Rahim secara bahasa
berarti rahmah yaitu lembut dan kasih sayang. Tarahamal qaumu artinya
s-ling berkasih sayang.
Imam Al-Azhary
berkata yang dimaksud dengan firman Allah:
"Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (Al-Anbiya': 107)
adalah kasih sayang.
Tarahhama 'alaihi berarti mendoakan
seseorang agar mendapatkan rahmat, istarhama berarti memohon-kan rahmat.
Rajulun rahumun (orang laki-laki yang penyayang) dan imra'atun
rahumun (perempuan yang penyayang). Ar-Rahmah fi bani adam, berarti
kelem-butan dan kebaikan hati.
Seseorang dikatakan
dekat dengan kerabat apabila dia telah memiliki kasih sayang dan kebaikan
sehingga menjadi betapa baik dan sayang. Abu Ishaq berkata: Dikatakan paling
dekat rahimnya yaitu orang yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat
hubung-an kerabatnya.
Ar-ruhmu dan ar-ruhumu
secara bahasa adalah ka-sihan dan simpati. Allah menyebut hujan dengan nama
rahmat. Ibnu Sayyidih berkata bahwa yang dimaksud dengan ar-rahim dan ar-rihimu
adalah rumah tempat tumbuhnya anak, dan jamaknya arhaam.
Al-Jauhary berkata ar-rahim
berarti kerabat. Imam Ibnu Atsir berkata bahwa dzu rahim adalah
orang-orang yang memiliki hubungan kerabat yaitu setiap orang yang memiliki
hubungan nasab dengan anda.
Imam Al-Azhary
berkata ar-rahim adalah hubung-an dekat antara bapak dan anaknya dengan
kasih sayang yang sangat dekat.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah,
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling memin-ta satu sama lain, dan
peliharalah hubungan sila-turrahim." (An-Nisa': 1)
Orang Arab
mengatakan: " Saya ingatkan engkau dengan takut kepada Allah dan hubungan
silatur-rahim".
Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menganugerahi umat ini dengan mengutus nabi dari kalangan
mereka sendiri dan menurunkan Al-Qur'an dengan bahasa mereka. Allah berfirman:
"Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin". (At-Taubah: 128).
Dan firman Allah:
"Sesungguhnya Kami
menurunkan berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu
mema-haminya". (Yusuf:
2).
Kitab suci Al-Qur'an
diturunkan bukan hanya sekadar untuk diambil berkahnya dan dibaca, atau hanya
menetapkan masalah tauhid dan aqidah saja, atau menetapkan syari'at saja, akan
tetapi Al-Qur'an datang juga untuk mendidik umat serta agar membentuk
masyarakat dan negara.
Sesungguhnya Islam
memiliki manhaj tersendiri yaitu manhaj Robbani dan Islam sangat memperhatikan
masalah ikatan keluarga setelah menjadikan ikatan utama yaitu ikatan aqidah
sebagai landasan hubungan. Keterikatan dengan keluarga yang saling melindungi
termasuk aturan agama Islam serta merupakan fitrah di dalam jiwa kemanusiaan,
dan Islam mendorong serta membina kuatnya hubungan kerabat kepada tahapan yang
lebih baik. Selagi hubungan keluarga menjadi sarana untuk kepentingan dan
kemaslahatan Islam, maka hubungan kerabat tersebut termasuk sebagai usaha untuk
membentuk masyarakat Islam.
Dan ciri utama orang
mukmin dalam beragama adalah selalu dibuktikan dengan amalan dan perbuatan
bukan hanya sekedar ucapan dan pengakuan. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang". (Al-Balad: 17).
Kata al-marhamah
lebih dalam dari pada rahmah, yang berarti saling berkasih sayang antara
sesama orang-orang yang beriman dan berwasiat agar mereka selalu berkasih
sayang antar sesama mukmin dan bahkan wasiat tersebut dijadikan sebagai
kewajiban bermasyara-kat serta tolong menolong untuk menegakkan wasiat tersebut
di tengah-tengah masyarakat. Dan biasanya lingkungan yang paling tepat dan
sangat subur untuk menumbuhkan wasiat tersebut adalah hubungan kerabat sehingga
Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan
hubungan kerabat sebagai sasaran utama dalam berwasiat untuk saling berkasih
sayang.
