Alhamdulilahi
Rabbil ‘alamin, wash-shalatu was-salamu ‘alaa Sayyidina Muhammadin wa ‘alaa
aalihi wa shahbihih wa sallam, wa ba’du
Ilmu tajwid
dengan beragam istilah yang ada di dalamnya secara teori itu memang ditulis
bukan di masa Rasulullah SAW. Di masa Rasulullah SAW masih hidup, tiap orang
Arab sudah tahu bagaimana cara membaca atau melafazkan Al-Qur’an dengan baik
dan benar. Bahkan meski orang itu belum masuk agama Islam sekalipun. Sebab
Al-Qur’an memang diturunkan kepada mereka dan dalam bahasa mereka, meski isinya
untuk seluruh manusia sedunia. Maka di masa Rasulullah SAW memang nyaris tidak
dibutuhkan ilmu tajwid.
Ketika agama
Islam melebarkan sayap ke seluruh dunia, lalu orang-orang non Arab masuk Islam
berbondong-bondong, mulailah timbul problem dalam membaca Al-Quran. Lidah
mereka sulit sekali mengucapkan huruf-huruf yang ada di dalam Al-Quran.
Misalnya huruf ‘dhad’ yang ternyata tidak pernah ada di dalam semua bahasa
manusia. Sehingga bahasa arab dikenal juga dengan sebutan bahasa ‘dhad’.
Maka dibutuhkan
sebuah disiplin ilmu tersendiri tentang bagaimana cara membaca Al-Qur’an yang
baik dan benar, sesuai dengan makhraj masing-masing huruf dan sifat-sifatnya.
Juga bagaimana cara melafazhkannya, membacanya dari mushaf dan seterusnya.
Sebab di masa Rasulullah SAW mushaf yang ada masih terlalu sederhana tulisannya.
Kalau bukan orang arab, mustahil ada yang bisa membacanya. Ilmu itu dinamakan
ilmu tajwid yang berfungsi menjelaskan bagaimana cara membaca dan membaguskan
bacaan Al-Qur’an.
Dalam tarikh
Islam, disebut-seubt nama Abul Aswad Ad-Du’ali yang berjasa dalam membuat
harakat (tanda baris) pada mushaf Al-Quran. Juga membuat tanda-tanda berhenti
dalam membacanya (waqaf). Beliau masih termasuk dalam jajaran tabi’in, yaitu
satu lapis generasi setelah shahabat Rasulullah. Disebut-sebut bahwa beliau
melakukannya atas perintah dari Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, para ulama
dari berbagai penjuru negeri Islam mulai berlomba menyempurnakan apa yang telah
beliau rintis. Sehingga akhirnya ilmu tajwid menjadi semakin lengkap hingga
sekarang ini.
Ilmu tajwid bisa
dibedakan berdasarkan praktek maupun teorinya. Yang dimaksud seorang menguasai
ilmu tajwid secara praktek adalah bila seseorang mampu membaca Al-Qur’an dengan
benar sesuai dengan makharijul huruf dan aturan-aturannya. Sedangkan yang
dimaksud dengan menguasai ilmu tajwid secara teori adalah mengetahui
hukum-hukum tajwid lengkap dengan istilah-istilahnya.
Antara keduanya
bisa dikuasai secara terpisah atau bisa menyatu. Misalnya, ada orang yang bisa
membaca Al-Qur’an dengan benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid
meski tidak bisa menerangkan istilah-istilah hukum bacaan itu. Dan sebaliknya,
bisa jadi ada orang yang secara teori paham dan hafal betul semua aturan
teoritis cara membaca Al-Qur’an, tapi giliran disuruh membacanya, bacaannya
justru amburadul dan berantakan.
Sehingga bila
dipisahkan antara ilmu tajwid secara teori dan praktek, maka hukumnya menguasai
ilmu tajwid secara teori adalah sunnah buat setiap muslim. Tapi ilmu itu tetap
sangat berguna untuk mengajarkan cara bacaan, sehingga harus tetap ada sekelompok
tertentu dari umat Islam dengan jumlah cukup dimana mereka menguasai ilmu itu
secara terori dan praktek. Sehingga kedudukan hukumnya bisa mencapai derajat
fardhu kifayah bagi tubuh umat Islam secara kolektif.
Namun menguasai
ilmu tajwid secara praktek wajib hukumnya bagi tiap individu muslim. Dan
seseorang tidak bisa disebut sudah bisa baca Al-Qur’an bila tidak menguasai
ilmu tajwid secara praktek. Allah berfirman,
Berkatalah
orang-orang yang kafir, “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya secara tartil.(Al-Furqan: 32)
Dan bacalah Al
Qur’an itu dengan tartil. (Al-Muzzammil : 4)
Sebagai seorang
muslim, maka kewajiban kita adalah membaca Al-Qur’an persis sebagaimana
dibacakan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Apa yang kita dengar
itulah yang harus diikuti dan dibaca. Lepas dari bagaimana bentuk tulisannya
atau apa nama hukumnya. Sebab tulisan dan istilah hukum bacaannya adalah
sesuatu yang datang kemudian.
Apabila Kami
telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 180).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!