Bila diberi kesempatan sama, perempuan mampu
mengungguli laki-laki. Perlukah saling mengungguli?
Benarkah perempuan emosional dan
lemah akalnya? Pertanyaan itu barangkali sering mengusik benak kaum perempuan.
Sepanjang sejarah memang tidak banyak perempuan yang menjadi pemikir, pemimpin,
kaum ulama, sufi, pahlawan, pemuka dan tokoh masyarakat. Dengan demikian,
secara sepintas akan terlihat sebagai bukti tentang kelemahan kaum perempuan.
Asumsi ini tampaknya banyak dipegang baik oleh kaum laki-laki maupun perempuan
sendiri.
Tentang perbedaan laki-laki dan
perempuan memang sering sekali menjadi perdebatan yang hangat dan tak pernah
usai. Sebagian ada yang mati-matian menyamakan dan mensejajarkan antara
keduanya. Sebagian lagi ada yang secara tegas membedakan dalam berbagai hal,
dan menganggapnya sebagai kodrat atau takdir. Manakah yang benar? Tentu saja
keduanya harus dipandang secara proporsional mana yang berbeda dan mana yang
memiliki kesamaan.
Kesalahan dalam mempersepsikan
persamaan dan perbedaan laki-laki dan perampuan bisa berakibat fatal.
Propaganda yang gencar mengenai kesamaan laki-laki dan perempuan, bisa menjadi
beban dan justru merugikan kaum perempuan itu sendiri. Sedangkan perbedaan yang
digeneralisir dalam semua hal, juga umumnya melemahkan perempuan. Betapa banyak
lebel-lebel yang dilekatkan pada perempuan yang seolah-olah merupakan kodrat
yang umumnya bernada negatif. Selain kurang cerdas dan emosional, perempuan
seringkali dianggap boros, santai, penakut, cerewet, tidak tegas, senang
menggosip, dan lain-lain.
Dua Aliran
Pandangan stereotip terhadap
karakteristik (status dan juga peran) perempuan melahirkan dua aliran besar
(mainstream). Yaitu pertama teori nature
(alam) yang beranggapan bahwa karakter perempuan disebabkan karena faktor
biologis dan komposisi kimia dalam tubuh. Perbedaan tersebut menimbulkan
perbedaan aspek psikologis dan intelektual. Kalau laki-laki dianggap mempunyai
sifat agresif, rasioal, independen, percaya diri, pemberani, maka perempuan
sebaliknya. Menurut teori ini faktor-faktor tersebut menyebabkan problem
ketergantungan. Karena itulah, perempuan dianggap sukar untuk maju dan
berkembang, sehingga kurang memiliki peranan di masyarakat.