Menyambung hubungan
kerabat adalah wajib dan memutuskannya merupakan dosa besar.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang secara sadar menghalalkan
pemutusan hubungan kera-bat tanpa sebab atau ada subhat sedangkan dia tahu
bahwa memutuskan hubungan kerabat adalah haram, maka dia kafir, kekal di Neraka
dan tidak akan masuk Surga selama-lamanya."
Menyambung
silaturrahim mempunyai beberapa tingkatan dan yang paling rendah adalah
menyambung kembali hubungan yang telah putus dengan berbicara atau hanya
sekedar mengucapkan salam supaya tidak masuk ke dalam pemutusan hubungan
kerabat. Jika seseorang menyambung sebagian hubungan kerabat tapi tidak sampai
seluruhnya, maka dia tidak bisa dikatakan memutus hubungan kerabat. Tetapi jika
kurang dari kewajaran yang semestinya dari silaturrahim, maka belum bisa
seseorang disebut menyambung .
Para ulama berbeda
pendapat tentang kerabat yang wajib disambung hubungan silaturrahimnya,
sebagian mereka berpendapat bahwa setiap orang yang ada hubungan mahram,
sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa setiap orang yang ada hubungan kerabat
dengan kita baik berupa hubungan mahram atau yang lainnya, seperti anak
perempuan paman atau bibi. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tentang penduduk Mesir:
"Sesungguhnya
bagi mereka ada hak perlindungan dan kekerabatan". (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga hadits Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
"Sesungguhnya
kebaikan yang terbaik adalah sese-orang bisa menyambung hubungan kerabat dengan
teman bapaknya". (Shahihul Jami', Al-Albani)
Padahal mereka yang
disebutkan dalam hadits di atas tidak memiliki hubungan nasab sama sekali.
Berarti hadits di atas mempunyai makna yang sangat luas yaitu kewajiban
berkasih sayang dan menaruh perhatian kepada sesama umat Islam dan ini sesuai
dengan tun-tutan ajaran dan kenyataan.
KITABULLAH DAN
SILATURRAHIM
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertakwalah kepada Allah,
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling memin-ta satu sama lain, dan
peliharalah hubungan silaturrahim." (An-Nisa': 1).
Keluarga adalah
pondasi utama terbangunnya se-buah lingkungan masyarakat. Dan perekat pertama
hubungan antar manusia adalah perekat hubungan yang bernilai rububiyah yang
merupakan perekat hubungan yang paling dasar. Allah memuji hubungan manusia
karena ikatan kekerabatan. Maka bertakwalah kepada Allah yang kamu saling
berjanji dan berikrar dengan keagungan nama-Nya, kamu saling meminta satu sama
lain dengan kebesaran nama-Nya dan kamu saling bersumpah satu sama lain dengan
nama-Nya. Tumbuh-kanlah nilai takwa di antara kalian agar hubungan kerabat
tetap bersambung dan langgeng. Hubungan kerabat adalah hubungan yang sangat
penting setelah hubungan rububiyah dan perasaan takut kepada Allah. Kemudian,
takut untuk memutuskan silaturrahim, selalu memperhatikan hak-haknya, menjaga
kelestarian hu-bungan jangan sampai menghancurkan dan menganiaya kemesraannya,
jangan sekali-kali mencoba mengusik dan menyentuh keutuhannya. Berusahalah
untuk selalu dekat, cinta, hormat dan memuliakan silaturrahim. Jadikanlah
kerinduan dan keteduhan hidup anda di bawah naungan dan kemesraan silaturrahim,
Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan meng-awasi kamu". (An-Nisa': 1).
Dan Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka
takut kepada Tuhannya". (Ar-Ra'd: 21).
