Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, Dalil-dalil Al Kitab dan As
Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa, (rinciannya sebagai
berikut):
Pertama: Taubat
Hal
ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ
رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Allah Ta’ala
juga berfirman,
أَلَمْ
يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ
الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Tidaklah
mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?”
(QS. At Taubah: 104)
Begitu
pula Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ
الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ
“Dan
Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.”
(QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang
menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa.
Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah)
Sebagaimana
terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إذَا
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ : أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِي
فَقَالَ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ
قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت
ذَنْبًا آخَرَ . فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ
رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي فَلْيَفْعَلْ
مَا شَاءَ قَالَ ذَلِكَ : فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
“Jika
seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul
telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui
bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku
telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun
mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa
lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia
memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni
hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu
bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa
lain yang ketiga atau keempat.” (HR. Muslim no. 2758)
Dalam
shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ
لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمِ يُذْنِبُونَ ثُمَّ
يَسْتَغْفِرُونَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Seandainya
kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan
kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah
berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan
Allah pun pasti akan mengampuni mereka.” (HR. Muslim no. 2749)
Dapat
kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada
Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,
مَا
أَصَرَّ مَنْ اسْتَغْفَرَ وَإِنْ عَادَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Bukanlah
orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan (beristighfar) walaupun
ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.” (HR. Abu
Daud no. 1514 dan At Tirmidzi no. 3559. Hadits ini adalah hadits yang dhoif
karena majhulnya Maula Abu Bakr. Namun hadits ini memiliki penguat (syahid)
dalam riwayat Ath Thobroni tentang do’a, hadits no. 1797, sehingga
kesimpulannya hadits ini hasan. Lihat Takhrij Azh Zhilal, hal. 168)
Sebagian
ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa.
Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar
yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat.
Sedankan istighfar yang tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati
pada sebagian orang yang beristighfar, di mana istighfar mereka di dalamnya
terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada Allah), ada pula rasa ingin
kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-dosanya. Sebagaimana
masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang yang memiliki
kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari
dosa-dosanya yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat
selalu membenarkan) dan ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu
pula dosa seorang pezina yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena
di dalam hatinya ada iman. Masih banyak contoh lainnya selain itu.
Ketiga: Amalan kebaikan sebagai pelebur dosa
Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَقِمِ
الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ
يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (QS. Huud: 114)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إلَى رَمَضَانَ
مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إذَا اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
“Di
antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang
berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan
mengampuni dosa-dosa di antara kedunya asalkan dosa-dosa
besar dijauhi.” (HR. Muslim no. 233, dari Abu Hurairah)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah,
maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan
Muslim no. 760, dari Abu Hurairah )
Dalam
hadits lain, beliau bersabda,
مَنْ
حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوبِهِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa
yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat
kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh
ibunya.”
(HR. Bukhari no. 1521, dari Abu Hurairah)
Dalam
hadits lain disebutkan,
فِتْنَةُ
الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ
وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ
الْمُنْكَرِ
“Keluarga,
harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat (fitnah). Namun
fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum, shadaqah, amr ma’ruf (mengajak
pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran).”( HR. Bukhari
no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna dengan
firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS.
Ath Thagobun: 15) (Lihat Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/194, Asy Syamilah)
Hadits
lain pula,
مَنْ
أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عُضْوًا
مِنْهُ مِنْ النَّارِ حَتَّى فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ
“Barangsiapa
yang memerdekakan seorang budak mukminah, maka Allah akan memerdakan setiap
anggota tubuhnya dari neraka. Sampai pun kemaluannya yang ia memerdekakan, itu
pun akan selamat.” (HR. Bukhari no. 6715 dan Muslim no. 1509)
Hadits-hadits
di atas dan semisalnya terdapat dalam kitab shahih.
