Hadits Pertama:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah
berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rozin bin Jami’ Al-Mishri
Abu Abdillah Al-Mu’addal, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam
bin Habib, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thowil, dari
Hamzah Az-Zayyaat, dari Laits bin Abi Saliim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia
berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنَ الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاَثُوْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa berpuasa pada hari
Arofah maka puasa itu akan menghapuskan (dosa-dosa) selama dua tahun. Dan
barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan Muharram maka baginya dari setiap
hari (bagaikan berpuasa) 30 hari”. (Dikeluarkan
oleh Ath-Thobaroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shoghir II/164 no.963).
Hadits ini derajatnya PALSU
(Maudhu’).
Berkata Syaikh Al-Albani
rahimahullah: “Ini adalah hadits PALSU (maudhu’).
Di dalam sanadnya ada dua orang
perowi pendusta (pemalsu hadits), yaitu:
1. Sallam Ath-Thowil dan dia adalah
pendusta.
Ibnu Khorrosy berkata tentangnya:
“Dia seorang pendusta.”
Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia
meriwayatkan hadits-hadits palsu dari para perowi yang tsiqoh (terpercaya/kredibel),
dan sepertinya dia yang sengaja memalsukannya.”
Al-Hakim berkata tentangnya pula:
“Dia meriwayatkan hadits-Hadits palsu.”
2. Al-Haitsam bin Habib diklaim oleh
imam Adz-Dzahabi sebagi orang yang meriwayatkan hadits bathil”. (Lihat Silsilah
Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/596 no.412, dan Dho’if At-Targhib wat Tarhib I/154
no. 615).
Hadits Kedua:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah
berkata: Telah menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qodhi dan Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin
Hammad An-Narsi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar bin
Al-Ward, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ubaidillah bin Abi Yazid, dari Ibnu
Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ
لِيَوْمٍ فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَيَوْمُ عَاشُوْرَاءَ
“Tidak ada satu haripun yang
memiliki keutamaan melebihi hari-hari yang lainnya dalam hal berpuasa kecuali
bulan Ramadhan dan hari ‘Asyuro’”. (Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroni di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir
XI/127 no.11253).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya DHO’IF JIDDAN
(Sangat Lemah).
Di dalam sanadnya terdapat seorang
perowi yang bernama Abdul Jabbar bin Al-Ward yang dikatakan oleh Imam
Al-Bukhori: “Dia menyelisihi pada sebagian hadits-haditsnya” dan berkata Ibnu
Hibban tentangnya: “Dia sering salah dan keliru (wahm).”
Syaikh Al-Albani rahimahulla
berkata: “Hadits ini MUNGKAR.” (Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/453no.
285, dan Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib I/155 no. 616).
Hadits Ketiga:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah
berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul warits bin Ibrahim Abu Ubaidah
Al-Askari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ali bin Abu Tholib
Al-Bazzaz, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haishom bin Asy-Syuddakh,
dar Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqomah, dari Abdullah (bin Mas’ud), dari
Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِيْ سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang melapangkan
(nafkah) kepada keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya ia akan senantiasa dalam
kelapangan (rizkinya) selama setahun itu”.
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobrani X/77 no.10007, dan Al-Baihaqi di dalam kitab
Syu’abul Iman VIII/312 no.3635)
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya DHO’IF
(Lemah).
Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“Hadits ini TIDAK SHOHIH.”
Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits
ini DHO’IF (Lemah). (Lihat tahqiq beliau terhadap Misykat Al-Mashobih, I/434
no.1926).
Di dalam sanadnya ada seorang perowi
yang majhul (Tidak dikenal jati dirinya), yaitu: Al-Haishom bin Asy-Syuddakh.
Al-‘Uqoili berkata: “Al-Haishom
adalah perowi yang majhul, dan hadits ini tidak mahfuzh.”
Ibnu Hibban berkata: “Al-Haishom
meriwayatkan hal-hal yang aneh dan berbahaya, tidak boleh berhujjah dengannya.”
Hadits ini disebutkan pula oleh
Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif Fi Ash-Shohih wa Adh-Dho’if, I/111 no.223,
dan Asy-Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, I/98 no.37).
