Abu
Lahab adalah putranya Abdul Muththalib namanya Abdul ‘Uzza. Dinamakan Abu Lahab
karena ia kelak akan masuk ke dalam neraka yang
memiliki lahab (api yang bergejolak).Atas dasar inilah Allah subhanahu wa
ta’ala menyebutnya dalam kitab-Nya Al-Qur'an dengan kun-yahnya (yaitu
nama/julukan yang diawali dengan Abu atau Ibnu, atau Ummu bagi perempuan), dan
bukan dengan namanya.
Setiap insan tentu berharap dan
mendambakan kehidupan yang bahagia di dunia dan lebih-lebih di akhirat kelak.
Hal ini tidaklah bisa dicapai kecuali dengan menerima segala apa yang datang
dari Allah subhanahu wa ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan barang siapa menaati Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. ” (Al
Ahzab: 71)
Dan demikian pula sebaliknya,
segala bentuk kehinaan dan malapetaka bersumber dari sikap antipati dan
berpaling dari peringatan Allah subhanahu wa ta’ala dan peringatan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Adalah sunnatullah, tidak ada seorangpun yang
menolak dan mendustakan ajaran yang dibawa oleh para nabi, kecuali ia akan hina
dan binasa.
Allah subhanahu wa ta’ala dengan
tegas menyebutkan dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya telah diwahyukan
kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan
berpaling. ” (Thaha: 48)
Lihatlah kisah umat-umat terdahulu
seperti kaum ‘Ad, Tsamud, Qarun, Fir’aun dan Haman, Allah subhanahu wa ta’ala
telah membinasakan mereka disaat mereka mendustakan dan berpaling dari ajaran
yang dibawa oleh nabi yang diutus kepada mereka. Demikian pula apa yang telah
terjadi pada umat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wa
ta’ala telah menurunkan satu surat khusus yang berisi vonis kebinasaan bagi
para pembangkang dan pengacau dakwah. Surat tersebut adalah Surat Al Masad atau
dinamakan juga dengan surat Al Lahab. Surat ini terdiri atas 5 ayat dan
termasuk golongan surat-surat Makkiyyah.
Sebab
Turunnya Surat Al-Lahab
Suatu hari, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam naik ke bukit Shafa. Beliau naik sampai kepuncaknya, kemudian
berseru, “Ya shabahah!” (kalimat peringatan yang biasa mereka gunakan untuk
mengabarkan akan adanya serangan musuh atau terjadinya peristiwa yang besar).
Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi
wasallam mulai memanggil kabilah-kabilah cabang dari kabilah Quraisy dan
menyebut mereka kabilah per-kabilah, Wahai bani Fihr, wahai Bani Fulan, wahai
Bani Fulan, wahai Bani Abdu Manaf, wahai Bani Abdul Muththalib!” ketika
mendengar (panggilan tersebut), mereka bertanya, siapa yang berteriak-teriak
itu? Mereka mengatakan, “Muhammad. ”
Maka orang-orang pun bergegas
menuju beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai seseorang yang tidak
bisa datang sendiri mengirim utusan untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Ketika mereka telah berkumpul, beliaupun berbicara: “Apa pendapat kalian
seandainya aku beritahukan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda di lembah
bukit ini yang akan menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka
menjawab: “Ya, kami tidak pernah menyaksikan engkau melainkan selalu bersikap jujur.
”
Beliaupun berkata: “Sesungguhnya
aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.
Permisalanku dengan kalian hanyalah seperti seseorang yang melihat pasukan
musuh kemudian bergegas untuk mengawasi keluarganya (mengamati dan melihat
mereka dari tempat tinggi agar mereka tidak didatangi musuh secara tiba-tiba)
karena ia khawatir musuh akan mendahuluinya, maka ia pun berseru, “Ya,
shabahah. ” Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mengajak untuk bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Lalu beliau menjelaskan kepada mereka bahwa kalimat syahadat
merupakan kekuatan dunia dan keselamatan akhirat. Kemudian beliau shalallahu
‘alaihi wasallam memperingatkan mereka agar waspada dari siksa Allah.
Dijelaskan pula bahwa keberadaan
beliau sebagai rasul tidak bisa menyelamatkan mereka dari siksa dan menolong
mereka sedikitpun dari (keputusan) Allah. Beliau memberi peringatan tersebut
secara umum dan khusus. Beliau mengatakan: “Wahai orang-orang Quraisy,
korbankanlah diri-diri kalian karena Allah! Selamatkanlah diri-diri kalian dari
api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat kepada kalian dan
tidak pula manfaat, serta aku tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari
(keputusan) Allah! Wahai Bani Ka’ab bin Luay, selamatkan diri-diri kalian dari
api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa memberi mudharat dan tidak pula
manfaat! Wahai Bani Ka’ab bin Murrah, selamatkan diri-diri kalian dari api
neraka! Wahai Bani Qushay, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka!
Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat! Wahai
bani ‘Abdu Syams, selamatkanlah diri-diri kalian dari api neraka! Wahai bani
Abdu Manaf, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak
bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat! Wahai bani Hasyim, selamatkan
diri-diri kalian dari api neraka! Wahai bani ‘Abdul Muthalib, selamatkan
diri-diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat
dan tidak pula manfaat, serta aku tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari
(keputusan) Allah! Mintalah kepadaku dari hartaku sebanyak yang kalian suka,
namun aku tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari (keputusan) Allah! Wahai
‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari
(keputusan) Allah! Wahai Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththalib (bibi Rasulullah),
aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan) Allah! Wahai Fatimah
bintu Muhammad Rasulullah mintalah kepadaku dari hartaku sebanyak apa yang
engkau mau, selamatkan dirimu dari api neraka, aku tidak bisa menolongmu
sedikitpun dari (keputusan) Allah! Karena kalian memiliki hubungan silaturahmi
maka akan aku basahi dengan airnya (maksudnya akan aku sambung hubungan silaturahmi
tersebut sesuai haknya).
Setelah selesai beliau menyampaikan
peringatan tersebut, orang-orangpun bubar dan bertebaran. Tidak disebutkan
keadaan bahwa mereka menampakkan suatu penentangan ataupun dukungan atas apa
yang telah mereka dengar, kecuali apa yang terjadi pada Abu Lahab.
Ia menemui Nabi dengan nada yang
kasar. Ia berkata, “Celakalah engkau selama-lamanya! Cuma untuk inikah kamu
kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat (artinya):
“Telah celaka kedua tangan Abu
Lahab dan diapun celaka. ” (Al-Lahab:1)
Kandungan surat Al Lahab Ayat
pertama
تَّبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهْبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sesungguhnya dia akan binasa”
Abu Lahab adalah putranya Abdul
Muththalib namanya Abdul ‘Uzza. Dinamakan Abu Lahab karena ia kelak akan masuk
ke dalam neraka yang memiliki lahab (api yang bergejolak). Atas dasar inilah
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya dalam kitab-Nya Al Qur'an dengan
kun-yahnya (yaitu nama/julukan yang diawali dengan Abu atau Ibnu, atau Ummu
bagi perempuan), dan bukan dengan namanya. Juga karena ia lebih tenar dengan
kun-yahnya. Dan juga karena namanya disandarkan kepada nama salah satu berhala
pada zaman itu.
Dia adalah salah satu paman Rasul
yang paling besar permusuhannya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
sejak dikumandangkannya dakwah mengajak beribadah hanya kepada Allah saja. Ayat
ini turun sebagai bantahan kepadanya disaat menolak dan enggan untuk mengikuti
seruan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Mungkin para pembaca
bertanya-tanya, mengapa Allah hanya menyebutkan kedua tangannya saja yang akan
binasa? Jawabannya adalah seperti yang telah dijelaskan dalam kitab tafsir
Adhwa`ul Bayan, bahwa penyebutan tangan dalam ayat ini, masuk dalam kaidah
penyebutan sebagian tetapi yang dimaksudkan adalah keseluruhannya. Hal ini
diketahui dari lafazh setelahnya yaitu “Watabba” artinya: ia (Abu Lahab) telah
binasa.
Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa
ta’ala memaksudkan penyebutan kebinasaan seseorang dengan mencukupkan
penyebutannya pada kedua tangannya. Ya, karena memang kedua tanganlah yang
mempunyai peran besar dalam mengganggu dan menyakiti Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam.
Ayat
kedua
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidaklah berfaedah (berguna) kepadanya
harta bendanya dan apa yang ia usahakan”.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu
menyebutkan: “Tatkala Rasulullah mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada
Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain Allah, berkatalah Abu Lahab:
“Jika apa yang dikatakan putra saudaraku (Rasulullah) adalah benar aku akan
menebus diriku dari azab yang pedih pada hari kiamat dengan harta dan
anak-anakku. ”
Maka turunlah firman Allah Ta’ala
(artinya): “Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan” (Tafsir Ibnu Katsir) Ketika vonis binasa telah disandangnya, maka
tidak bermanfaat lagi apa yang telah diusahakannya dari harta-benda, anak istri,
kedudukan, jabatan dan lain sebagainya dari perkara dunia ini. Allah subhanahu
wa ta’ala menegaskan dalam firman-Nya (artinya): “Dan hartanya tidak bermanfaat
baginya apabila ia telah binasa. ”
Ayat
ketiga
سَيَصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ
“Kelak dia akan masuk ke dalam api
yang bergejolak. ” Kelak ia akan diliputi oleh api neraka dari segala sisinya.
