Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 21 Februari 2014

Kisah Bilal bin Rabah r.a

Bilal bin Rabah adalah seorang budak yang berasal dari Habasyah (sekarang disebut Ethiopia). Bilal Bin Rabah r.a dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah.

Hamamah ini adalah seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Oleh karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).

Masa kecil Bilal Bin Rabah r.a dihabiskan di Mekah, sebagai putera dari seorang budak, Bilal Bin Rabah r.a melewatkan masa kecilnya dengan bekerja keras dan menjadi budak. Sosok Bilal Bin Rabah r.a digambarkan sebagai seorang yang berperawakan khas Afrika yakni tinggi, besar, dan hitam. Dia menjadi budak dari keluarga bani Abduddar. Kemudian saat ayah mereka meninggal, Bilal Bin Rabah r.a diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang yang menjadi tokoh penting kaum kafir.

Bilal Bin Rabah r.a termasuk orang yang teguh dengan pendiriannya. Ketika Rasulullah Saw mulai menyampaikan risalahnya kepada penduduk Mekah, beliau telah lebih dahulu mendengar seruan Rasulullah Saw yang membawa agama Islam, yang menyeru untuk beribadah kepada Allah yang Esa, dan meninggalkan berhala, menggalakkan persamaan antara sesama manusia, memerintahkan kepada akhlak yang mulia, sebagaimana beliau juga selalu mengikuti pembicaraan para pemuka Quraisy seputar Nabi Muhammad Saw.

Beliau mendengar tentang sifat amanah Rasulullah saw, yaitu seperti menepati janji, kegagahannya, kejeniusan akalnya, menyimak ucapan mereka : “Muhammad sama sekali tidak pernah berdusta, beliau bukan ahli sihir, bukan orang gila, dan terakhir.” Beliau juga mendengar pembicaraan mereka tentang sebab-sebab permusuhan mereka terhadap Nabi Muhammad Saw.

Maka Bilal Bin Rabah r.a-pun pergi menghadap Rasulullah Saw untuk mengikrarkan diri masuk Islam karena Allah Tuhan semesta alam, kemudian menyebarlah perihal masuknya Bilal Bin Rabah r.a kedalam agama Islam diseluruh penjuru kota Mekah, hingga sampai kepada tuannya Umayyah bin Khalaf dan menjadikannya marah sekali sehingga ingin menyiksanya dengan sekeras-kerasnya.

Bilal Bin Rabah r.a termasuk golongan orang yang pertama-tama masuk Islam. Masuknya Bilal Bin Rabah r.a ke dalam ajaran Islam mengakibatkan penderitaan yang mendalam karena berbagai siksaan yang diterima dari majikannya. Apalagi sang majikan Umayyah bin Khalaf termasuk tokoh penting kaum kafir Quraisy. Siksaan yang diterima Bilal memang cukup berat, hal ini karena Bilal adalah seorang budak yang lemah dan tidak mempunyai kuasa apapun. Berbeda dengan para sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain seperti Abu Bakar r.a, Ali bin Abi Thalib r.a yang mempunyai keluarga dan siap melindungi menghadapi ulah kaum kafir yang senantiasa mengganggu dan menghalangi kaum muslimin dengan berbagai cara.

Penyiksaan kaum kafir Quraisy terhadap para budak yang mustad’afin memang sangat kejam. Hal ini juga dirasakan oleh Bilal bin Rabah r.a yang diperlakukan secara kejam oleh Umayyah bin Khalaf beserta para algojonya.

Bilal Bin Rabah r.a dicambuk hingga tubuhnya yang hitam tersebut melepuh. Tetapi dengan segala keteguhan hati dan keyakinannya, dia tetap mempertahankan keimanannya meski harus menahan berbagai siksaan tanpa bisa melawan sedikitpun. Setiap kali dia dicambuk, dia hanya bisa mengeluarkan kata-kata: “Ahad, Ahad (Tuhan Yang Esa)”.

Tidak hanya sekedar dicambuk, kemudian Umayyah pun menjemur Bilal Bin Rabah r.a tanpa pakaian di tengah matahari yang sangat terik dengan menaruh batu yang besar di atas dadanya. Dengan segala kepasrahan, lagi-lagi Bilal Bin Rabah r.a pun hanya bisa berkata: “Ahad, Ahad”.

Setiap kali menyiksa Bilal Bin Rabah r.a, Umayyah selalu mengingatkannya untuk kembali pada ajaran nenek moyang, dan Tuhannya Latta, Uzza, tetapi Bilal Bin Rabah r.a tidak pernah menyerah dengan keadaan. Dia tetap kukuh dan terus berkata: “Ahad, Ahad”


Setiap kali siksaan itu datang kepadanya. Semakin Bilal Bin Rabah r.a teguh dan kuat, semakin keras Umayyah menyiksa Bilal Bin Rabah r.a. Bahkan dia mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal Bin Rabah r.a lalu menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal Bin Rabah r.a ke seluruh perkampungan Mekah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di kota tersebut.