Hadits Keempat:
Ibnul Jauzi rahimahullah di dalam
kitabnya Al-Maudhu’aat , bab Puasa di akhir dan awal tahun (baru Hijriyah)
berkata: “Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Nashir, ia berkata;
telah memberitahukan kepada kami Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi Al-Fawaris, ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Umar bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad
bin Ayub, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Syadzan, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah Al-Harwi, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Quthb bin Wahb, dari Ibnu Juraij, dari
Atho’, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ
صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ
بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari
pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom,
maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka
tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan
kafarat/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam
Al-Maudhu’at II/566, Ay-Syaukani dalam Al-Fawa-id Al-Majmu’ah I/96 no.31, dan
selainnya).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya PALSU
(Maudhu’).
Di dalam sanadnya terdapat dua
perowi pendusta dan pemalsu hadits, yaitu Al-Harwi Al-juwaibari dan Wahb.
Ibnul Jauzi berkata tentang
keduanya, yaitu Al-Harwi atau dikenal juga dengan Al-Juwaibari, dan Wahb bahwa
keduanya adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. (Lihat Al-Mawdhu’at
II/566)
Asy-Syaukani berkata tentang hadits
ini: “Di dalam hadits ini ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan hadits
ini.” (lihat Al Fawa-id Al Majmu’ah I/96 no.31).
Hadits Kelima:
Keutamaan Puasa Sembilan
Hari Pertama Bulan Muharrom
قال
ابن الجوزي : أنبأنا ظفر بن على الهمداني أنبأنا أبو رجاء حمد بن أحمد التاجر حدثنا أبو نعيم أحمد بن عبدالله الحافظ حدثنا محمد بن عبدالرحمن بن الفضل حدثنا أبو زيد خالد بن النضر حدثنا إسماعيل بن عباد حدثنا سفيان بن حبيب عن موسى الطويل عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” مَنْ صَامَ تِسْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ أَوَّلِ الْمُحَرَّمِ بَنَى الله ُلَهُ قُبَّةً فِي الْهَوَى مِيْلاً فِيْ مِيْلٍ لَهَا أَرْبَعَةُ أَبْوَابٍ”.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Telah memberitahukan kepada kami Zhafr bin Ali Al-Hamadani, ia berkata; telah
memberitahukan kepada kami Abu Roja’ Hamd bin Ahmad At-Tajir, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al-Hafizh, ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin Al-Fadhl, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Khalid bin An-Nadhr, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abbad, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin Habib, dari Musa Ath-Thowil, dari Anas bin
Malik radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Sembilan hari
dari hari pertama bulan Muharram, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah
kubah di udara seluas satu mil dikali satu mil. Kubah tersebut memiliki empat
pintu.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul jauzi dalam
kitab Al-Maudhu’aat , bab Shaumu tis’ati ayyaamin min awwali al-muharrom
II/199).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’).
Di dalam sanadnya ada seorang perowi
yang Musa Ath-Thowil, dia seorang pendusta (pemalsu hadits).
Ibnu Hibban berkata tentangnya:
“Musa Ath-Thowil meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Anas (bin Malik
radhiyallahu anhu). Tidak diperbolehkan mencatat hadits-haditsnya kecuali untuk
mengingkarinya.”
Ibnu ‘Adi berkata tentangnya: “dia
meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu hadits-hadits mungkar, dan dia juga
seorang perowi yang majhul (tidak dikenal jati dirinya).” (Lihat Mizan
Al-I’tidal, karya imam Adz-Dzahabi no.8888).
Hadits Keenam:
Keutamaan Amalan-Amalan Di
Hari Asyura’ (10 Muharrom)
Sebagian orang awam yang menganut
madzhab Ahlus Sunnah melakukan hal-hal yang membuat marah orang-orang Syi’ah
Rafidhoh, yaitu dengan membuat hadits-hadits palsu seputar keutamaan hari
Asyura’ (hari kesepuluh bulan Muharrom), karena orang-orang Syi’ah Rofidhoh
menganggap atau bahkan meyakini bahwa hari Asyura’ adalah hari keburukan dan
berkabung serta mengekspresikan kesedihan atas terbunuhnya Husain bin Ali bin
Abu Tholib di Karbala’. Kami para penganut akidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal
Jama’ah berlepas diri dari kedua kelompok (kubu) yang saling berlawanan
tersebut dalam menyikapi hari Asyura’.
