Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Kamis, 13 Maret 2014

Puteri-Puteri Khadijah r.ha Dengan Rasulullah SAW

Zainab binti Rasulullah SAW.


Zainab r.ha adalah puteri tertua Rasulullah Saw. Rasulullah Saw telah menikahkannya dengan sepupu beliau, yaitu Abul ‘Ash bin Rabi’ sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, atau ketika Islam belum tersebar di tengah-tengah mereka.

lbu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwaylid, bibi Zainab dari pihak ibu. Dari pernikahannya dengan Abul ‘Ash mereka mempunyai dua orang anak: Ali dan Umamah.

Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib r.a. setelah wafatnya Fatimah r.ha.

Setelah berumah tangga, Zainab r.ha tinggal bersama Abul ‘Ash bin Rabi’ suaminya. Hingga pada suatu ketika, pada saat suaminya pergi bekerja, Zainab r.ha mengunjungi ibunya. Dan ia dapatkan keluarganya telah mendapatkan suatu karunia dengan diangkatnya, ayahnya, Muhammad Saw menjadi Nabi akhir jaman. Zainab r.ha mendengarkan keterangan tentang Islam dari ibunya, Khadijah r.ha. Keterangan ini membuat hatinya lembut dan menerima hidayah Islam. Dan keislamannya ini ia pegang dengan teguh, walaupun ia belum menerangkan keislamannya kepada suaminya, Abul ‘Ash.

Sedangkan Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah termasuk orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai peniaga. Ia sering meninggalkan Zainab r.ha untuk keperluan dagangnya. la sudah mendengar tentang pengakuan Muhammad sebagai Nabi Saw.. Namun, ia tidak mengetahui bahwa isterinya, Zainab r.ha sudah memeluk Islam. Pada tahun ke-6 setelah hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah.

Abul ‘Ash bin Rabi’ pergi ke Syria beserta kafilah-kafilah Quraisy untuk berdagang. Ketika Rasulullah Saw. mendengar bahwa ada kafilah Quraisy yang sedang kembali dari Syria, beliau Saw mengirim Zaid bin Haritsah r.a. bersama 313 pasukan muslimin untuk menyerang kafilah Quraisy ini. Mereka menghadang kafilah ini di dekat Al-is di Badar pada bulan jumadil Awal. Mereka menangkap kafilah itu dan barang-barang yang dibawanya serta menahan beberapa orang dari kafilah itu, termasuk Abul ‘Ash bin Rabi’. Ketika penduduk Mekkah datang untuk menebus para tawanan, maka saudara laki-laki Abul ‘Ash, yaitu Amar bin Rabi’, telah datang untuk menebus dirinya. Ketika itu, Zainab r.ha isteri Abul ‘Ash masih tinggal di Mekkah. la pun telah mendengar berita serangan kaum muslimin atas kafilah-kafilah Quraisy termasuk berita tertawannya Abul ‘Ash.

Berita ini sangat menyedihkan hatinya. Lalu ia mengirimkan kalungnya yang terbuat dari batu onyx Zafar hadiah dari ibunya, Khadijah binti Khuwaylid r.ha.

Zafar adalah sebuah gunung di Yaman. Khadijah binti Khuwaylid r.ha telah memberikan kalung itu kepada Zainab r.ha ketika ia akan menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi’. Dan kali ini, Zainab r.ha mengirimkan kalung itu sebagai tebusan atas suaminya, Abul ‘Ash. Kalung itu sampai di tangan Rasulullah Saw. Ketika beliau Saw. melihat kalung itu, beliau segera mengenalinya. Dan kalung itu mengingatkan beliau kepada isterinya yang sangat ia sayangi, Khadijah binti Khuwaylid r.ha.

Rasulullah Saw berkata, “Seorang Mukmin adalah penolong bagi orang Mukmin lainnya. Setidaknya mereka memberikan perlindungan. Kita lindungi orang yang dilindungi oleh Zainab. jika kalian bisa mencari jalan untuk membebaskan Abul ‘Ash kepada Zainab dan mengembalikan kalungnya itu kepadanya, maka lakukanlah.”
Mereka menjawab, “Baik, yaa Rasulullah Saw”
Maka mereka segera membebaskan Abul ‘Ash dan mengembalikan kalung itu kepada Zainab r.ha.


Kemudian Rasulullah Saw. menyuruh Abul ‘Ash agar berjanji untuk membiarkan Zainab r.ha bergabung bersama Rasulullah Saw. Dia pun berjanji dan memenuhi janjinya itu. Ketika Rasulullah Saw. pulang ke rumahnya, Zainab r.ha datang menemuinya dan meminta untuk mengembalikan kepada Abul ‘Ash apa yang pernah diambil darinya. Beliau Saw mengabulkannya. Pada kesempatan itu, Beliau Saw pun telah melarang Zainab r.ha agar tidak mendatangi Abul ‘Ash, karena dia tidak halal bagi Zainab r.ha selama dia masih kafir.

