Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Sabtu, 01 Februari 2014

Kisah Abdurrahman bin Auf r.a

Abdurrahman bin Auf r.a termasuk kelompok delapan yang mula-mula masuk Islam, termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah Saw masuk surga, termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab r.a,  dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah Saw untuk berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup ditengah-tengah masyarakat kaum muslimin.

Namanya pada masa jahiliyah adalah Abdul Amar keturunan Bani Zuhrah, lahir tahun 580 M dan setelah masuk Islam Rasulullah Saw memanggilnya Abdurrahman bin Auf r.a. 

Abdurrahman bin Auf r.a masuk Islam sebelum Rasulullah Saw masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar ash Shidiq r.a masuk Islam. Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam, Abdurrahman bin Auf r.a tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy, tetapi dia sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Dia menghindari dari kekejaman kaum Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Nabi Muhammad Saw. Kemudian dia turut pindah (hijrah) ke Habasyah bersama-sama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum Quraisy yang senantiasa menerornya.

Tatkala Rasulullah Saw dan para sahabat beliau diijinkan Allah Swt untuk hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah Swt dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah Saw mempersaudarakan orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf r.a dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ al Anshari .

Pada suatu hari Sa’ad berkata kepada saudaranya, Abdurrahman bin Auf r.a, “Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas, dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu diantara kedua kebun itu, kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang diantara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku nikahkan engkau dengan dia.”

Jawab Abdurrahman bin Auf r.a, “Semoga Allah Swt melimpahkan berkah-Nya kepada Saudara, kepada keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada Saudara menunjukkan di mana letaknya pasar Madinah ini.” 

Sa’ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman bin Auf r.a. Maka, mulailah Abdurrahman bin Auf r.a berniaga di sana, berjual beli, melaba dan merugi. Belum berapa lama dia berdagang, terkumpullah uangnya sekadar cukup untuk mahar menikah. Dia datang kepada Rasulullah Saw memakai harum-haruman. Beliau menyambut kedatangan Abdurrahman bin Auf r.a seraya berkata, “Wah, alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman.”
Kata Abdurrahman bin Auf r.a, “Saya hendak menikah ya Rasulullah.”
Tanya Rasulullah Saw, “Apa mahar yang kamu berikan kepada isterimu?”
Jawab Abdurrahman bin Auf r.a, “Emas seberat biji kurma.”
Kata Rasulullah Saw, “Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah Swt memberkati pernikahanmu dan hartamu.”
Kata Abdurrahman bin Auf r.a, “Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka dibawahnya kudapati emas dan perak.”


Dalam Perang Badar, Abdurrahman bin Auf r.a turut berjihad fi sabilillah, dan dia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah Swt, antara lain Umair bin Utsman bin Ka’ab bin Auf At Taimy. Dalam Perang Uhud, dia tetap teguh bertahan di samping Rasulullah Saw, ketika tentara muslimin banyak yang meninggalkan medan laga. Ketika selesai perang dan kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman bin Auf r.a mendapatkan hadiah sembilan luka parah menganga di tubuhnya dan dua puluh luka kecil. Walau luka kecil, namun di antaranya ada yang sedalam anak jari. Sekalipun begitu, perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman bin Auf r.a di medan tempur jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda. 

Pada suatu hari Rasulullah Saw berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri ditengah-tengah para sahabat. Beliau berkata, “Bersedekahlah tuan-tuan! Saya hendak mengirim satu pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan Rasulullah Saw tersebut, Abdurrahman bin Auf r.a bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan Rasulullah Saw ditengah-tengah kaum muslimin. Katanya, “Ya Rasulullah! saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah Swt dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya.”

Lalu uang yang dibawa dari rumah itu diserahkan kepada Rasulullah Saw dua ribu.
Sabda Rasulullah Saw, “Semoga Allah Swt melimpahkan berkah-Nya kepadamu terhadap harta yang kamu berikan dan semoga Allah Swt memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu.” 

Ketika Rasulullah Saw bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk, beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu tentara Rum cukup banyak. Disamping itu, Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak diantara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah Saw menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak terima itu terkenal dengan nama “Al Bakkaain” (orang yang menangis) dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan “Jaisyul ‘Usrah” (pasukan susah).

Karena itu, Rasulullah Saw memerintah kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi sabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman bin Auf r.a turut memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab r.a berbisik kepada Rasulullah Saw, “Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak meninggalkan uang sedikit juga untuk isterinya.”
Rasulullah Saw bertanya kepada Abdurrahman bin Auf r.a, “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk isterimu?”
Abdurrahman bin Auf r.a menjawab, “Ada! mereka saya tinggali lebih banyak daripada yang saya sumbangkan.” 
Tanya Rasulullah Saw, “Berapa?” 
Jawab Abdurrahman bin Auf r.a, “Sebanyak rezeki, kebaikan dan upah yang dijanjikan Allah.” 

Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah Swt memuliakan Abdurrahman bin Auf r.a dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah Saw terlambat hadir. Maka, Abdurrahman bin Auf r.a menjadi imam shalat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah Saw tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman bin Auf r.a dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad Rasulullah Saw. 

Setelah Rasululalh Saw wafat, Abdurrahman bin Auf r.a bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan “ummahatul mukminin” (isteri-isteri Rasulullah Saw). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman bin Auf r.a turut pula bersama-sama mereka. Dia yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas “Haudaj” (sekedup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman bin Auf r.a. Dia pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.

Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman bin Auf r.a kepada ibu-ibu yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikannya seluruhnya kepada fakir miskin Bani Zuhrah dan kepada para ibu-ibu orang mukmin, isteri Rasulullah Saw. Ketika jatah ibu Aisyah r.ha. disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buat saya?”
Orang itu menjawab, “Abdurrahman bin Auf.”
Aisyah r.ha berkata, Rasulullah Saw pernah bersabda, “Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar.”

Begitulah do’a Rasulullah Saw bagi Abdurrahman bin Auf r.a. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan berkah-Nya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman bin Auf r.a menjadi orang terkaya diantara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah dagangnya terus-menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.

Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman bin Auf r.a terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Ya! tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh, tidak salah. Semuanya membawa pangan, sandang, dan barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga Aisyah r.ha bertanya, “Suara apa hiruk pikuk itu?”
Dijawab orang, “Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh membawa pangan, sandang serta lainnya. 
Aisyah r.ha berkata, “Semoga Allah Swt melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya).”

Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seorang pembawa berita mengatakan kepada Abdurrahman bin Auf r.a berita gembira yang disampiakan Aisyah, bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga. Serentak mendengar berita itu, bagaikan terbang ia menemuai ibu Aisyah r.ha. Katanya, “Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?” 
Jawab Aisyah r.ha, “Ya, saya mendengar sendiri.” 
Abdurrahman bin Auf r.a melonjak kegirangan. Katanya, “Seandainya aku sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya, kuserahkan untuk jihad fi sabilillah. 
Sejak berita yang membahagiakan itu, Abdurrahman bin Auf r.a pasti masuk surga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan kekayaannya di jalan Allah Swt. Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul pula 40.000 dinar emas. Sesudah itu dia bersedekah lagi 200 uqiyah emas. Lalu diserahkannya pula 500 ekor kuda kepada para pejuang. Sesudah itu 1500 ekor unta untuk pejuang-pejuang lainnya dan tatkala dia hampir meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya. Kemudian diwasiatkannya supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing bekas pejuang Perang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil bagiannya masing-masing. Dia berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga ibu Aisyah r.ha sering mendo’akannya, “Semoga Allah Swt memberikannya minum dengan minuman dari telaga salsabil.”

Disamping itu, dia meningggalkan warisan pula untuk ahli warisnya sejumlah harta yang hampir tidak terhitung banyaknya. Dia meninggalkan kira-kira 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3000 ekor kambing, dia beristri empat orang. Masing-masing mendapatkan pembagian khusus 80.000, di samping itu masih ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dia bagi-bagikan kepada ahli warinsnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan seorang ahli warisnya manjadi kaya raya. 

Begitulah karunia Allah Swt kepada Abdurrahman bin Auf r.a berkat do’a Rasulullah Saw kepadanya semoga Allah Swt memberkatinya dan hartanya. 

Walaupun begitu kaya rayanya, harta kekayaan itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan taqwa. Apabila ia berada ditengah-tengah budaknya, orang tidak dapat membedakan diantara mereka, mana yang majikan dan mana yang budak. 

Pada suatu hari dihidangkan orang kepadanya makanan, padahal dia puasa. Dia menengok makanan itu seraya berkata, “Mushab bin Umair tewas di medan juang. Dia lebih baik daripada saya, waktu dikafani, jika kepalanya ditutup, maka terbuka kainnya. Kemudian Allah Swt membentangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sesungguhnya saya sangat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah Swt memberikannya kepada kita (di dunia ini).”

Sesudah berkata begitu, dia mengangis tersedu-sesudu, sehingga nafsu makannya jadi hilang. Berkatalah Abdurrahman bin Auf r.a dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah Swt kepadanya. Rasulullah Saw, yang ucapannya selalu terbukti benar telah memberinya kabar gembira dengan surga yang penuh dengan kenikmatan. 

Telah turut menghantarkan jenazahnya ke tempatnya terakhir di dunia, antara lain sahabat yang mulia Sa’ad bin Abi Waqqash r.a. Pada shalat jenazahnya turut pula, antara lain, Dzun Nurain r.a, Utsman bin Affan r.a. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. 

Dalam sambutannya antara lain Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Anda telah mendapatkan kasih sayang, dan Anda berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah Swt senantiasa merahmati Anda. Aamiiiiiin!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!