Hari-hari ini ummat Islam mendapatkan serangan dari berbagai penjuru,
bukan saja serangan ekonomi, moral dan badai fitnah bom terorisme, tetapi juga
serbuan pemikiran yang membawa kepada pemurtadan.
Salah satu di
antara pemikiran itu adalah inklusivisme teologi, liberalisme atau pluralisme
yang memandang bahwa semua agama adalah sama, atau sama-sama memiliki
nilai-nilai kebenaran, khususnya terhadap agama-agama yang dikenal sebagai
agama samawi yang mempunyai sumber asal kitab suci, yaitu Yahudi dan Nashrani.
Tulisan singkat
ini, ditulis untuk menegaskan kembali padangan aqidah Islam terhadap Yahudi dan
Nashrani yang tidak wajar orang Islam tidak tahu, dalam rangka membentengi
ummat Islam dari serbuan pemurtadan yang kini tengah menjadi-jadi. “Mereka
tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu
dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.
Barangsiapa yang
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka
itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217).
“Mereka ingin
supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu
menjadi sama (dengan mereka). (An-Nisa’: 89).
“Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.” (Al-Baqarah: 120).
Yahudi dan Nasrani Dulu
Yahudi adalah
agama orang-orang Ibrani yang turun temurun dari nabi Ibrahim as. yang dikenal
dengan Asbath (anak cucu) Bani Israil, dimana Allah mengutus Musa as. kepada
mereka, diperkuat dengan Taurat. (WAMY, Gerakan Keagamaan Dan pemikiran).
Kata Yahudi
sendiri, seperti disebutkan Imam Qurthubi, adalah dinisbatkan kepada Yahudza,
anak tertua dari Nabi Ya’qub. (Tafsir Qurthubi). Ada juga yang mengatakan bahwa
kata Yahud berasal dari kata al-huud yang berarti taubat, karena mereka taubat
setelah menyembah patung anak sapi, seperti dalam firman Allah:
“Dan tetapkanlah
untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami bertaubat
(tubnaa) kepada Engkau. (Al-A’raf: 156).
Oleh karena itu,
orang Yahudi pada dasarnya adalah ahli kitab yang bertauhid. Ini adalah
asalnya. Namun setelah itu mereka lebih cenderung pada polyteisme dan
oportunistis.
Setelah mereka
diselamatkan oleh Allah dari cengkeraman Fir’aun, dengan mu’jizat dari Allah
mereka bisa menyeberangi lautan sedang Fir’aun tenggelam. Setelah mereka
mendarat, dan berjumpa dengan kaum yang memiliki berhala-berhala, mereka (Bani
Israil) itu minta kepada Nabi Musa agar mereka juga dibuatkan tuhan-tuhan (yang
bisa disembah). Maka Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum
yang bodoh. Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.” (Lihat: Al-A’raf:
138-140).
Begitu juga
ketika mereka ditinggal Nabi Musa selama empat puluh hari ke gunung Thur untuk
menerima wahyu, mereka membuat patung anak sapi dari emas yang bertubuh dan
bersuara untuk disembah. (QS. 7:146).
Dan ketika Taurat
hilang, sepeninggal Nabi Musa, Ezra-lah yang membuatkan Taurat itu ada kembali.
Oleh sebab itulah maka setelah dibangunnya kembali Haikal Sulaiman, Ezra oleh
mereka disebut Anak Allah. Dialah yang disebut oleh Al-Quran dengan Uzair.
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang
Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan
mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang
terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?”
(At-Taubah: 30).
Sedang Nashrani
adalah agama Masehi yang diturunkan kepada Isa as. untuk menyempurnakan
ajaran-ajaran (risalah) Musa as. yang ada dalam Taurat, ditujukan kepada Bani
Israil, yang menyerukan kepada penghalusan perasaan dan meningkatkan
(mempertinggi) nurani dan jiwa. (WAMY, Gerakan Keagamaan Dan pemikiran).
Imam Qurthubi
menjelaskan, bahwa ada yang mengatakan kata Nashrani berasal dari nama sebuah
desa Naashirah yang ditempati oleh Nabi Isa. Maka Nabi Isa disebut Isa
an-Naashiri, dan para sahabatnya disebut an-Nashaaraa. Ada juga yang mengatakan
bahwa mereka disebut Nashara (satu nasrani) karena mereka saling tolong
menolong satu sama yang lain (linushrati ba’dlihim ba’dlan). Dan ada juga yang
mengatakan mereka sebut Nashara, karena ketika Nabi Isa berkata siapa
penolong-penolongku kepada Allah (man ansharii ilallah)?” Mereka menjawab:
“Kami
penolong-penolong Allah (nahnu ansharullah).” (Lihat QS. 3: 52/ 61: 14).
Maka Nashrani
sebagaimana Yahudi pada dasarnya adalah ahli kitab yang bertauhid. Tetapi
kemudian di antara mereka menjadi kafir dan musyrik setelah aqidah mereka
berubah dari tauhid menjadi trinitas. “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika
mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang
kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah: 73).
Ibnu Umar
berkata: “Aku tidak tahu ada syirik yang lebih besar dari pada ucapannya (orang
nashrani), bahwa tuhan mereka adalah Isa.” (Rawai’ul Bayan, Ash-Shabuni, 1:
536).
