Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 15 Juli 2008

Zakat Fitrah Sesuatu Yang Istimewa

Hakikat zakat adalah proses penyucian diri yang berdimensi kemanusiaan. Di satu sisi, zakat merupakan wujud ketaatan pada perintah Allah sebagai konsekuensi pernyataan keimanan. Selain itu juga merupakan penegasan bahwa dalam Islam, setiap ritual selalu mempunyai dimensi sosial yang menyentuh sisi kemanusiaan secara langsung.

Berbicara tentang zakat, ada sesuatu yang special dengan Zakat Fitrah. Berbeda dengan zakat-zakat lainnya yang lebih berfungsi untuk “membersihkan harta”, zakat fitrah adalah satu-satunya zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim untuk “menyucikan jiwa”. Oleh karena itu, zakat fitrah tidak saja diwajibkan bagi mereka yang kaya, akan tetapi juga bagi mereka yang kurang berkecukupan. Jadi meskipun orang itu ‘miskin’ menurut kategori umum, dia tetap wajib membayar zakat fitrah namun dia pun berhak menerima zakat fitrah.

Zakat fitrah selain berfungsi melengkapi puasa Ramadhan, juga berfungsi menyambut lebaran Idul Fitri. Karena itu, fungsi kedua dari zakat fitrah adalah berbagi kebahagiaan dengan fakir miskin. Dua hikmah ini, dengan baik disampaikan oleh Ibn Abbas: “RasululLah men-fardhukan zakat fitrah untuk menyucikan diri seorang yang puasa dari al-laghw dan rafats, dan untuk memberi makan orang-orang miskin.”

Fungsi kedua dari zakat fitrah ini meniscayakan pendistribusian zakat tersebut untuk fakir miskin, agar di hari raya idul fitri mereka juga merasakan kebahagiaan seperti yang lainnya, tidak bersedih karena tidak bisa makan di hari itu. Meskipun di dalam ayat tentang zakat disebutkan ada 8 kelompok mustahiq zakat, namun khusus untuk yang zakat fitrah lebih diutamakan kepada fakir miskin.

Siapa aja yang harus berzakat fitrah?


Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap muslim (laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak) sebagaimana diungkapkan Ibn Umar, dalam riwayat Imam Bukhari: RasululLah men-fardhukan zakat fitrah, satu “shaa” dari kurma, atau satu “shaa” dari biji sya’ir, kepada orang yang bebas dan seorang hamba sahaya (budak), laki-laki dan perempuan, anak-anak dewasa dari mereka yang beragama Islam. Syarat wajib lainnya adalah muslim tersebut sempat menyaksikan Ramadhan dan malam 1 Syawal juga mempunyai kelebihan rizki untuk mengeluarkan zakat fitrah, paling tidak ketika di malam 1 Syawal. So, bayi yang lahir sesaat sebelum maghrib di hari terakhir Ramadhan juga termasuk wajib zakat.

Berapa ukuran zakat fitrah?

Zakat fitrah ini tujuan utamanya untuk mengenyangkan fakir miskin sehari saja, yaitu pada hari raya Idul Fitri. Karena itu besarnya pun tidak seberapa. Diriwayatkan oleh Ibn Umar, ”RasululLah men-fardhukan zakar fitrah dari Ramadhan, satu “shaa” buah korma atau satu “shaa” dari biji sya’iir. ” Hadits ini menjadi pijakan mayoritas ulama dalam menentukan kadar zakat fitrah, yakni satu shaa’ dari makanan pokok setempat.

Berapa satu shaa? Satu shaa sama dengan empat “mud”. Satu mud sama dengan 0. 688 liter. Jadi satu shaa adalah 2. 752 liter. Demikian ukuran yang dapat dilacak dari batasan Nabi. Beliau tidak menggunakan ukuran berat (kilo), tapi volume (liter). Batasan yang demikian ini kemudian memang menyulitkan, karena tidak setiap bahan makan sama beratnya. Dengan asumsi densitas beras lebih besar daripada kurma tentunya satu liter beras akan lebih berat dari satu liter kurma. (belom lagi kalo kurmanya gedhe-gedhe sehingga porositas bulknya besar :))

Maka dapat dimengerti jika ukuran zakat fitrah diperselisihkan di antara ulama. Tapi ada satu hal yang tak perlu diperdebatkan, yakni diperbolehkannnya membayar lebih dari batas ketentuan, bahkan sudah barang tentu dianjurkan.

Bisa ga membayar dengan uang?

Di berbagai negara Islam, zakat fitrah tidak dikeluarkan dari bahan makanan, akan tetapi dari nilai tukar (qiimah) bahan makanan tsb. Selain memudahkan si pembayar zakat, mengeluarkan zakat dalam bentuk nilai juga dipandang lebih bermanfaat bagi fakir miskin. Walaupun pendapat diperbolehkannya membayar nilai tukar hanya diwakili oleh madzhab Hanafi, namun perkembangan di tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa berbagai kalangan justru memilihnya. Sementara madzhab Maliki, Syafii dan Hanbali, yang melarang pembayaran tersebut tidak lagi banyak dijalankan.

Dari sudut pandang fiqih humanis kontemporer, perlu kiranya dipahami bahwa zakat fitrah yang dianjurkan senilai dengan yang dimakan setiap orang dalam sekali makan, memiliki pesan dinamik karena daya konsumsi makan masing-masing orang berbeda. Tentunya tidak adil bila seseorang yang biasa menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk sekali makan hanya membayar zakat fitrah senilai satu shaa bahan makanan. Bukankah dia juga bakal males kalau disuruh makan yang hanya senilai satu shaa bahan makanan?

