Dr. Muhammad Yahya Waloni adalah seorang
mantan pendeta GKI di Papua, Klasis Raja Ampat Sorong Irian Jaya Barat. Beliau
juga pernah menjabat Ketua/Rektor STT Calvinis atau Universitas Kristen Papua
(UKIP) Sorong. Dan pernah ditugaskan oleh pihak Gereja Kristen Pemancar Injil
(GKPI) Tarakan.
Beliau menyelesaikan S1 Teologi STT Calvinis
Ebenheizer Manado 1996. Tahun 2000 menyelesaikan studi S2 Teologi dan program
S3 Filsafat di Institut Theologi Oikumene Imanuel (ITOI) Manado tahun 2004.
Pada hari Rabu, 11 Oktober 2006 beliau
bersama istri dan tiga putranya secara sah memeluk agama Islam.
Sebagai pakar teologi, Pendeta Yahya Yopie
Waloni sangat mengetahui teori-teori yang ada dalam agama Islam. Meskipun masih
beragama Kristen, Yahya memandang teori apa pun yang ada di Islam sangat benar.
Islam pun, mampu menceritakan peradaban dunia dari yang lalu sampai sekarang.
Bahkan, agama Kristen diceritakan pula dalam Islam.
Namun, menurut pria kelahiran Manado tahun
1970 ini, yang paling membuatnya tunduk patuh hingga memutuskan untuk masuk
Islam pada Oktober 2006 adalah Islam menunjuk satu individu yang sangat tepat
untuk menyebarkan ajarannya. "Ada satu individu yang membuat saya tunduk
dan patuh, dia buta huruf tapi bisa menyusun Alquran secara sistematis,"
ujar pria yang mengganti namanya menjadi M Yahya Waloni setelah memeluk agama
Islam itu kepada Republika.
Menurut suami dari Lusiana (33) yang
mengganti namanya menjadi Mutmainnah setelah memeluk Islam itu, dirinya masuk
agama islam karena dari sistematika teori Islam sudah benar. Sebagai
akamdemisi, kata dia, dirinya pun berpikir orang yang sudah memili teori benar
saja bisa salah apalagi yang tidak memiliki teori yang benar. "Orang Islam
yang sudah memiliki teori yang benar saja bisa salah apalagi yang tidak
memiliki teori benar. Jadi, saya mengakui Islam secara teori dan
spiritual," ujar Yahya.
Ketertarikan Yahya untuk masuk Islam, kata
dia, sebenarnya sudah ada sejak kecil, saat berumur sekitar 14 tahun. Pada usia
itu, dirinya sudah ke masjd karena tertarik melihat banyak orang islam
menggunakan pakaian seperti yang digambarkan di agamanya yaitu baju ikhram.
Selain itu, dirinya pun sangat tertarik dengan gendang yang suka dimainkan di
masjid-masjid.
"Saya hanya berani ke masjid satu kali
saja karena ketahuan dan dipukul sampai babak belur oleh bapak saya. Kalau
nekad ke masjid lagi, saya takut bapak saya yang seorang tentara akan
menggantung saya," ujar pria yang memiliki hobi bermain gendang ini.
Namun, sambung pria yang pernah menjabat
Ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong tahun 2000-2004 ini, dari
sekian kejadian yang mendorongnya untuk memeluk Islam adalah pengalaman
spiritual yang dialaminya. "Suatu hari, saya bertemu dengan seorang
penjual ikan, di rumah lama kompleks Tanah Abang, Kelurahan Panasakan,
Tolitoli," ia memulai kisahnya.
Pertemuannya dengan si penjual ikan
berlangsung tiga kali berturut-turut dengan waktu pertemuan yang sama yaitu
pukul 09.45 Wita. "Kepada saya, si penjual ikan itu mengaku namanya Sappo
(dalam bahasa Bugis artinya sepupu). Dia juga panggil saya Sappo. Dia baik
sekali dengan saya," ujar bapak dari Silvana (8 tahun, kini bernama Nur
Hidayah), Sarah (7 tahun, menjadi Siti Sarah), dan Zakaria (4 tahun) ini.
Setiap kali ketemu dengan si penjual ikan
itu, kata Yahya, dirinya berdialog panjang soal Islam. Anehnya, kata dia, si
penjual ikan yang mengaku tidak lulus sekolah dasar (SD) itu sangat mahir dalam
menceritakan soal Islam. Ia makin tertarik pada Islam.
Namun, sejak saat itu, ia tidak pernah lagi
bertemu dengan penjual ikan itu. Si penjual ikan mengaku dari dusun Doyan, desa
Sandana, salah satu desa di sebelah utara kota Tolitoli). "Saat saya
datangi kampungnya, tidak ada satupun warganya yang menjual ikan dengan
bersepeda," tambahnya.
Sejak pertemuannya dengan si penjual ikan
itulah katanya, konflik internal keluarga Yahya dengan istrinya meruncing.
Istrinya, Lusiana tetap ngotot untuk tidak memeluk Islam. Karena dipengaruhi
oleh pendeta dan saudara-saudaranya. "Ia tetap bertahan pada agama yang
dianut sebelumnya. Jadi, kita memutuskan untuk bercerai," katanya.
Namun, sambung dia, tidak lama setelah itu,
tepatnya 17 Ramadan 1427 Hijriah atau tanggal 10 Oktober sekitar pukul 23.00
Wita, ia bermimpi bertemu dengan seseorang yang berpakaian serba putih, duduk
di atas kursi. Sementara, dia di lantai dengan posisi duduk bersila dan
berhadap-hadapan dengan seseorang yang berpakaian serba putih itu. "Saya
dialog dengan bapak itu. Namanya, katanya Lailatulkadar," kata Yahya.
Setelah dari itu, Yahya kemudian berada di
satu tempat yang dia sendiri tidak pernah melihat tempat itu sebelumnya. Di
tempat itulah, Yahya menengadah ke atas dan melihat ada pintu buka-tutup. Tidak
lama berselang, dua perempuan masuk ke dalam. Perempuan yang pertama masuk,
tanpa hambatan apa-apa. Namun perempuan yang kedua, tersengat api panas.
"Setelah sadar, seluruh badan saya,
mulai dari ujung kaki sampai kepala berkeringat. Saya seperti orang yang kena
malaria. Saya sudah minum obat, tapi tidak ada perubahan. Tetap saja
begitu," ujarnya.
Setelah diceritakan ke istrinya, kata dia,
istrinya semakin tidak percaya dan ingin bercerai dengan Yahya. Namun, beberapa
jam kemudian, istrinya menangis karena mimpi yang diceritakan suaminya
kepadanya, sama dengan apa yang dimimpikan. Akhirnya istri saya yang mengajak
segera masuk Islam," katanya.
Akhirnya, kata Yahya, bersama istrinya
memeluk Islam secara sah pada hari Rabu, 11 Oktober 2006 pukul 12.00 Wita
melalui tuntunan Komarudin Sofa, Sekretaris Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama
(NU) Tolitoli. Hari itulah, Yahya dan istrinya mengucapkan dua kalimat
syahadat. "Kekuatan saya, sekarang hanya shalat tahajud malam dan Dhuha
pukul 08.00," ujar mantan Rektor yang UKI Papua ini.
Semoga
Multimedia ini BERKAH dan menambah kuat keimanan kita kepada Allah SWT,
Rasulullah SAW, Kita Suci Al-Qur'an, Qodho dan Qodar Allah SWT, dan
Hari Akhir. Aamiiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!