Telah ada riwayat yang shohih dari
Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang keutamaan puasa hari Asyura’ (tanggal
10 Muharrom), yaitu
akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu, akan tetapi mereka
(orang-orang awam/jahil) belum merasa puas dengan keutamaan seperti itu,
sehingga mereka memberanikan diri untuk menambah-nambahi dan memperpanjang
keutamaan-keutamaan berbagai amalan pada hari Asyura’ secara dusta dan
mengatas-namakan Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Diantara hadits yang mereka palsukan
atas nama Nabi shallallahu alaihi wasallam ialah sebagaimana berikut:
قال
ابن الجوزي : حدثنا أبو الفضل محمد بن ناصر من لفظه وكتابه مرتين قال أنبأنا أحمد بن الحسين بن قريش أنبأنا أبو طالب محمد بن على ابن الفتح العشارى، وقرأت على أبى القاسم الحريري عن أبى طالب العشارى حدثنا أبو بكر أحمد بن منصور البرسرى حدثنا أبو بكر أحمد بن سليمان النجاد حدثنا إبراهيم الحربى حدثنا سريح بن النعمان حدثنا ابن أبى الزناد عن أبيه عن الاعرج عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
”
إن الله عز وجل افترض على بنى إسرائيل صوم يوم في السنة يوم عاشوراء وهو اليوم العاشر من المحرم، فصوموه ووسعوا على أهليكم فيه، فإنه من وسع على أهله من ماله يوم عاشوراء وسع عليه سائر سنته، فصوموه فإنه اليوم الذى تاب الله فيه على آدم، وهو اليوم الذى رفع الله فيه إدريس مكانا عليا، وهو اليوم الذى نجى فيه إبراهيم من النار، وهو اليوم الذى أخرج فيه نوحا من السفينة، وهو اليوم الذى أنزل الله فيه التوراة على موسى، وفيه فدى الله إسماعيل من الذبح، وهو اليوم الذى أخرج الله يوسف من السجن، وهو اليوم الذى رد الله على يعقوب بصره، وهو اليوم الذى كشف الله فيه عن أيوب البلاء، وهو اليوم الذى أخرج الله فيه يونس من بطن الحوت، وهو اليوم الذى فلق الله فيه البحر لبنى إسرائيل، وهو اليوم الذى غفر الله لمحمد ذنبه ما تقدم وما تأخر، وفى هذا اليوم عبر موسى البحر، وفى هذا اليوم أنزل الله تعالى التوبة على قوم يونس، فمن صام هذا اليوم كانت له كفارة أربعين سنة، وأول يوم خلق الله من الدنيا يوم عاشوراء، وأول مطر نزل من السماء يوم عاشوراء، وأول رحمة نزلت يوم عاشوراء، فمن صام يوم عاشوراء فكأنما صام الدهر كله، وهو صوم الانبياء، ومن أحيا ليلة عاشوراء فكأنما عبدالله تعالى مثل عبادة أهل السموات السبع، ومن صلى أربع ركعات يقرأ في كل ركعة الحمد مرة وخمسين مرة قل هو الله أحد غفر الله خمسين عاما ماض وخمسين عاما مستقبل وبنى له في الملا الاعلى
ألف ألف منبر من نور، ومن سقى شربة من ماء فكأنما لم يعص الله طرفة عين، ومن أشبع أهل بيت مساكين يوم عاشوراء، مر على الصراط
كالبرق الخاطف.
ومن تصدق بصدقة يوم عاشوراء فكأنما
لم يرد سائلا قط، ومن اغتسل يوم عاشوراء
لم يمرض مرضا إلا مرض الموت،
ومن اكتحل يوم عاشوراء
لم ترمد عينيه تلك السنة كلها، ومن أمر يده على رأس يتيم فكأنما بر يتامى ولد آدم
كلهم، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب عشرة ألف ملك، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب
ألف حاج ومعتمر، ومن صام يوم عاشوراء أعطى ثواب ألف شهيد، ومن صام يوم عاشوراء كتب
له أجر سبع سموات وفين خلق الله السموات و الارضين والجبال والبحار، وخلق العرش
يوم عاشوراء، وخلق القلم يوم عاشوراء، وخلق اللوج يوم عاشوراء، وخلق جبريل يوم
عاشوراء، ورفع عيسى يوم عاشوراء، وأعطى سليمان الملك يوم عاشوراء، ويوم القيامة
يوم عاشوراء، ومن عاد مريضا يوم عاشوراء فكأنما عاد مرضى ولد آدم كلهم “.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Fadhl Muhammad bin Nashir dari lafazh
(lisan) dan kitab beliau sebanyak dua kali, ia berkata; telah memberitahukan
kepada kami Ahmad bin Al-Husain bin Quraisy, ia berkata; telah memberitahukan
kepada kami Abu Tholib Muhammad bin Ali bin Al-Fath Al-‘Usyari, dan aku telah
membacakan (hadits-hadits) di hadapan Abu Al-Qosim Al-Hariri, dari Abu Tholib
Al-‘Usyari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin
Manshur Al-Barsari, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad
bin Sulaiman An-Najjad, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrahim
Al-Harbi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Suraih bin An-Nu’man, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Az-Zinad, dari ayahnya, dari
Al-A’roj, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata; Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla
telah mewajibkan kepada Bani Israil puasa satu hari dalam setahun, hari
‘Asyura’, yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharrom. Oleh karena itu, hendaklah
kalian berpuasa ‘Asyura dan lapangkanlah nafkah kalian terhadap keluarga kalian
pada hari itu, karena sesungguhnya barangsiapa melapangkan nafkah kepada
keluarganya dari harta bendanya pada hari ‘Asyura, niscaya Allah akan
melapangkan rezekinya sepanjang tahun.