Allah Subhanahu wa
Ta'ala memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang faqir,
hubungan baik dengan tetangga dan hubungan baik dengan kerabat dan sanak
famili. Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk
dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan hancur berantakan, kerusakan
menyebar di setiap tempat, kekacauan terjadi di mana-mana dan gejala sifat
egoisme dan mau menang sendiri akan timbul dalam kehidupan sosial. Sehingga
setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petun-juk, seorang tetangga
tidak tahu hak bertetangga, se-orang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan
sendirian dan hubungan kerabat berantakan, sehingga kehidupan manusia berubah
menjadi kehidupan hewani serba tidak berharga.
Dari Anas bin Malik
berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
yang senang diluaskan rizkinya dan ditunda umurnya, maka hendaklah
bersilatur-rahim". (Muttafaq 'alaih).
BERBUAT
BAIK KEPADA ORANG TUA MERUPAKAN SILATURRAHIM YANG PALING UTAMA
Bersilaturrahim dan
berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketetapan
Kitabullah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala berfirman:
(وَقَضَى
رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا)
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)
Wa Qadha Rabbuka berarti suatu
perintah yang lazim tidak bisa ditawar-tawar lagi dan Alla Ta'budu Illa
Iyahu berarti perintah ibadah yang bersifat individu.
Allah menghubungkan
beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang tua menunjukkan betapa
mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada
orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri orang
tua dengan suka rela mau mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan
membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan
sempurna dari kedua orang tuanya.
Seorang anak selalu
merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya dan tatkala menginjak masa tua
mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa
cepat seorang anak melalai-kan semua jasa-jasa orang tuanya, hanya disibukkan
dengan isteri dan anak sehingga para bapak tidak perlu lagi menasihati
anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya
atas kewajib-an mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dengan
berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada
demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih.
Maka berbuat baik
kepada kedua orang tua menjadi keputusan mutlak dari Allah dan ibadah yang
menempati urutan kedua setelah beribadah kepada Allah.
"Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha-raanmu".
(Al-Isra':
23).
Kibar atau kibarul sin
artinya berusia lanjut, umur sudah mulai menua, punggung sudah mulai
membung-kuk dan kulit sudah mulai keriput. 'Indaka yang berarti
pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan
berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka". (Al-Isra': 23)
Seakan-akan Allah
berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada orang tua! Dengan demikian ayat
tersebut mengajarkan sikap sopan agar seorang anak tidak menunjukkan sikap
kasar serta menyakitkan hati atau merendahkan kedua orang tua.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia".
Ini tingkatan yang
lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak untuk selalu mengucapkan perkataan
yang baik kepada kedua orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta
menghargai.
Allah Ta'ala juga
berfirman:
"Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang".
Seolah-olah sikap
rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut direndahkan sebagai tanda
penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya
diperintahkan kepada kedua orang tua, seba-gai pengakuan tulus atas kebaikan
dan jasa-jasanya.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku kasihilah me-reka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil". (Al-Isra': 24)
Penyebutan kondisi
masa kecil yang lemah yang membutuhkan perawatan dari kedua orang tua
meng-ingatkan kepada kondisi yang sama yang sedang dialami orang tua tatkala
menginjak lanjut usia yang selalu membutuhkan kasih sayang dan perawatan
semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa memberi belas-kasih kepada mereka
berdua sebagai pengakuan atas kekurangan dalam memberi kasihsayang secara
sem-purna dan hanya Allahlah yang bisa memberi kasih-sayang atau perawatan yang
sangat sempurna serta hanya Dialah yang mampu membalas semua kebaikan dengan
sempurna yang tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.
Bukti kasihsayang
Allah banyak sekali yang tampak pada makhluk lain. Suatu contoh cahaya
mata-hari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui
proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman dan
kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai bukti nyata
kasih sayang Allah Rabb semesta alam.
Orang mulia dan baik
kepada kedua orang tua akan selalu tahu kedudukan serta kemuliaan orang tua,
dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia
bersujud dengan ruh dan perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah, dia
mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan.
Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua.
Allah Ta'la berfirman:
"Dan Kami wajibkan manusia
(berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya . Dan jika kedua-nya memaksamu
untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti ke-duanya". (Al-Ankabut: 8).
