Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang
melenyapkan segala macam kelezatan (kematian). (HR. Tirmidzi)
Seorang ulama pernah berkata,
"Selain Allah, sesuatu yang paling sering dilupakan manusia adalah kematian."
Padahal kematian menjadi sebuah fenomena nyata yang selalu disaksikan manusia
dalam kehidupan sehari-harinya. Kematian keluarga, tetangga atau orang-orang
yang tidak kita kenal yang dapat diketahui dari berita-berita kematian di
berbagai media massa,
selalu terjadi setiap saat.
Begitulah kenyataannya,
pengalaman manusia ketika ditinggalkan mati oleh sanak kerabatnya jarang sekali
bisa membuat ia sadar bahwa ia juga akan seperti yang meninggal itu. Ketika ia
turut mengusung keranda, jarang sekali ia merasa bahwa pada suatu saat ialah
akan diusung begitu. Pada saat ia ikut meletakkan atau menyaksikan sang mayit
diletakkan dalam rongga sempit di dalam tanah, ia tidak berfikir bahwa ia juga
nanti pasti akan mengalami hal serupa.
Banyak manusia yang tidak sadar
bahwa detak jantung yang belalu, denyut nadi yang bergetar serta detik-detik
yang terlewat sesungguhnya merupakan langkah-langkah pasti yang akan semakin
mendekatkan kita pada titik takdir kematian. Karena tidak disadari, maka
kematian datangnya tampak selalu mendadak. Banyak terjadi, manusia yang dicabut
nyawanya dalam keadaan sedang bergembira ria. Kemana pun kita berlari, dan di mana
pun kita berada, mati akan datang merenggut. Ini suatu kepastian. Kita hanya
menunggu giliran.
"Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu semua melarikan diri
darinya itu, pasti akan menemui kamu, kemudian kamu semua akan dikembalikan ke
Dzat yang Maha Mengetahui segala yang ghaib serta yang nyata." (QS.
Jum'ah:8).
Dan ketika kematian itu datang,
maka berakhirlah segala kenikmatan yang telah dan tengah dirasakan manusia. Ada orang bijak yang
mengatakan, secara global sesungguhnya Allah hanya memberi satu nikmat saja
kepada manusia, yakni nafas. Begitu nafas itu berhenti, maka berhenti pula
berbagai kenikmatan yang ada.
Itulah sebabnya, mengapa nabi
mengatakan bahwa sesuatu yang bisa memutus segala kenikmatan adalah kematian.
Meskipun secara hakiki hanya Allah yang mencabut semua itu. Anehnya, sesuatu
inilah yang paling sering tidak diingat manusia.
Sebagai Nasehat
Sering kali gebyar kehidupan
duniawi mudah membuat kita terlena. Apalagi ketika begitu semakin banyak
perlengkapan hidup dengan segala macam kemajuan, kemudahan dan kenikmatannya
yang semakin mengepung kita di masa modern ini. Semua itu kerap menggoda dan
melalaikan manusia. Muncullah berbagai prinsip hidup sesat seperti materialisme
(hidup hanya untuk tujuan mencapai kemajuan materi), hedonisme (hidup hanya
untuk mencapai kesenangan), permisivisme (serba membolehkan apa saja) dan
lain-lain yang sejenisnya. Dalam keadaan seperti itu, nasehat dari siapapun
biasanya tak lagi digubris. Tapi ingatlah setiap kita memiliki penasehat yang
sangat ampuh, yaitu kematian.
“Bila sejenak
merenungkan kematian yang sewaktu-waktu pasti akan datang, pasti kita akan
lebih hati- hati dalam melangkah. Cukuplah
kematian itu sebagai penasehat. (HR. Thabrani dan Baihaqi). Maka sudah
semestinya kita senantiasa mengingat akan datangnya musibah terbesar itu.
Seketika itu, semua yang kita miliki akan hilang, harta yang dikumpulkan akan
ditinggalkan, dan bahkan nyawa yang dicintai akan lepas. Melalui pintu mati
kita meninggalkan alam dunia, menuju akhirat. Dengan demikian, orang yang
melalaikan datangnya kematian, berarti kehilangan penasehat terbaiknya.
Kehidupannya akan mudah tergoda dan terperosok dalam kelalaian. Keterlenaannya
mengejar kehidupan dunia, kenikmatan sesaat dan bermegah-megahan membuatnya
lalai mempersiapkan bekal akhirat hingga kematian menjemput. Akibat lalai
dengan nasehat kematian, akhirnya hanya berujung kepada penyesalan abadi di
neraka jahim.”
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin, kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu). (QS. At Takastur: 1- 8).
Manusia Cerdas
Kriteria manusia cerdas yang
sering diinginkan dan dibayangkan kebanyakan orang adalah yang memiliki IQ
tinggi, menguasai iptek, kreatif dan semacamnya. Agar anaknya menjadi seperti
itu orang tua tak segan- segan mengeluarkan biaya tinggi sampai
menyekolahkannya ke luar negeri.
Barangkali bila hidup itu cuma di
dunia saja, gambaran yang demikian itu ada benarnya. Tetapi hidup di dunia ini
hanyalah teramat sangat sebentar dibanding dengan kehidupan abadi di akhirat.