Lakukanlah puasa Asyura’, karena
pada hari itu Allah menerima taubat nabi Adam, mengangkat nabi Idris pada
tempat/kedudukan yang tinggi, menyelamatkan nabi Ibrahim dari kobaran api,
mengeluarkan nabi Nuh dari kapalnya, menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa,
memberikan tebusan bagi nabi Ismail dari penyembelihan, mengeluarkan nabi Yusuf
dari penjara, mengembalikan mata penglihatan nabi Ya’qub, membebaskan
nabi Ayub dari bencana (penyakit), mengeluarkan nabi Yunus dari perut ikan
paus/hiu, membelah lautan menjadi daratan bagi bani Israil, mengampuni
dosa-dosa nabi Muhammad yang telah lalu maupun yang akan datang. Pada hari
(Asyura’) itu juga nabi musa menyeberangi lautan, Allah menurunkan taubat
kepada kaum nabi Yunus. Maka barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, ia akan
memperoleh penghapusan dosa selama 40 (empat puluh) tahun.
Hari Asyura’ adalah hari pertama
yang Allah ciptakan dari (hari-hari) dunia. Pada hari Asyura’, Allah menurunkan
hujan dari langit untuk pertama kalinya, dan pada hari itu juga pertama kali
rahmat Allah turun (ke dunia).
Barangsiapa berpuasa Asyura’, maka
seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun. Puasa Asyura’ adalah puasanya para
nabi. Dan barangsiapa menghidupkan malam Asyura’ maka seakan-akan ia beribadah
kepada Allah seperti ibadahnya para penghuni tujuh langit. Barangsiapa sholat
empat rokaat dan pada setiap rokaat ia membaca alhamdu (al-Fatihah) sekali dan
Qul Huwallah (al-Ikhlas) 50 (lima puluh) kali, maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya selama 50 (lima puluh) tahun yang lalu dan 50 (lima puluh) tahun
yang akan datang, dan Allah akan membuatkan baginya satu juta mimbar terbuat
dari cahaya di hadapan para malaikat yang mulia.
Barangsiapa memberi seteguk air
minum (pada hari Asyura), maka seakan-akan ia tidak pernah bermaksiat kepada
Allah sekejap pun. Barangsiapa mengenyangkan keluarga orang-orang miskin pada
hari Asyura’, maka ia akan berjalan di atas ash-shiroth (jembatan yang
terbentang di atas neraka Jahannam menuju surga) secepat kilat.
Barangsiapa bersedekah dengan suatu
sedekah pada hari Asyura’, maka seakan-akan ia tidak pernah menolak seorang pun
yang meminta-minta. Barangsiapa mandi pada hari Asyura’, maka ia tidak akan
mengalami sakit apapun kecuali kematian. Barangsiapa memakai celak pada hari
Asyura’ maka kedua matanya tidak akan mengalami sakit sepanjang tahun itu.
Barangsiapa tangannya mengusap kepala anak yatim, maka seakan-akan ia ia telah
berbuat baik kepada semua anak yatim.
Barangsiapa berpuasa pada hari
Asyura’, maka ia diberi pahala 10.000 (sepuluh ribu) malaikat. Dan barangsiapa
berpuasa pada hari Asyura’, ia akan diberi pahala 1000 (seribu) orang yang
menunaikan haji dan umroh. Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’, maka ia
diberi pahala 1000 (seribu) orang yang mati syahid. Barangsiapa berpuasa pada
hari Asyura’ , maka ia diberi pahala tujuh lapis langit.