Orang tua adalah
kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang tidak terhingga dan kasih sayang
yang besar sepanjang masa sehingga tidak aneh bila hak-haknya juga besar.
Seorang anak wajib
mencintai, menghormati dan memelihara orang tua walaupun keduanya musyrik atau
berlainan agama, keduanya berhak untuk diberi kebaik-an dan pemeliharaan bukan
mentaati dan mengikuti kesyrikan atau agamanya. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun." (Luqman
: 14)
Disebutkan
berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang anak agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur'an dan wasiat Rasul shallallahu
'alaihi wasallam dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk berbuat baik
terhadap anaknya kecuali sedikit.
Karena kebaikan dan
pengorbanan orang tua beru-pa jiwa, raga dan kekuatan yang tak terhitung tanpa
berkeluh kesah dan meminta balasan dari anaknya, secara fitrah(naluri) sudah
cukup sebagai pendorong kedua orang tua untuk bersikap demikian tanpa ditekan
dengan wasiat. Adapun anak harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar
senantiasa ingat akan jasa-jasa orang yang selama ini telah mencurahkan jiwa
dan raga serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan mendidiknya. Apalagi
seorang ibu selama mengandung mengalami banyak beban berat sebagaimana firman
Allah Ta'ala (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh
anaknya, dan penderitaan di saat hamil tidak ada yang bisa merasakan payahnya
kecuali kaum ibu juga.
Al-Bazzar meriwayatkan
hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada seorang lelaki yang sedang thawaf
sambil menggendong ibunya, lalu dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam: " Apakah dengan ini saya sudah menunaikan haknya?"
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Belum! Walaupun
se-cuil".
Dari Al-Miqdam
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah
berwa-siat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah
berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu". (Dishahih-kan oleh
Al-Albani dalam Silsilah Shahihah).
Anak adalah bagian
hidup dan belahan hati orang tua, kasih sayangnya mengalir di dalam darah
daging keduanya.
Dari 'Aqra' bin Habis
sesungguhnya dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencium Hasan,
lalu dia berkata: "Sesung-guhnya saya mempunyai sepuluh orang anak dan
saya tidak pernah mencium seorangpun di antara mereka. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya
barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang". (Muttafaq 'alaih)
Al-Ahnaf bin Qais
rahimahullah ditanya tentang masalah sikapnya terhadap anak, maka beliau
menjawab: Anak adalah buah hati, belahan jiwa dan tulang punggung, kita rela
terhina bagaikan bumi rela diinjak demi mereka dan bagaikan langit yang siap
menaungi hidup mereka dan kita siap menjadi senjata pelindung bagi mereka dalam
menghadapi marabahaya. Jika mereka minta sesuatu kabulkanlah dan bila marah
cari sesuatu yang menye-nangkan hatinya, maka mereka akan membalas kasih
sayangmu dan berterimakasih atas setiap pemberian-mu. Janganlah kalian merasa
berat dan terbebani oleh anakmu, sebab mereka akan mengacuhkan hidupmu dan
menghendaki kematianmu serta segan mendekati-mu.
Apabila seorang anak
di mata orang tua keduduk-annya seperti itu, seharusnya anak menempatkan posisi
orang tua tidak kurang dari itu dalam menghormati dan memuliakan orang tua
mereka sebagai bukti balas budi dan pengakuan terhadap kebaikan yang telah
didapat dari orang tua. Di samping tetap melestarikan kewajiban silaturrahim
kepada mereka berdua sesuai ketentuan Kitabullah.
Dari Abu Hurairah
sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tiga macam doa
yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk anaknya, doa orang musafir dan doa
orang yang teraniaya". (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah,
Al-Albani).
Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin untuk ikut serta berjihad, maka
beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah kedua orang
tuamu masih hidup? Dia berkata: "Ya, masih hidup". Beliau
bersabda: "Maka berjihadlah dalam (menjaga) keduanya".