Dalam
hadits lain disebutkan pula,
الصَّدَقَةُ
تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَالْحَسَدُ يَأْكُلُ
الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Sedekah
itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan
memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.” (HR. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman )
Yang
menjadi masalah dalam memahami hadits-hadits di atas, ada yang memahami
bahwa amalan kebaikan itu hanya menghapuskan dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa
besar, itu baru bisa terhapus dengan taubat.
Sebagaimana dalam sebagian hadits disebutkan,
مَا
اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
“Selama
seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” Maka kami akan menjawab masalah ini
dari beberapa sisi.
Bahasan bahwa kebaikan tidak selamanya menghapus dosa kecil, bisa
pula dosa besar akan diulas dalam bahasan terakhir dari serial ini karena
membutuhkan bahasan yang panjang dari Ibnu Taimiyah. Insya Allah ...
Inti dari bahasan ini adalah dengan melakukan amalan kebaikan
bisa menghapuskan dosa. Jadi jangan remehkan kebaikan sekecil pun juga. Wallahu
walliyut taufiq.
Keempat: Do’a sesama orang beriman kepada lainnya seperti melalui
shalat jenazah
Dari
‘Aisyah dan Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ إلَّا شُفِّعُوا فِيهِ
“Tidaklah
seorang mayit dishalati oleh sekelompok kaum muslimin yang jumlahnya hingga 100
orang, maka mereka semua akan memberikan syafa’at pada mayit tersebut” (HR.
Muslim no. 947 dan An Nasai no. 1991)
Dari
Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جِنَازَتِهِ
أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاَللَّهِ شَيْئًا إلَّا شَفَّعَهُمْ
اللَّهُ فِيهِ
“Tidaklah
seorang muslim meninggal dunia lalu ia dishalati (dengan shalat jenazah) oleh
40 orang di mana mereka tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa
pun melainkan orang yang dishalati tadi akan mendapatkan syafa’at dari mereka.”
(HR. Muslim no. 948)
Kedua
hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini adalah do’a bagi seorang mukmin
setelah ia mati. Tidak boleh dipahami bahwa ampunan bagi orang mukmin yang
bertakwa ini disyaratkan jika ia menjauhi dosa besar, lalu dosa-dosa kecilnya
saja yang diampuni. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dosa si mayit tadi
diampuni menurut dua kubu yang berselisih (Dua kubu di sini: pertama, yang
menganggap bahwa kebaikan hanya menghapuskan dosa kecil sedangkan dosa besar
harus dengan taubat, dan kedua, yang menganggap bahwa kebaikan itu bisa
menghapus dosa besar sekaligus. Pendapat kedua inilah yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.). Dari sini dipahami pula
bahwa do’a merupakan sebab ampunan bagi si mayit.
Kelima: Amalan kebaikan yang ditujukan untuk mayit
Contohnya
adalah sedekah. Amalan sedekah ini bermanfaat bagi mayit berdasarkan dalil yang
shahih dan tegas serta berdasarkan kesepakatan para ulama. Begitu pula dengan
memerdekakan dan haji bagi si mayit juga bermanfaat. Terdapat hadits shahih
dalam Bukhari-Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa
yang mati dalam keadaan masih memiliki utang puasa,
maka ahli warisnya yang nanti mempuasakan dirinya.” 9 HR. Bukhari no.
1952 dan Muslim no. 1147)
Terdapat
pula hadits semisal itu mengenai puasa nadzar dari riwayat yang lain.
Amalan-amalan tadi tidak bisa kita pertentangkan dengan ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (QS. An Najm: 39)
Hal
ini disebabkan dua alasan:
1.
Telah terdapat dalil-dalil yang shahih yang mutawatir (lewat jalur yang
banyak) ditambah dengan kesepakatan para ulama salaf bahwa seorang mukmin akan
mendapatkan manfaat dari amalan yang bukan ia usahakan. Seperti dari do’a dan
permintaan ampun dari para malaikat padanya sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah Ta’ala,
الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ
بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا
“(Malaikat-malaikat)
yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji
Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang
yang beriman.” (QS. Ghofir (Al Mu’min): 7)
Begitu
pula dengan firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ
“Di
antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai
jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa
Rasul.” (QS. At Taubah: 99)
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَات
“Dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan.” (QS. Muhammad: 19) Seperti juga do’a orang yang
melaksanakan shalat jenazah pada si mayit dan bagi orang –beriman- berziarah ke
kuburnya.