Pada hari Asyura’ Allah menciptakan
(tujuh lapis) langit dan bumi, gunung-gunung dan lautan, ‘Arsy, al-Qolam
(pena), Lauhul Mahfuzh, dan malaikat Jibril. Pada hari Asyura’ Allah mengangkat
nabi Isa, dan memberikan kerajaan kepada nabi Sulaiman. Hari Kiamat juga
terjadi pada hari Asyura’. Dan barangsiapa menjenguk orang sakit pada hari
Asyura’, maka seakan-akan ia telah menjenguk semua orang sakit dari keturunan
nabi Adam.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam
kitab Al-Maudhu’aat, bab fi dzikri Asyura’ II/200-201).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’).
Di dalam sanadnya terdapat seorang
perowi yang bernama Ibnu Abi Az-Zinad.
Yahya bin Ma’in berkata tentangnya:
“Dia tidak ada apa-apanya, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Dan nama
Abu Az-Zinad adalah Abdullah bin Dzakwan. Sedangkan nama anaknya adalah
Abdurrahman. Dahulu (Abdurrahman) Ibnu Mahdi tidak meriwayatkan hadits
darinya.”
Imam Ahmad berkata tentangnya: “Dia
seorang perowi yang mudhthorib haditsnya (perowi yang menyampaikan riwayat
secara tidak akurat atau berbeda-beda).”
Abu Hatim Ar-Rozi berkata
tentangnya: “Dia tidak dapat dijadikan hujjah. Barangkali sebagian ahlul ahwa
(atau ahli bid’ah) telah memasukkannya di dalam haditsnya.”
Al-Hafizh Ibnu hajar Al-Asqolani
berkata tentangnya: “Shoduq, hafalannya mengalami perubahan ketika ia datang ke
kota Baghdad.” (Taqrib At-Tahdzib II/340 no.3861).
Beberapa Tanda Kepalsuan Di Dalam Hadits
Ini:
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Kepalsuan hadits ini sudah sangat jelas dan tanpa diragukan lagi oleh setiap
muslim yang berakal. Apalagi si pemalsu hadits ini tidak malu-malu lagi
menyebutkan di dalamnya hal-hal yang mustahil, seperti perkataannya; “hari yang
pertama kali Allah ciptakan adalah hari Asyura’ (hari kesepuluh).” Ini
merupakan ketololan dan kelalaian dari si pemalsu hadits. Sebab hari Asyura’
(kesepuluh) tidaklah dinamakan demikian melainkan telah didahului dengan hari
kesembilan. (Lihat kitab Al-Maudhu’aat II/201).
Di dalam hadits ini juga si pemalsu
mengatakan, “Allah menciptakan Langit-langit dan bumi serta gunung-gunung pada
hari Asyura’.” Padahal telah ada hadits shohih dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam yang menyelisihi perkataannya, yaitu sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam: “Sesungguhnya Allah ta’ala telah menciptakan tanah (bumi) pada
hari Sabtu dan telah menciptakan gunung-gunung pada hari Ahad, dan Allah
menciptakan pepohonan pada hari Senin…dst. (SHOHIH. Lihat Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shohihah, karya Syaikh Al-Albani IV/449 no.1833).
Di dalam hadits palsu ini juga,
terdapat penyelewengan dan perubahan dalam masalah ukuran-ukuran pahala yang
tidak sesuai dengan kebaikan dan kemurahan Syariat Islam. Apakah pantas
seseorang yang berpuasa satu hari lalu diberi pahala seperti halnya 1000
(seribu) orang yang haji dan umroh serta 1000 (seribu) orang yang mati syahid?
Yang demikian ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.
(Hadits-hadits ini diterjemahkan
dari kitab Al-Maudhu’aat karya Ibnul jauzi dan kitab-kitab lainnya (Maktabah
Syamilah) dan disusun oleh penulis pada hari Senin, 28 November 20011 di
kediamannya, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah).
Jika demikian derajat haditsnya,
maka tidak boleh bagi siapapun dari umat Islam yang mengkhususkan puasa dan
amalan-amalan ibadah lainnya seperti doa menyambut tahun baru hijriyah, dzikir
berjama’ah, menghidupkan malamnya dengan qiyamul lail, bersedekah, membaca
Al-Qur’an, mengadakan pengajian dan selainnya pada awal dan akhir tahun
Hijriyah, karena haditsnya jelas-jelas sangat lemah atau bahkan PALSU, bukan
sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam. Cukuplah bagi kita beribadah kepada
Allah dengan amalan-amalan yang dilandasi dengan hadits-hadits yang jelas dan
pasti keshohihannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!