Dari Abu Bakrah
berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maukah
kalian aku ceritakan tentang dosa yang paling besar?" Kami menjawab:
"Ya wahai Rasu-lullah". Beliau bersabda:
"Menyekutukan
Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau waktu itu
bersandar, maka terus duduk dan bersabda: "Ketahuilah, dan perkataan
dusta". (Shahihul Jami')
Dari Abdullah Ibnu
Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Apakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: "Shalat pada
waktunya." Saya bertanya: "Lalu apalagi?" Beliau bersabda: "Berbuat
baik kepada orang tua". Saya bertanya: "Kemudian apalagi?"
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da: "Jihad di jalan
Allah". (Muttafaq 'alaih)
Dari Jabir bin
Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya
saya mempunyai harta dan anak, dan bapak saya meng-inginkan hartaku. Maka
beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Engkau dan
hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).
Dan petunjuk birrul
walidain yang terbaik adalah sikap yang telah ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus
shalatu wa salam sebagai simbol anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.
Nabi Ismail 'alaihi
salam berkata dan ucapannya diabadi-kan dalam firman Allah Ta'ala:
"Ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar". (Ash-Shafaat: 102).
Nabi Nuh 'alaihi
salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan dalam firman Allah Ta'ala:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu
bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh: 28)
Nabi Isa 'alaihi
salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya:
"Dan berbakti kepada ibuku".
(Maryam:
32)
Nabi Yahya 'alaihi
salam juga disifati oleh Allah Ta'ala demikian yang disebutkan dalam
firman Allah:
"Dan banyak berbakti kepada kedua
orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka". (Maryam: 14)
Betapa indahnya bila
seorang muslim bisa mencontoh dan mengikuti jejak para nabi.
WAHAI ANAK-ANAKKU
Wahai anakku siang
malam sepanjang umurku, aku korbankan untukmu agar kalian berbahagia, kedua
orang tuamu letih dan menderita serta hati gundah bila engkau sedang sakit dan
wajahmu pucat. Anakku tercin-ta. Itulah kalimat yang sering diulang-ulang oleh
seorang ibu atau bapak. Wahai seorang anak ingatlah jasa kedua orang tuamu yang
besar tatkala engkau masih berada dalam kandungan, di saat kau masih bayi dan
setelah kau menginjak remaja hingga engkau menjadi orang dewasa. Sekarang tiba
saatnya kedua orang tuamu membutuh-kan kasih sayang dan perhatian darimu.
Sementara engkau hanya sibuk mengurusi isteri dan anak-anakmu hingga orang
tuamu engkau abaikan, padahal orang arab jahiliyah dulu menganggap aib dan
harga diri jatuh jika ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Peribahasa-peribahasa Arab menceritakannya, menuduhnya dengan gambaran yang
sangat jelek sekali bahkan memberinya julukan dengan julukan-julukan yang
sangat keji. Akan tetapi kita membaca banyak cerita di zaman sekarang tentang
cerita anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Abu Ubaidah At-Taimy
dalam kitabnya, Al-'Aqaqah wal Bararah menuturkan beberapa contoh
orang-orang yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan beberapa contoh
orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Seorang dari bani Qurai'
bernama Murrah bin Khattab bin Abdullah bin Hamzah pernah mengejek dan
terkadang memukul orang tuanya, se-hingga bapaknya berkata:
Saya besarkan dia tatkala dia masih
kecil bagaikan anak burung yang baru lahir yang masih lemah tulang-belulangnya.
Induknya yang menyuapi makan sampai
melihat anaknya sudah mulai berkulit sempurna.
Dan contoh lain yang
durhaka kepada orang tua-nya adalah putra Umi Tsawab Al-Hazaniyah, dia durhaka
kepada ibunya karena isterinya selalu menghalangi untuk berbuat baik kepada
ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan kepedihan hati dalam sebuah syair:
Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala
masih seper-ti anak burung, sementara induknya yang menyuapi makanan dan
melihat kulitnya yang masih baru tumbuh.
Setelah dewasa dia merobek pakaianku
dan me-mukul badanku, apakah setelah masa tuaku aku harus mengajari etika dan
adab.
Dan juga Yahya bin
Yahya bin Said, suatu ketika dia pernah menyusahkan bapaknya lalu bapaknya
meng-hardiknya dengan menulis syair:
Semenjak lahir dan masa bayi yang
masih kecil aku mengasuhmu, dan saya selalu berusaha agar engkau menjadi orang
tinggi dan berkecukupan.