2.
Ayat di atas (surat An Najm ayat 39) secara tekstual tidaklah menunjukkan bahwa
manusia akan mendapatkan manfaat dari hasil usahanya saja. Tidaklah dipahami
bahwa ia tidak memiliki atau tidak berhak selain dari yang ia usahakan atau
usaha orang lain tidak akan ia peroleh manfaatnya. Yang tepat adalah Allah
masih mungkin memberinya manfaat dan rahmat dari amalan orang lain dan itu
tidak menghalangi sama sekali. Sebagaimana Allah merahmati hamba dengan
memberinya sebab agar keluar dari kesempitan. Allah subhanahu wa ta’ala dengan
hikmah dan rahmat-Nya menyayangi hamba dengan sebab yang ia lakukan dan ini
akan mengokohkannya dan semakin merahmatinya. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِدَعْوَةِ إلَّا وَكَّلَ اللَّهُ
بِهِ مَلَكًا كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ :
آمِينَ وَلَك بِمِثْلِ
“Tidaklah
seseorang mendoakan saudaranya dengan suatu do’a melainkan Allah akan mengutus
malaikat yang bertugas ketika ia berdo’a kepada saudaranya, malaikat itu pun
berkata, “Aamiin (semoga Allah kabulkan), engkau pun akan dapat semisalnya.”
(HR. Muslim no. 2733)
Sebagaimana
terdapat hadits, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَى جِنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ ؛ وَمَنْ تَبِعَهَا
حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ ؛ أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
“Barangsiapa
yang shalat jenazah, maka ia akan mendapatkan satu qiroth. Barangsiapa yang
menambah dengan mengikutinya hingga dikuburkan, maka ia akan mendapatkan dua
qiroth. Minimal ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud.” (HR. Muslim no.
945)
Sebagaimana
Allah merahmati orang yang melaksanakan shalat jenazah lantas berdo’a untuk si
mayit, demikian pula si mayit dirahmati dengan do’a orang yang masih hidup
untuknya.
Pembahasan
ini masih dilanjutkan pada pelebur dosa keenam s/d kesepuluh. Semoga Allah
melebur setiap dosa kita dengan taubat, istighfar dan amalan kebaikan. Ya
Allah, terimalah setiap taubat kami.
Wallahu
waliyyut taufiq.
Di
antara sebab dosa bisa lebur adalah berkat syafa'at Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bagi pelaku dosa besar, bisa pula karena musibah yang menimpa
seorang muslim. Dan yang lebih besar dari itu semua adalah karena rahmat dan
ampunan Allah.
Keenam: Syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang
lainnya pada pelaku (dosa besar) di hari kiamat kelak.
Sebagaimana
telah terdapat hadits mutawatir (dengan jalur periwayatan yang banyak) yang
membicarakan tentang syafa’at. Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits yang shahih,
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي
“Syafa’atku
untuk pelaku dosa besar dari umatku.” (HR. Abu Daud no. 4739, Tirmidzi no.
2435 dan Ahmad 3: 213. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih )
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
خُيِّرْت بَيْنَ أَنْ يَدْخُلَ نِصْفُ أُمَّتِي الْجَنَّةَ ؛
وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْت الشَّفَاعَةَ لِأَنَّهَا أَعَمُّ وَأَكْثَرُ ؛
أَتَرَوْنَهَا لِلْمُتَّقِينَ ؟ لَا . وَلَكِنَّهَا لِلْمُذْنِبِينَ المتلوثين
الْخَطَّائِينَ
“Separuh
dari umatku akan dipilih untuk masuk surga atau akan diberi syafa’at. Maka aku
pun memilih agar umatku diberi syafa’at karena itu tentu lebih umum dan lebih
banyak. Apakah syafa’at itu hanya untuk orang bertakwa? Tidak. Syafa’at itu
untuk mereka yang terjerumus dalam dosa (besar).” (HR. Tirmidzi no. 2441,
Ibnu Majah no. 4317 dan Ahmad 2: 75. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani
selain perkataan “قوله لأنها”.)
