Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 01 Juli 2014

Tauhid Murni, Mencintai Dan Meneladani Ahlul Bait Rasulullah SAW

Suatu hari, Rasulullah SAW bersabda kepada sekumpulan orang, “Barangsiapa berjumpa dengan Allah, dengan ikhlas mengakui keesaan-Nya, dan kesaksiannya atas keesaan Allah itu tidak dicampuri dengan yang lain, pasti akan masuk surga.”

Sayyidina Ali berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah! Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Bagaimanakah mengucapkan kalimat ‘tiada Tuhan selain Allah (la ilaha illallah)’ secara murni? Dan bersaksi atas keesaan Allah tanpa dicampuri sesuatupun? Jelaskanlah kepada kami, agar kami mengetahuinya.”

Rasulullah SAW bersabda, “Benar, jika hatinya terikat dengan dunia, manusia memperolehnya (dunia) dengan jalan yang tidak dibenarkan syariat. Pembicaraan mereka adalah pembicaraan orang-orang yang luhur, namun perbuatan dan perilaku mereka, seperti perilaku orang-orang zalim, dan bila seorang yang bersaksi atas keesaan Allah (dengan mengucapkan la ilaha illallah) sementara berbagai perkara tersebut – terikat dengan dunia, memperoleh dunia dengan cara melanggar syariat, berperilaku  sebagaimana perilaku orang-orang zalim – tak ada pada dirinya, maka ia layak mendapatkan surga.”

Nilai Mencintai Dan Meneladani Ahlul Bait Rasulullah Saw

Muyassir bin Abdul Aziz (seorang pecinta setia Ahlul Bait yang tulus dan murni) mengatakan bahwa dirinya menemui Imam Ja’far al-Shadiq seraya berkata, “Di sekitar rumah saya, ada seorang lelaki yang karena mendengar suaranya, saya terbangun di malam buta untuk menunaikan shalat malam, terkadang ia membaca Al-Quran dan mengulang-ulang bacaan ayat-ayat Al-Quran sambil menangis, dan adakalanya memanjatkan doa diringi rintihan. Saya ingin sekali mengetahui keadaannya. Orang-orang mengatakan bahwa ia sama sekali tidak melakukan dosa apapun (alhasil saya memiliki seorang tetangga yang amat bertakwa).” Imam  ja’far Shadiq bertanya, “Apakah ia juga menerima apa yang engkau yakini (mencintai Ahlul Bait)?” Muyassir menjawab, “Saya tidak menyelidikinya, Allah yang tahu.”

Setelah pertemuan itu, waktu terus bergulir hingga tibalah musim haji di tahun berikutnya. Sebelum berangkat ke Mekah, ia menyelidiki keadaan tetangganya itu. Ternyata, tetangganya itu tidak mencintai Ahlul Bait. Lalu ia pergi menunaikan haji. Sesampainya di Mekah, ia menemui Imam Ja’far Shadiq.

Setelah menanyakan keadaan beliau, ia menceritakan kembali keadaan tetangganya itu yang senantiasa membaca Al-Quran dan berdoa sambil menangis dan merintih. Imam lagi-lagi bertanya, “Apakah ia meyakini apa yang engkau yakini?” saya menjawab, “Tidak.” Imam berkata, “Wahai Muyassir! Tanah manakah yang paling dimuliakan?” Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya, serta keturunannya yang tahu.” Beliau berkata, “Tanah paling mulia adalah tanah yang terletak antara rukn dan maqam (antara Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim). Tanah itu merupakan taman dari taman surga. Begitu pula tanah di antara kubur Rasulullah SAW dan mimbar beliau SAW, juga merupakan taman dari taman surga.”

“Demi Allah, kalau seseorang berumur panjang dan beribadah selama seribu tahun di antara rukn dan maqam dan di antara kubur dan mimbar Rasulullah SAW, lalu dibantai secara zalim dan tanpa dosa di tempat tidurnya, dan dalam keadaan itu ia berjumpa dengan Allah, namun tidak mencintai dan meneladani kami, Ahlul Bait, maka layak bagi Allah untuk memasukkannya ke neraka jahanam.”  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!