Di malam hari engkau mengeluh sakit hingga
tidak bisa tidur. Keluhan itu membuatku gundah dan ketakutan.
Jiwa selalu gelisah memikirkan
keselamatan untuk dirimu, sebab aku tahu setiap jiwa terancam oleh ke-matian.
Contoh-contoh di atas
merupakan sebagian dari beberapa kasus anak durhaka kepada kedua orang tua-nya
yang terjadi pada masa lampau dan sekarang.
Dan di dalam sebagian
lagu-lagu masyarakat jahili-yah dahulu, yang sering para wanita lantunkan
adalah: Ya Allah, apa yang harus saya perbuat terhadap anakku yang durhaka,
di masa kecil aku dengan susah payah membesarkannya, setelah menikah dengan
seorang putri Romawi dia berbuat semena-mena terhadapku. Wanita ini mengadu
kepada Allah terhadap sikap anaknya yang telah diasuh dengan susah payah,
tetapi setelah menikah dengan wanita nasrani Romawi, dia melupakan ibunya.
Adapun contoh
orang-orang yang berbuat baik kepada orang tua antara lain; cerita tiga orang
yang terjebak dalam gua, di antara mereka ada yang mengata-kan: "Tidak ada
cara yang mampu menyelamatkan kalian kecuali bertawassul dengan amal shalih
kalian. Seorang di antara mereka berdo'a: "Ya Allah saya mempunyai dua
orang tua yang lanjut usia dan saya sekeluarga tidak makan dan minum di malam
hari sebelum mereka berdua, pada suatu saat saya pernah pergi jauh untuk suatu keperluan
sehingga saya pulang terlambat dan sesampainya di rumah saya mendapatkan mereka
berdua dalam keadaan tidur. Lalu saya memerah susu untuk malam itu, tetapi
mereka berdua masih tetap tidur pulas, sementara saya tidak suka jika makan dan
minum sebelum mereka. Akhirnya saya menunggu sambil memegang susu hingga mereka
berdua ter-bangun, sampai fajar terbit mereka berdua baru bangun lalu meminum
susu. Ya Allah jika perbuatan yang telah aku kerjakan tersebut termasuk
perbuatan ikhlas karena mencari wajahMu, maka hilangkanlah kesulitan kami dari
batu besar ini, lalu batu itu pun bergeser dari mulut gua.
Masih banyak
contoh-contoh lain tentang orang-orang yang berbakti kepada orang tua baik di
masa lampau maupun sekarang yang tidak mungkin kita ceritakan seluruhnya,
kebaikan tersebut mereka per-sembahkan kepada orang tua sebagai balasan atas
jasa-jasa, perhatian dan pemeliharaan mereka dan sebagai bukti pengakuan tulus
dan akhlak mulia. Ini semua mengharuskan kepada setiap anak untuk mengingat
kebaikan yang selalu mengalir tak ada hentinya hingga akhir hayat.
Sebagian orang-orang
shalih sebelum berangkat kerja ada yang menyempatkan diri singgah ke rumah
orang tuanya sambil mencium tangannya untuk memin-ta restu dan menanyakan
keadaan serta kesehatan mereka. Lalu berangkat ke tempat kerja. Sikap mulia dan
terpuji ini, sangat baik jika dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat.
Imam Muslim
meriwayatkan hadits dari Abu Hu-rairah bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Celakalah,
celakalah".
Beliau ditanya: "Siapa wahai Rasulullah? Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Seseorang yang mendapati orang tuanya, dan
salah satu atau keduanya berusia lanjut, kemudian tidak masuk Surga".
Dari Abdullah bin
Umar berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tiga orang
tidak masuk Surga dan tidak dilihat Allah pada hari Kiamat; Orang yang durhaka
kepa-da orang tua, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts. (HR. Ahmad)
Durhaka kepada orang
tua adalah perbuatan zhalim besar dan sikap tidak tahu diri.
Rasulullah yang
mengajari umat manusia etika dan tata krama mengetahui kedudukan dan fungsi
seorang ibu dan bapak kemudian memberikan petunjuk kepada setiap orang mukmin
agar menjadi umat yang bertang-gung jawab.