Dalam
riwayat Tirmidiz, dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’iy, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَانِى
آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبِّى فَخَيَّرَنِى بَيْنَ أَنْ يُدْخِلَ نِصْفَ أُمَّتِى
الْجَنَّةَ وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ وَهِىَ لِمَنْ مَاتَ
لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Ada
yang mendatangiku dari sisi Rabbku, aku disuruh memilih antara memasukkan
separuh dari umatku ke dalam surga atau memilih syafa’at. Aku pun memilih
syafa’at dan ini akan diperoleh oleh orang yang mati dalam keadaan tidak
berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun” (HR. Tirmidzi no. 2441.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ketujuh: Musibah di dunia yang menjadi sebab terhapusnya dosa
Sebagaimana
disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛
وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى - حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا -
إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah
menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek,
kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang) (Kata “وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ”
keduanya adalah penyakit hati. (Lihat Fathul Bari, 10: 106)), kesusahan hati
(Kata “غَمٍّ” termasuk penyakit hati yang berarti
kesempitan (kesulitan) yang diderita hati. Ada ulama yang merinci makna dari
tiga kata “الْهَمّ وَالْغَمّ
وَالْحُزْن”. Kata “الْهَمّ”
muncul dari pikiran yang timbul bentuk menyakiti dari orang lain. Kata “وَالْغَمّ”
timbul pada hati. Sedangkan “وَالْحُزْن” timbul karena sesuatu
yang hilang sehingga membuat susah. (Lihat Fathul Bari, 10: 106)) atau
sesuatu yang menyakiti (Ada yang menyatakan bahwa maksudnya adalah umum.
Ada yang menyatakan khusus pada bentuk menyakiti dari orang lain padanya.
(Lihat Fathul Bari, 10: 106)) sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan
dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
Kedelapan: Ujian di alam kubur, juga siksaan dan kenikmatan yang
menjadi sebab terhapusnya dosa-dosanya.
Kesembilan: Kengerian dan kesulitan pada hari kiamat.
Kesepuluh: Rahmat dan ampunan dari Allah tanpa sebab yang dilakukan
oleh hamba.
Jika
sudah jelas bahwa celaan dan hukuman akan terhindar pada pelaku dosa karena
sepuluh sebab di atas, maka anggapan yang menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku
dosa besar (al kabair) hanya bisa terhapus dengan taubat berarti menyelisihi
keterangan di atas.
Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Syarat
seseorang mendapatkan syafa’at adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim
dalam Madarijus Salikin (1: 341),
فهذه
ثلاثة أصول … لا شفاعة إلا بإذنه ولا يأذن إلا لمن رضي قوله وعمله ولا يرضى من
القول والعمل إلا توحيده واتباع رسوله
“Inilah
tiga ushul …: (1) Tidak ada syafa’at kecuali dengan izin Allah. (2) Tidak
ada izin kecuali pada orang yang Allah ridhoi perkataan dan amalannya. (3)
Tidak ada ridho pada perkataan dan amalan kecuali dengan bertauhid dan
mengikuti ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”
Syarat
pertama adalah untuk syaafi’ (orang yang memberi syafa’at). Syarat kedua
dan ketiga adalah untuk masyfu’ lahu (orang yang diberi syafa’at).
Dalil
yang mendukung tiga syarat di atas,
وَكَمْ
مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ
بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan
berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali
sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)”
(QS. An Najm: 26).
Dalam
hadits, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
قِيلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا
هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلَنِى عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ ،
لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ
قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ »
“Katakanlah
wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu di hari
kiamat nanti?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Abu
Hurairah, aku merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain
engkau. Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang
berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa
ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.” (HR. Bukhari no. 99)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!