ayub,
maka pedagang roti itupun tidak mau dia bekerja lagi sebagai tukang potong
roti, karena kawatir jika penyakit Ayub itu menulari roti yang akan dijualnya.
Karena tidak ada lagi pekerjaan dan makanan, maka
beberapa hari lamanya, baik Nabi Ayub dan istrinya tidak makan dan minum
sedikitpun. Dan ketika mereka sudah tidak tahan menahan lapar dan dahaga, lalu
sang istri minta izin kepada Nabi Ayub untuk pergi berikhtiar mencari makanan
dan minuman. Tidak lama kemudian dia pulang kembali dengan membawa sepotong
roti dan air minum.
Setelah Nabi Ayub melihat sepotong roti segar yang
dibawa isterinya itu, nabi Ayub mengira bahwa isterinya sudah menjual
kehormatan dirinya untuk mendapatkan sepotong roti itu. Lalu sang istri
menceritakan kepada Nabi Ayub, bagaimana caranya ia mendapatkan roti itu: Aku
bukan menjual kehormatan diriku, aku berlindung diri kepada Allah dari segala
perbuatan yang menodai diriku. Roti ini aku dapat dengan menukarkan rambutku
yang panjang.
Melihat kejadian itu, Nabi Ayub sangat sedih hatinya,
lalu dia menangis, bukan menangisi nasibnya, tetapi menangisi rambut isterinya,
karena diantara yang paling menarik hatinya terhadap isterinya adalah rambutnya
yang panjang.
Maka Berkatalah sang istri: Janganlah engkau menangisi
rambutku yang sudah hilang. Rambut itu akan tumbuh kembali dan mungkin akan
lebih indah dari yang sudah hilang itu. Demikianlah katanya menghibur suaminya.
Mendengar jawapan isterinya itu, Nabi Ayub merasa senang hatinya. Dia kembali
bersyukur, bertasbih, bertakbir memuji-muji Allah.
Karena keimanannya kepada Allah dan rasulNya, rahmat
Ilahiyah pun akhirnya turun kpd Ayyub dan juga kpd istrinya, yg tidak
meninggalkan beliau ketika sakit dan tertimpa musibah.Allah mengembalikan
kekayaan dan kesejahteraan kepadanya, seperti semula. Sungguh Allah merahmati
istri nabi Ayub, Dan memuliakannya atas kesabarannya bersama suaminya dan membimbingnya
kpd kemanisan taat dibawah naungan keridhoan Allah ta`ala.
Sungguh, kisah diatas adalah sarat dgn pelajaran
berharga dan ibrah bagi para istri yang memiliki hati nurani, bahwa dunia
adalah ladang akhirat. Selain itu, dalam menemani suami tentulah kita perlu
untuk melatih diri mengendarai kendaraan sabar, tidak berkeluh kesah atas
musibah yg menimpanya, bersungguh2 dalam melaksanakan hak Allah pada dirinya,
dan tdk marah terhadap qadha dan takdir yg terjadi.
Percayalah, ketika para suami kita memiliki kelebihan
rejeki, Insyaallah akan diberikan kepada kita nantinya untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Lihatlah betapa merekapun telah menghabiskan banyak waktunya
untuk keluarga, maka untuk siapa lagi mereka memperjuangkan nafkah keluarga
kalau bukan untuk kita para istri dan anak- anak kita?
Percayalah bahwa dunia ini memang berputar. Mungkin
saat ini kita di bawah, tapi bisa saja suatu saat kita diatas. Dan ketika kita
dibawah, itulah justru kesempatan yang diberikan Allah untuk menunjukkan jati diri
kita, kualitas kita sebagai seorang istri yang senantiasa mendampinginya.
Sehingga kettika tiba waktunya kita harus berada diatas, kepercayaan suami atas
kita insyaAllah tidak akan tergantikan.
Ketika jiwa kita masih berontak dengan berbagai
perasaan was- was, maka yakinlah, bahwa semua di dunia ini, mempunyai waktu
sendiri- sendiri atas mulai atau berakhirnya sesuatu, pun demikian insyaAllah
dengan semua kekurangan yang ada pada kita. Asal kerja keras dan tawakkal tidak
kita pangkas, maka Allah akan selalu menolong hamba- hambanya. Banyak-banyak
bersyukur, Insyaallah Allah akan menambah nikmat-Nya. Sesekali ada baiknya kita
melihat ke bawah, karena betapa banyak orang yang hidupnya jauh lebih susah
dibandingkan kita sekarang.
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil hikmah dari kisah
Salman ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!