Di antara bentuk birrul
walidain setelah orang tuanya meninggal adalah dengan menyambung hubung-an
kerabat dengan teman dan sahabat orang tuanya.
Dari Abdullah bin
Umar berkata sesungguhnya saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
perbuatan yang terbaik adalah me-nyambung hubungan kerabat dengan sahabat orang
tuanya". (Shahihul
Jami', Al-Albani)
Bukti cinta dan
berbakti kepada orang tua adalah menghormati dan menjaga hubungan persahabatan
orang tua dengan teman-temannya. Pada saat seseorang mempererat hubungan
persahabatan dengan teman bapaknya, merupakan bukti dalam berbakti kepada orang
tua dan pertanda hasil baik pendidikan orang tua kepada anak.
Imam Muslim dalam kitab
shahihnya menyebutkan tentang bab keutamaan menyambung hubungan persa-habatan
dengan teman-teman bapak atau ibu. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
perbuatan yang terbaik adalah menyambung hubungan persahabatan dengan saha-bat
orang tuanya".
Dan juga hadits tentang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dalam meng-hormati teman-teman Khadijah setelah
wafatnya.
Para ulama mengatakan
bahwa al-birr bermakna menyambung silaturrahim, menyayangi dan berbuat
ke-baikan serta menjaga persahabatan. Seluruhnya terma-suk bagian inti
kebaikan.
MUTIARA
NASIHAT DALAM SILATURRAHIM
Hiasilah wahai
manusia hubungan kerabatmu dengan ridha Allah, langkah-langkahmu menuju ke
tempat tinggal kerabatmu adalah keberkahan dan derajatmu akan tinggi di sisi
Allah bila engkau melangkahkan kaki untuk bersilaturrahim. Malaikat rahmah
selalu mengiringimu dan merupakan ibadah kepada Allah pada saat engkau
bersilaturrahim serta engkau akan mendapatkan pahala dan pengampunan dari
Allah. Tatkala engkau mengunjungi bibimu yang sedang sakit berarti engkau telah
menghiburnya dan sebagai tanda keberhasilan dalam mendidikmu.
Saudara laki-laki dan
saudara perempuan baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau
sepersusuan, semuanya hendaklah saling menya-yangi, menghormati dan menyambung
hubungan kera-bat baik pada saat berdekatan atau berjauhan.
Hubungan persaudaraan
khususnya antara sauda-ra laki-laki dengan saudara perempuan memiliki sentuhan
yang sangat unik yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang
sangat dalam dan semakin hari semakin bertambah subur walaupun berjauhan jarak
tempatnya.
Wahai saudariku
sekandung, Allah mewasiatkan kepadaku agar aku selalu menyambung silaturrahim,
secara fitrah kita bersaudara dan dengan Kitabullah kita diperintahkan
bersilaturrahim serta Allah mengancam dengan siksa dan celaka bagi orang yang
memutuskan hubungan kerabat.
Dari Jubair bin
Muth'im bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak akan
masuk Surga orang yang memutuskan hubungan kerabat". (Muttafaq 'alaih)
Menyambung
silaturahim dengan paman dan bibi adalah termasuk bagian dari silaturrahim,
berdasarkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Apakah kamu
tidak sadar bahwa paman seseorang adalah saudara bapaknya".
Menyambung hubungan
kerabat dengan anak pe-rempuan dari saudara perempuan termasuk bersilatur-rahim
dengan ibunya dan demikian pula bersilatur-rahim dengan saudara perempuan ibu.
Dari Barra' bin Azib bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Saudara
perempuan ibu (bibi) memiliki keduduk-an seperti ibu". (Muttafaq 'alaih)
Dari Ibnu Mas'ud
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Saudara
perempuan ibu (bibi) adalah ibu". (HR. Ath-Thabrani)
Wanita adalah makhluk
yang lemah dan menjadi kuat karena dengan adanya laki-laki. Pada saat saudara
laki-laki berkunjung ke rumah saudara perempuan, maka dia bergembira dan
berbahagia dengan kunjungan tersebut. Suami dan keluarganya juga ikut
bergembira, dengan rasa bangga saudara perempuan tersebut bercerita kepada
penduduk kampungnya bahwa saudara laki-laki tersebut datang berkunjung untuk
mengetahui keadaan dan kesehatannya dan mereka itulah yang menjadi penopang
hidupnya setelah Allah pada saat-saat susah dan kesulitan.