Akhirnya Allah Swt mengakhiri siksaan demi siksaan yang dialami oleh Bilal melalui Abu Bakar As Shiddiq r.a.

Suatu hari, disaat Bilal kembali disiksa oleh majikannya Umayyah, Abu Bakar sedang lewat tidak jauh dari tempat penyiksaannya. Melihat hal tersebut, Abu Bakar bermaksud membeli Bilal Bin Rabah r.a dari Umayyah bin Khalaf. Lalu Umayyah pun meninggikan harganya karena ia menduga bahwa Abu Bakar tidak akan mampu untuk membayarnya.

Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas. Umayyah berkata kepada Abu Bakar setelah perjanjian jual-beli ini usai: “Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas saja, pasti sudah aku jual juga.”Kemudian Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap membelinya!”

Begitu Abu Bakar As Shiddiq r.a memberitahukan Rasulullah Saw bahwa dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka Nabi Muhammad Saw bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu Bakar!” Abu Bakar As Shidiq r.a lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya Rasulullah.”

Begitulah akhirnya Bilal Bin Rabah r.a pun menjadi seorang yang merdeka dan selamat dari siksaan sang majikan. Kebebasannya menjadikan Bilal Bin Rabah r.a seorang yang semakin taat mengikuti ajaran agama Allah Swt dan Rasul-Nya. Ketika Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Bilal Bin Rabah r.a pun turut serta berhijrah ke Madinah untuk menjauhi siksaan kaum kafir Quraisy Mekah.

Dia mengabdikan diri sepanjang hidupnya kepada Rasul yang sangat dicintainya. Dia menjadi pengikut Rasul yang setia dan selalu mengikuti setiap peperangan yang terjadi pada masa itu. Bahkan dia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana akhirnya Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf mantan majikannya tewas di tangan pedang kaum muslimin.

Ketika Rasulullah Saw selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan adzan, maka Bilal bin Rabah r.a ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan adzan (muadzin) dalam sejarah Islam. Bilal Bin Rabah r.a pun menjadi Muadzin tetap pada masa Rasulullah Saw. Suaranya yang begitu merdu sangat menggetarkan hati siapa pun yang mendengarnya. Rasulullah sangat menyukai suara Bilal Bin Rabah r.a. Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal Bin Rabah r.a berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Saw seraya berseru, “Hayya ‘Alashsholaati Hayya ‘Alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)”

Lalu, ketika Rasulullah Saw keluar dari rumah dan Bilal Bin Rabah r.a melihat beliau, Bilal Bin Rabah r.a segera melantunkan iqamat.

Ketika Rasulullah Saw akan menaklukkan kota Mekah, Bilal Bin Rabah r.a berada di samping beliau. Saat Rasulullah Saw memasuki Ka’bah, Beliau hanya didampingi oleh 3 orang saja, mereka adalah: Utsman bin Thalhah sang pemegang kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid orang kesayangan Rasulullah Saw dan anak dari orang kesayangan Beliau Zaid bin Haristah, serta Bilal bin Rabah sang muadzin Rasulullah Saw.

Kemudian Rasulullah Saw menyuruh Bilal Bin Rabah r.a untuk naik di atas ka’bah dan menyerukan kalimat tauhid. Bilal Bin Rabah r.a menyerukan adzan dengan suara yang keras dan menggetarkan hati setiap orang yang mendengarnya. Ribuan leher manusia melihat ke arah Bilal Bin Rabah r.a. Ribuan lisan manusia yang mengikuti ucapan Bilal Bin Rabah r.a dengan hati yang khusyuk. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat adzan yang dikumandangkan Bilal Bin Rabah r.a sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaah” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah Swt telah mengangkat kedudukanmu…. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah Swt yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Saw masuk ke kota Mekah.

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”

Al-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Pada suatu hari, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib r.a dan Umar bin Khaththab r.a, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal Bin Rabah r.a.

Sejak saat itu, selama Nabi Muhammad Saw hidup, Bilal Bin Rabah r.a selalu membawa tombak pendek itu kemana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘Ied (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat Istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Begitulah sosok Bilal Bin Rabah r.a, dia selalu berada di belakang Rasulullah Saw dalam kondisi apapun. Kecintaannya terhadap Rasulullah Saw pernah membuatnya terbuai dalam mimpi bertemu dengan Rasul sepeninggal beliau. Dalam mimpinya itu, Rasulullah Saw berkata kepada Bilal Bin Rabah r.a: “Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu,”

Kemudian Bilal Bin Rabah r.a menjawab: “Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu dan mencium harum aroma tubuhmu,” kata Bilal Bin Rabah r.a masih dalam mimpinya.

Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal Bin Rabah r.a bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu. Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal bin Rabah r.a segera memenuhi ruangan kosong dihampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal Bin Rabah r.a bermimpi ketemu dengan nabi junjungannya.

Sesaat setelah Rasulullah Saw menghembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal Bin Rabah r.a berdiri untuk mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah Saw masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal Bin Rabah r.a sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaah” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir disana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Saw, Bilal Bin Rabah r.a hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaah” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Sehingga kaum muslimin yang mendengarnya ikut larut dalam tangisan pilu. Karena itulah kemudian Bilal Bin Rabah r.a memohon kepada Abu Bakar, sang khalifah yang menggantikan posisi Rasulullah Saw sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal Bin Rabah r.a juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah Swt dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal Bin Rabah r.a sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal Bin Rabah r.a mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah Swt, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Kemudian Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah Swt, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah Swt.”.
Mendengar jawaban Abu Bakar As Shiddiq r.a, Bilal Bin Rabah R.a segera menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Saw wafat.”
Akhirnya Abu Bakar As Shiddiq r.a menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.”

Bilal Bin Rabah R.apergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.
Pada suatu hari, ia bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Dalam mimpinya itu Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “Wahai Bilal, apa yang menghalangimu sehingga engkau tidak pernah menjengukku ?”

Setelah bangun dari tidurnya, Bilal Bin Rabah r.a pun segera pergi ke Madinah. Setibanya di Madinah, Hasan dan Husain meminta Bilal Bin Rabah r.a agar mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang dicintainya itu. Ketika ia mulai mengumandangkan adzan, maka terdengarlah suara adzan seperti ketika zaman Rasulullah Saw masih hidup. Hal ini sangat menyentuh hati penduduk Madinah, sehingga kaum wanita pun keluar dari rumah masing-masing sambil menangis untuk mendengarkan suara adzan Bilal itu. Setelah beberapa hari lamanya Bilal Bin Rabah r.a tinggal di Madinah, akhirnya ia meninggalkan kota Madinah dan kembali ke Damaskus dan wafat di sana pada tahun kedua puluh Hijriyah.

Pada waktu kedatangan Umar bin Khatthab r.a ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Bin Rabah r.a setelah terpisah cukup lama. Pada saat itu khalifah Umar bin Khattab r.a baru saja menerima kunci kota Yerussalem. Dalam pertemuan tersebut khalifah Umar bin Khattab r.a meminta kepada Bilal Bin Rabah r.a untuk mau mengumandangkan adzan dan akhirnya Bilal Bin Rabah r.a mau menuruti permintaan sang khalifah. Mendengar Bilal Bin Rabah r.a menyuarakan adzan, kaum muslimin merasa sangat terharu, bahkan Umar tidak dapat menahan dirinya untuk tidak menangis tersedu-sedu. Suara Bilal Bin Rabah r.a membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Saw. Bilal Bin Rabah r.a adalah pengumandang seruan langit itu.

Peristiwa tersebut merupakan adzan terakhir yang diperdengarkan oleh suara merdu dan syahdu Bilal bin Rabah r.a dihadapan kaum muslimin. Bilal Bin Rabah r.a tetap tinggal di Damaskus hingga akhir hayatnya. Menjelang wafatnya Bilal Bin Rabah r.a pada tahun keduapuluh Hijriyah untuk menghadap sang Khalik, Bilal Bin Rabah r.a seringkali mengucapkan kata-kata secara secara berulang-ulang, kata tersebut adalah:

“Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…
Muhammad dan sahabat-sahabatnya”
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…
Muhammad dan sahabat-sahabatnya”

Bilal Bin Rabah r.a –semoga Allah meridhainya- merupakan seorang hamba yang taat, wara’, tekun beribadah, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda kepadanya setelah shalat shubuh: “Ceritakan kepada saya perbuatan apa yang telah engkau lakukan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar suara sendal kamu berada di pintu surga”, Bilal Bin Rabah r.a berkata : “Saya tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan saya tidak pernah bersuci dengan sempurna pada setiap saat; baik malam dan siang hari kecuali saya melakukan shalat sebagaimana yang ditentukan untuk saya melakukan shalat”. (Al-Bukhari).

Demikianlah kisah seorang Bilal Bin Rabah r.a, keteguhan, ketegaran dan keyakinannya akan ajaran kebenaran, telah mengangkat derajadnya dan menjadikannya seorang mulia di sisi Allah Swt dan Rasul-Nya meskipun dia berasal dari seorang budak hitam yang hina dan fakir. Sebuah kisah teladan bagi kita semua.


Semoga Allah Swt meridho’inya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!