Ayat keempat
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar. ”
Istri Abu Lahab merupakan salah
satu tokoh wanita Quraisy. Namanya adalah Auraa’ binti Harb bin Umayyah
kunyahnya Ummu Jamil, saudara perempuannya Abu Sufyan (bapaknya Muawiyyah).
Sebagaimana suaminya, ia juga merupakan wanita yang paling besar gangguan dan
permusuhannya terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Ia dan suaminya bahu-membahu dalam
permusuhan dan dosa. Ia curahkan segenap daya dan upayanya untuk mengganggu dan
memusuhi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Pernah ia membawa dahan yang penuh
duri, lalu ia tebarkan di jalan yang sering dilalui oleh Rasulullah pada waktu
malam, sehingga melukai beliau dan para shahabatnya.
Ketika mendengar turunnya ayat:
“Telah celaka kedua tangan Abu Lahab. ” Ia pun datang, sambil tangannya
menggenggam batu, ia mencari-cari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Sementara beliau tengah duduk bersama Abu Bakr di dekat Ka’bah. Kemudian Allah
subhanahu wa ta’ala menutup penglihatannya sehingga ia tidak bisa melihat
kecuali Abu Bakr t saja. Maka ia pun bertanya, “Mana temanmu itu (Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam)? Telah sampai kepadaku bahwa dia telah mengejekku
dengan syair. Demi Allah, seandainya aku menjumpainya, sungguh aku akan pukul
mulutnya dengan batu ini. Ketahuilah, demi Allah aku sendiri juga pandai
bersyair. ” Kemudian iapun mengucapkan syair:
Orang tercela kami tentang Urusan
kami mengabaikannya
Dan agamanya kami tidak suka
Lalu ia pun pergi. Maka bertanya
Abu Bakr, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengira bahwa dia melihatmu?”
Kemudian beliau pun menjawab, “Dia tidak melihatku. Allah telah menutupi
pengelihatannya. ”
Maka terkumpullah di punggung
wanita jahat ini dosa-dosa, seolah orang yang mengumpulkan kayu bakar yang
telah mempersiapkan seutas tali di lehernya. Atau ayat ini bermakna pula di
dalam neraka wanita ini membawa kayu bakar untuk menyiksa suaminya sambil
melilitkan dilehernya seutas tali dari sabut.
Sedangkan Ibnu ‘Abbas, Mujahid,
Qatadah dan As-Sa’dy menafsirkan ayat ini dengan namimah. Maksudnya istri Abu
Lahab profesinya sebagai tukang fitnah. Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah
(salah seorang tokoh besar dan ulama` tabi’in) berkata: “Istrinya Abu Lahab
memfitnah Rasulullah dan para sahabatnya kepada musyrikin. ” (Fathul Bari dan
Tafsir Ibnu Katsir)
Ayat kelima
فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدَ
“Yang dilehernya ada tali dari
sabut. ”
Al-Imam Al-Fara mengatakan:
“Al-Masad adalah rantai yang ada di neraka, dan disebut juga tali dari sabut.
(Fathul Bari)
Faidah
Para pembaca yang semoga dimuliakan
Allah, dalam surat Al Masad ini, ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik
darinya, diantaranya:
1. Surat ini merupakan salah satu
tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Dimana Allah menurunkan surat ini dalam
kondisi Abu Lahab dan istrinya masih hidup, sementara keduanya telah divonis
sebagai orang yang akan disiksa didalam api neraka, yang konsekuensinya mereka
berdua tidak akan menjadi orang yang beriman. Dan apa yang dikabarkan Allah
subhanahu wa ta’ala Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib pasti terjadi.
2. Tidak berguna sedikitpun harta
benda (untuk melindungi) seseorang dari azab Allah ketika ia melakukan
perbuatan yang mendatangkan murka Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Haramnya menganggu orang beriman
secara mutlak.
4. Tidak bermanfaat sedikitpun
hubungan kekerabatan seorang musyrik, dimana Abu Lahab adalah pamannya Nabi
tetapi ia di dalam neraka.
Para pembaca yang semoga senantiasa
dirahmati Allah subhanahu wata’ala, mudah-mudahan dengan kita mengetahui tafsir
surat Al Masad ini akan menambah rasa tunduk dan patuh kita kepada Allah
subhanahu wata’ala dan menjadi pendorong bagi kita untuk melaksanakan segala
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Amïn Yä Rabbal ‘Älamïn…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!