Betapa lezatnya
makanan yang datang dari sauda-ra, bapak atau paman serta betapa berharganya
hadiah yang datang dari saudara dan kerabat.
Saudara perempuan
tersebut mengungkapkan kegembiraan dengan mengucapkan semoga Allah melu-ruskan
niatmu wahai saudaraku, semoga Allah senan-tiasa memberi keselamatan kepada
kalian dari setiap musibah, saya sangat berbahagia atas kehadiran kalian dan
saya sangat bergembira dan bangga dengan kunjungan kalian di hadapan suami saya
dan keluarga-nya. Wahai saudaraku tatkala kalian masuk ke rumahku seakan
ruangan rumahku bercahaya dan seluruh rahasiaku ingin aku ungkapkan serta
keadaanku ber-ubah semua. Hadiah yang kalian berikan walaupun sederhana akan
tetapi sangat berharga bagiku bukan karena mahalnya akan tetapi pemberian itu
dari tangan kalian. Saya merasa bangga dan mulia dari seluruh manusia di dunia
ini.
Wahai saudaraku,
kunjungan kalian mendatangkan suasana baru bagi hidupku dan saya melihat
ruangan rumahku seakan semakin cerah setelah kedatangan kalian. Kegembiraan
yang tak mungkin dunia memberi-kannya kepadaku dan kebahagiaan seakan aku mampu
memeluk bintang gejora. Tidak ada saat yang paling bahagia dalam umurku tatkala
kalian memuliakan ru-mahku dengan kunjungan kalian.
Ya Allah saya
bersaksi di hadapanMu bahwa sau-dara-saudaraku telah bersilaturrahim, maka
sambunglah ya Tuhan Dzat Yang Maha Penyayang.
Wahai saudaraku,
kalian hanya sekedar menunai-kan kewajiban dan tugas kemasyarakatan, tetapi
saya berbahagia selamanya yang tidak mungkin terhargai oleh apa pun.
Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala menciptakan makhluk sehingga setelah selesai menciptakan mereka,
maka rahim berdiri dan berkata: Ini adalah kedudukan yang tepat bagi orang yang
berlindung dari memutuskan hubungan silaturrahim, Allah Ta'ala berfirman:
"Benar, bukankah engkau senang jika Aku menyambung orang yang menyambung
silatur-rahim dan saya memutus orang yang memutuskan silaturrahim. Dia berkata:
"Ya, Allah Ta'ala berfirman: "Itulah permohonanmu yang Aku
kabul-kan."
Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bacalah jika kalian mau firman
Allah Ta'ala (artinya):
"Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan?" (Muham-mad:
22)
Imam Muslim
meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Rahim
bergantung di 'Arsy, lalu berkata: "Ba-rangsiapa yang menyambungku, maka
Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutus-kanku, maka Allah akan
memutuskannya".
Sesungguhnya
orang-orang yang berakal dan berfikir serta berhati yang jernih akan mampu
mencerna makna nasihat kebenaran dan kemudian menjadi peringatan baginya.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka
takut kepada Rabbnya dan takut kepada hari hisab yang buruk". (Ar-Ra'd: 21).
Inilah sifat seorang
mukmin, setiap apa-apa yang diperintahkan Allah Ta'ala untuk
menghubungkan, maka mereka pun menghubungkan. Mentaati secara sempurna dan
istiqamah di atas kebenaran dan berjalan di atas manhaj Kitabullah dan sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan mampu menyelamatkan kita dari
penyelewengan dan kesesatan.
Orang yang terbiasa
tidak menjaga janji Allah dan tidak istiqamah di atas jalan lurus sesuai
kehendak Allah, maka dia tidak mungkin mampu memegang janji dan ikatan dengan
siapa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!