Apa jadinya kalau aturan
lalu lintas yang ada di jalan raya justru dilanggar oleh bapak-bapak polisi
sebagai pembuat peraturan tersebut. Kelihatannya rambu-rambu yang dibuat itu
memang hanya diperuntukan bagi para pengguna jalan, tapi tidak untuk polisi.
Meski bukan sebagai bentuk pelanggaran, misalnya mobil polisi parkir di
sembarang tempat, motor polisi masuk jalan tol, dan lain-lain. Bagi orang awam
ada penilaian, ternyata polisi sendiri tidak memberikan contoh yang baik.
Tamsil itu sepertinya
pas buat negeri Paman Sam yang saat ini masih dirundung duka pasca tragedi WTC.
Di satu sisi AS menyuarakan diri sebagai polisi dunia. Di sisi lain ia juga
tampil sebagai pihak yang mudah saja melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang sudah disepakati negara-negara di dunia.
Sedikit saja dalam
catatan kita, seperti keengganan Amerika melaksanakan hasil-hasil kesepakatan
dua kontrak politik berskala mondial soal pertahanan dan lingkungan hidup. Pertama, perjanjian Traktat ABM (Anti Ballistic Missile) tahun 1972.
Intinya, negara-negara yang terlibat dalam kontrak itu setuju tidak membangun
sistem pertahanan antirudal nasional dan sistem sejenis di negaranya
masing-masing. Tujuan kesepakatan ini adalah membuat masing-masing pihak tak
dirangsang untuk melakukan serangan pertama. Karena ia tahu, pembalasan musuh
akan menghancurkan dirinya.
Bagi kita yang mengikuti
perkembangan politik luar negeri Amerika, semasa pemerintahan Bill Clinton,
bahkan dipromosikan oleh pemerintahan Presiden George W Bush muncul political
will membangun satu sistem pertahanan yang jelas-jelas tidak diinginkan oleh
banyak negara didunia. Traktat ABM oleh Bush dianggap sudah ketinggalan zaman.
Dalam konferensi pers 12
Juni 2001 lalu, pemimpin AS ini bersama PM Spanyol Jose Maria Aznar, di Madrid
menyatakan bahwa Traktat ABM adalah peninggalan (relic) masa lalu. Ia mencegah
rakyat yang cinta kebebasan menjelajahi masa depan. Meski negara-negara lain
tidak bisa menerima rencana pertahanan tersebut Presiden seakan tidak
menghiraukan dan terus berjalan sendiri.
Kedua, pelanggaran AS terhadap Protokol Kyoto dengan tidak mau
mengurangi emisi gas-gas Rumah Kaca khususnya karbondioksida, yang diyakini
berperan besar dalam terjadinya pemanasan global. Dengan entengnya, Bush
menegaskan bahwa pemerintahannya tetap terikat (comitted) untuk mengurangi
gas-gas Rumah Kaca di AS. Bagi negara-negara lain tidak akan ada gunanya
Protokol Kyoto kalau ternyata negara penyumbang emisi gas terbesar
mengambur-hamburkan gasnya ke atmosfer dunia. Mereka mendesak Bush agar
mengubah pikirannya dan kembali pada Traktat Kyoto untuk urusan pemanasan
global. Lagi-lagi teguran itu tidak memberikan dampak yang berarti bagi
perubahan sikap Bush.
Terkait dengan tragedi
WTC beberapa pekan silam, saya terhenyak membaca judul : "AMERIKA BERHAK
DIDUKUNG", di sebuah media ibukota tulisan seorang aktivis LSM. Walau
secara implisit dinyatakan ia mendukung tindakan Amerika memerangi terorisme,
namun isinya memberi kesan dukungan moral perang terhadap Afganistan (Umat
Islam).
Sejauh yang kita baca di
berbagai media massa soal aksi fantastis meruntuhkan gedung kembar WTC, kecaman
dan kutukan seolah menjadi pendapat umum penduduk dunia. Kupasan yang
sepotong-potong akan berdampak luas kepada masyarakat dunia ihwal peran dan
permainan Amerika yang sering bersikap ambivalensi dalam menyelesaikan
pertikaian antar negara di dunia. Ada kesan dan nyata-nyata disengaja, media
membawa emosi publik bersimpati terhadap AS, untuk bersama perang melawan pihak
yang disebutnya teroris. Mudah ditebak siapa teroris yang dimaksud. Dalam kamus Amerika, tidak ada pengertian
teroris kecuali Islam.
Melihat tayangan live misalnya, saat Boeing 767 perlahan
mendekati gedung WTC kemudian menancap dan bersarang di leher gedung itu,
seketika pesawat meledak menghamburkan bola api raksasa dan kepulan asap hitam.
Tak lama kemudian si burung besi dan gedung jangkung itu ditarik gravitasi bumi
akhirnya rata dengan tanah. Tak habis sampai disitu, tragedi itu menyisakan
cerita getir keluarga korban yang dimuat di sejumlah harian ibukota.
Kita memang sedang
digiring untuk turut menganggap peristiwa itu sebagai aksi biadab serta tidak
berperikemanusiaan. Tetapi, tidak ada kutukan dan hanya sedikit kecaman ketika
si polisi dunia itu membombardir Irak, membiarkan etnic cleansing di Bosnia tahun silam dan yang hingga detik ini
berlangsung memberi kelapangan bagi Israel menduduki Palestina. Sangat kontras.
Walau sejumlah kepala
negara menyatakan kesediaanya menawarkan jasa untuk menumpas teroris, namun sebagian
diantara negara Eropa itu sebenarnya pernah dikecewakan oleh Amerika. Tak pelak
tentu muncul sedikit perasaan lega dalam diri kepala negara yang pernah
dikecewakan, meski tidak nampak secara eksplisit. Perlu diketahui, dalam tata
pergaulan dunia, bagi negara lain dengan klaimnya sebagai polisi dunia Amerika
dikenal sebagai negara yang gemar melanggar perjanjian, susah diberi nasehat,
sok kuasa, merasa paling benar dengan kekuasaan privilese-nya.
Jadi untuk apa mendukung AS ?
Terima
kasih, admin haturkan kepada Iko Musmulyadi yang telah mengirimkan artikel ini untuk
dipublikasikan di blog ruang.berkah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!