Kapan musti bayar?

Zakat fitrah diwajibkan untuk menyempurnakan puasa Ramadhan, dan untuk menyambut Idul Fitri. Karena itu, diwajibkan setelah berakhirnya puasa, dan memasuki Idul Fitri. Disunahkan membayarnya pada hari Idul Fitri sebelum salat Id berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., “Rasulullah saw. memerintahkan membayar zakat fitrah sebelum orang berangkat salat.” (H.R. Jamaah).

Sebagian ulama menetapkan permulaan waktu zakat fitrah setelah terbenamnya matahari di akhir Ramadhan, dan sebagian lain menetapkannya setelah terbit fajar di pagi harinya (tgl 1 Syawal). Sementara waktu akhir pembayaran, sebagian ulama menutupnya hingga salat Id, dan sebagian lain memperpanjang hingga sehari penuh di hari lebaran. Pengeluaran zakat setelah itu dianggap qadha, seperti menjalankan salat subuh setelah terbitnya matahari.

Gimana kalo bayar zakat fitrah sebelum berakhirnya bulan Ramadhan?

Diantara ulama yang mempelopori tidak diperbolehkannya pembayaran zakat sebelum waktunya adalah Imam Ibn Hazm. Menurutnya, tak satupun zakat yang diperbolehkan mengeluarkannya sebelum waktu. Memang afdhalnya zakat fitrah dibayarkan setelah berakhirnya bulan puasa dan memasuki Idul Fitri namun pada prakteknya berbagai kalangan sahabat justru tidak melakukannya sehingga pendapat Ibn Hazm banyak ditinggalkan.

Namun begitu, para ulama yang memperbolehkan “ta’jil” (membayar zakat lebih awal dari waktunya) berselisih pendapat mengenai batas waktunya. Imam Syafi’i memperbolehkan pembayaran zakat sejak awal Ramadhan, karena Ramadhan adalah salah satu dari dua sebab zakat. Ahmad bin Hanbal dan Imam Malik membatasinya hanya satu-dua hari menjelang Idul Fitri. Sebagian Malikiyah membatasinya dengan tiga hari menjelang Id. Sebagian Hanabilah, memperbolehkan pembayaran zakat hingga pada pertengahan bulan Ramadhan.

Melihat pendapat-pendapat yang ada ini, mungkin bisa ditawarkan sbb: 1. Panitia bisa memungut harta zakat mulai pertengahan bulan. Lebih mendekati hari raya lebih baik. 2. Harta zakat didistribusikan kepada fakir-miskin (diterima oleh mereka) di hari lebaran, atau menjelang lebaran pada kisaran 1-2-3 hari. Lebih dekat kepada Idul Fitri semakin baik karena tujuan zakat fitrah adalah berbagi kebahagiaan di hari lebaran.

Bolehkah membagikan zakat ke luar daerah dimana zakat dipungut?

Bisa dikemukakan bahwa pola distribusi zakat mengikuti sistem “otonomi daerah”. Harta yang dihasilkan satu daerah pendistribusiannya diutamakan untuk daerah itu sendiri seperti tertuang dalam hadits “Zakat itu diambil dari orang kaya di kalangan mereka dan dikembalikan (dibayarkan) kepada kaum fakirnya”.

Dalam satu riwayat, RasululLah saw. mendelegasikan sahabat Muadz bin Jabal, untuk menarik harta zakat dari orang-orang kaya di daerah Yaman, dan membagikannya kepada kaum fakir miskin di daerah tersebut. Kebijakan RasululLah ini, yang memerintahkan agar membagikan harta zakat kepada fakir-miskin dimana zakat dipungut, juga dijalankan sahabat Muadz saat ia menjadi pejabat di masa Abu Bakar ra dan Umar bin Khaththab ra. Namun pada suatu ketika, di era Umar ra, ia mengirimkan harta zakat ke Madinah, pusat pemerintahan Umar ra. Mula-mula Umar ra menolaknya, namun kemudian menerimanya setelah Muadz ra. menyatakan bahwa dia tidak menemukan seorangpun yang berhak menerima zakat di Yaman.

Riwayat di atas, menjadi rujukan ulama untuk menentukan hukum boleh-tidaknya, dan juga sah-tidaknya, memindahkan harta zakat dari tempat dipungut ke tempat yang lain. Secara umum, bolah boleh saja mengalihkan zakat fitrah ke luar tempat tinggal orang yang mengeluarkannya bila di negeri itu terdapat orang yang lebih membutuhkan dan jika hal tersebut dapat mewujudkan maslahat yang lebih besar bagi kaum muslimin, atau jika lebih dari kebutuhan kaum fakir yang ada di negerinya.

Soooo… gimana dooong?

Skema pembayaran zakat fitrah sebagaimana yang ditawarkan KZIS cabang Belanda yaitu: membayar zakat fitrah di Belanda, tempat dimana kita mukim saat ini, dengan qiimah (nilai tukar) sebesar minimal 8 euro (angka ini merupakan kesepakatan yang diperoleh dari biaya rata2 sekali makan lengkap di Belanda) dan didistribusikan di Indonesia, insyaAllah sah dan sudah tepat. Semoga zakat fitrah kita penuh dengan hikmah. Allahu alam bish shawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!