Disebutkan dalam
Mausu’ah Muyassarah, bahwa Paulus (Saulus) adalah orang Yahudi jahat yang masuk
Kristen. Dialah yang punya andil besar dalam merusak ajaran agama masehi yang
benar, dengan memasukkannya ide Trinitas, ketuhanan al-Masih, bangkitnya
al-Masih dari kematian (setelah disalib dan dikubur) kemudian naik untuk duduk
di samping Bapaknya. Paulus pula yang membuat khurafat “komuni”, penebusan dosa
yang diadopsi dari filsafat Yunani yang berhalaisme, menyeru kepada ketuhanan
ruhul qudus, tidak perlunya khitan dan membuat kisah tentang juru selamat. Dia
jugalah yang telah merubah agama Masehi yang semula khusus untuk Bani Israil,
menjadi agama untuk seluruh dunia.Paulus telah menulis 14 buah kitab ajaran ,
yang berasal dari 21 risalah yang menjadi kumpulan risalah-risalah yang
dianggap sumber hukum bagi Kristen. (WAMY, Gerakan Pemikiran Dan Keagamaan, 2/hal.
393).
Yahudi Dan
Nashrani Sekarang (Setelah diutusnya Nabi Muhammad)
Sebagaimana yang
telah disebutkan, bahwa baik Yahudi maupun Nashrani pada dasarnya adalah ahlul
kitab yang bertauhid, yaitu bertuhankan Allah Yang Esa. Masing-masing dibawa
tuntunan Nabi Musa dan Nabi Isa, yang dua-duanya adalah ulul ‘azmi minar rusul.
(Lihat QS A;-Ahqaf: 35).
Kendatipun kedua
ummat tersebut sepeninggal Rasulnya masing-masing, telah banyak menyeleweng
dari ajaran yang benar sehingga mereka menjadi kafir dan musrik, namun sampai
dengan diutusnya Nabi Muhammad, Al-Qur’an tidak menafikan bila di antara mereka
ada yang hanif dan beriman secara benar. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya
orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,
hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Al-Baqarah: 62).
Ayat ini
sebagaimana yang disebutkan Ibnu Katsir, diturunkan berkaitan dengan pertanyaan
Salman Al-Farisi tentang pendeta-pendata yang baik yang pernah dia jumpai
bahkan menjadi gurunya dan menasehati agar datang ke Madinah untuk beriman
kepada Utusan Allah yang terakhir, bagaimana sebenarnya nasib mereka itu:
selamat atau celaka? Maka Allah menjawabnya dengan ayat tersebut, yang
menunjukkan bahwa selama bereka beriman dengan benar maka tentu mereka selamat.
Adapun hukum dan
nasib mereka setelah diutusnya Nabi Muhammad, sementara mereka masih tetap
dengan agama mereka dan tidak mengikuti serta tidak beriman terhadap Nabi
Muhammad, maka siapa pun mereka, hukumnya adalah kafir dan celaka (masuk
neraka), kendatipun mereka disebut sebagai ahlul kitab. Ini adalah aksioma
dalam aqidah Islam. Karena setiap orang yang tidak beriman kepada Muhammad
adalah kafir; orang yang tidak beriman kepada Al-Qur’an adalah kafir; orang
yang tidak mau bersyahadat. Maka Allah berfirman dengan sangat jelas tentang
kekafiran kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani) yang bersikukuh tidak mau
mengikuti Nabi Muhammad sama dengan kaum musyrikin yang tidak ahli kitab. “
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni Ahlil Kitab dan orang-orang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk.” (Al-Baiyinah: 6).
Di dalam hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidaklah seorang pun yang
mendengar tentang aku dari ummat ini baik Yahudi maupun Nashrani, lalu tidak
beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk menjadi
penghuni neraka.” (HR. Muslim, no. 218).
Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Di antara yang wajib diketahui adalah bahwa Allah mengutus Nabi
Muhammad Saw. kepada seluruh ummat manusia dan jin. Maka tidak ada seorang pun
baik, manusia maupun jin, kecuali wajib beriman kepada Nabi Muhammad Saw.;
wajib percaya terhadap apa yang diberitakannya, mentaati apa yang
diperintahkannya. Barangsiapa yang yang telah sampai kepadanya bukti nyata
tentang kerisalahannya, lalu tidak beriman, maka dia adalah kafir, baik dia itu
manusia maupun jin.” (Al-Furqan, Ibnu Taimiyah).
Ibnu Katsir
mengatakan, “Siapa saja yang mati setelah diutusnya Nabi Muhammad dalam kondisi
beragama selain agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad maka tidaklah diterima,
sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka
tidaklah diterima darinya, dan jadilah ia termasuk orang-orang yang rugi.”
(Tafsir Ibnu Katsir).
Akhirnya perlu
ditegaskan kembali, dan sekali lagi ini adalah aksioma dalam aqidah Islam,
bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang ada sekarang sebagaimana orang-orang
non Islam yang lainnya adalah kafir, akan kekal di dalam neraka, kecuali bila
mereka bertaubat dan masuk Islam. Dan dalam kaidah Aqidah Islam, orang yang
tidak mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir (seperti kafirnya Yahudi dan
Nashrani sekarang) adalah kafir. “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat
termasuk orang-orang merugi. (Al-Maidah: 5).
“Hai orang-orang
yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 54).
Wallahu
waliyuttaufiiq.
Oleh Muhammad Syamlan, Lc
Ketua DSW PK Bengkulu
Anggota Lembaga Kajian Hukum Islam STAIN Bengkulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!