Karena itu kualitas manusia cerdas yang seperti itu belum lengkap. Apa artinya
seorang yang berhasil mengumpulkan berbagai prestasi dunia; harta melimpah
ruah, jabatan berderet-deret bila setelah mati justru sengasara selamanya di
akhirat?
Menurut
Rasulallah SAW, manusia cerdas itu adalah yang terbanyak ingatannya kepada
kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian. Dengan
mengingat mati, kehidupannya di dunia dikelola, tidak hanya sebagai kesenangan
tetapi juga menjadi ladang beramal baik sebanyak-banyaknya. Dengan mengelola
keseimbangan hidup diperolehlah kemuliaan dunia dan keselamatan di akhirat. Dia
sangat menyadari perjalanan di akhirat yang jauh dan abadi tentu membutuhkan
bekal yang jauh lebih banyak lagi dibandingkan di dunia. Karena itu kecerdikan
yang sering dipahami manusia akan bermakna jika diiringi kecerdikan memikirkan
nasib di akhirat.
Secerdas-cerdasnya manusia ialah yang terbanyak ingatannya kepada
kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka
itulah orang yang benar-benar cerdas dan mereka akan pergi ke alam baka dengan
membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat. (HR. Ibnu Majah)
Ringan Beribadah
Orang yang lupa akan kematian
akan terasa berat beribadah karena ia dikejar-kejar kenikmatan duniawi. Baginya
masalah akhirat dianggapnya sia-sia. Kalaupun ada niat beribadah, ditunda-tunda
menunggu nanti kalau sudah tua. Padahal datangnya maut siapa tahu. Bisa jadi
sore atau malam nanti maut datang. Bila sudah saatnya, kita tidak akan mampu
mengundurkannya. Oleh karena itu, janganlah menunda-nunda ibadah. Laksanakanlah
kewajiban beribadah dengan segera seolah maut akan menjemput. Dengan bersikap
demikian, beribadah akan terasa ringan.
Jikalau engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu-nunggu
datangnya waktu sore (untuk mencari bekal kematian) dan jikalau engkau di waktu
sore, maka janganlah menunggu-nunggu datangnya waktu pagi (untuk itu pula).
Ambillah kemanfaatan sewaktu hidupmu ini untuk bekal kematianmu dan sewaktu
masih sehat untuk bekal sakitmu. (HR. Ibnu Hibban).
Menimbulkan Kezuhudan
Hawa nafsu yang cenderung cinta
kemewahan mendorong manusia menjadikan dunia sebagai tujuan. Hati seperti ini
dipenuhi dengan keinginan dan panjang angan-angan tentang kemewahan. Dzikirnya:
uang, uang dan hanya uang. Pikirannya dipenuhi segala macam ketamakan. Sikap
demikian itu membuatnya tidak mau mensyukuri yang sudah ada dan melupakan
akhirat. Hati yang sudah dipenuhi cinta dunia, sulit mengingat Allah, dan
ujung-ujungnya mengarahkan hidupnya menuju neraka.
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan
dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). (QS. An Nazi'aat:
37- 39).
Hawa nafsu yang cinta dunia itu,
hendaklah dikendalikan dengan mengingat mati. Dengan mengingat mati,
angan-angan panjang tentang kemewahan dunia dapat dikendalikan. Ingatlah
pakaian mahal dan indah yang kita banggakan akan ditinggal dan menjadi barang
yang tak berguna di alam kubur sebab pakaian kita hanyalah lembaran kain kafan
saja. Kapling tanah yang luas juga akan berpisah, dan kita menghuni tanah dan
liang sempit yang gelap sendirian. Dengan menyadari kenyataan masa depan yang
akan kita hadapi itu, akan berkuranglah kecintaan kepada dunia sehingga tumbuh
kezuhudan.
Bila cinta dunia membuat
seseorang menjadi budaknya, sikap zuhud justru menjadikan seseorang berdaya
menggunakannya sebagai alat mencari ridha Allah. Harta kekayaannya tidak
menimbulkan kesombongan, tetapi justru membuatnya khawatir kalau- kalau ada hak
fakir miskin belum tertunai. Segeralah ia tunaikan zakat, infaq dan shadaqah
dengan ringan karena menyadari harta yang sesungguhnya bukan yang di dunia ini
tetapi yang sudah di amalkan.
Manfaat lain dengan senantiasa
mengingat mati adalah akan mendorong kita beristighfar, memohon ampun kepada
Allah. Kesadaran akan datangnya kematian yang tidak terduga membuat kita
senantiasa waspada. Hidup kita terkontrol dan tidak lepas kendali. Mengingat
mati dapat menghapus dosa.
Perbanyaklah mengingat kematian, sebab yang sedemikian itu akan
menghapus dosa dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di dunia. (HR. Ibnu
Abiddunya).
Memang mengingat mati membuat
hidup kita bermakna dan jauh dari sia- sia, sedangkan melupakannya hanya akan
mengakibatkan kita tertipu dalam kehidupan dunia yang fana dan membawa
kesengsaraan berkepanjangan di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!