Lalu Abul ‘Ash kembali ke Mekkah dan menyelesaikan semua kewajibannya. Kemudian dia masuk Islam dan kembali kepada Rasulullah Saw sebagai seorang Muslim. Dia berhijrah pada bulan Muharram, 7 Hijriyah. Maka Rasulullah Saw pun mengembalikan Zainab r.ha kepadanya, berdasarkan pernikahannya yang pertama.

Zainab wafat pada tahun 8 Hijriyah. Orang-orang yang memandikan jenazahnya ketika itu, antara lain ialah; Ummu Aiman, Saudah binti Zam’ah, Ummu Athiyah, dan Ummu Salamah r.ha. Rasulullah Saw berpesan kepada mereka yang akan memandikan jenazahnya ketika itu, “Basuhlah dia dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu.

Mulailah dari sisi kanan dan anggota-anggota wudhu.
Mandikan dia dengan air dan bunga.
Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman yang terakhir.
Jika kalian sudah selesai beritahukaniah kepadaku.”
Ketika itu, rambut jenazah dikepang menjadi tiga kepangan, di samping dan di depan lalu dikebelakangkan. Setelah selesai dari memandikan jenazah, Ummu Athiyah memberitahukan kepada Nabi Muhammad Saw. Lalu Nabi Muhammad Saw memberikan selimutnya dan berkata, “Kafanilah dia dengan kain ini.”

Ruqayyah binti Rasulullah SAW.

Ruqayyah r.ha telah menikah dengan Utbah bin Abu lahab sebelum masa kenabian. Sebenarnya hal itu sangat tidak disukai oleh Khadijah r.ha. Karena ia telah mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Ummu jamil binti Harb, yang terkenal berperangai buruk dan jahat.
Ia khawatir puterinya akan memperoleh sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya tersebut. Dan ketika Rasulullah Saw telah diangkat menjadi Nabi, maka Abu Lahab lah, orang yang paling memusuhi Rasulullah Saw dan Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut orang-orang Mekkah agar memusuhi Nabi Muhammad Saw dan para sahabat r.huma. Begitu pula isterinya, Ummu Jamil yang senantiasa berusaha mencelakakan Rasulullah Saw dan memfitnahnya.

Atas perilaku Abu lahab dan permusuhannya yang keras terhadap Rasulullah Saw, maka Allah Swt telah menurunkan wahyu-Nya,

“Maka celakalah kedua tangan Abu lahab,” (Q.S Al lahab: 1)

Setelah ayat ini turun, maka Abu lahab berkata kepada kedua orang puteranya, Utbah dan Utaibah, “Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan Puteri Muhammad.”

Atas perintah bapaknya itu, maka Utbah menceraikan isterinya tanpa alasan. Setelah bercerai dengan Utbah, kemudian Ruqayyah r.ha dinikahkan oleh Rasulullah Saw dengan Utsman bin Affan r.a.

Hati Ruqayyah r.ha pun berseri-seri dengan pernikahannya ini. Karena Utsman r.a adalah seorang Muslim yang beriman teguh, berbudi luhur, tampan, kaya raya, dan dari golongan bangsawan Quraisy. Setelah pernikahan itu, penderitaan kaum muslimin bertambah berat, dengan tekanan dan penindasan dari kafirin Quraisy. Ketika semakin hari penderitaan kaum muslimin, termasuk keluarga Rasulullah Saw. bertambah berat, maka dengan berat hati Nabi Muhammad Saw mengijinkan Utsman beserta keluarganya dan beberapa muslim lainnya untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Ketika itu Rasulullah Saw bersabda, “Pergilah ke negeri Habasyah, karena disana ada seorang raja yang terkenal baik budinya, tidak suka menganiaya siapapun, Disana adalah bumi yang melindungi kebenaran. Pergilah kalian ke sana. Sehingga Allah Swt akan membebaskan kalian dari penderitaan ini.”

Maka berangkatlah satu kafilah untuk berhijrah dengan diketuai oleh Utsman bin Affan r.a. Rasulullah Saw bersabda tentang mereka, “Mereka adalah orang yang pertama kali hijrah karena Allah Swt setelah Nabi Luth A.s.”

Setibanya di Habasyah mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Mereka hidup tenang dan tenteram, hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum muslimin di Mekkah telah aman. Mendengar berita tersebut, disertai kerinduan kepada kampung halaman, maka Utsman bin Affan r.a memutuskan bahwa kafilah muslimin yang dipimpimnya itu akan kembali lagi ke kampung halamannya di Mekkah. Mereka pun kembali. Namun apa yang dijumpai adalah berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di Habasyah. Pada masa itu, mereka mendapati keadaan kaum muslimin yang mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan atas kaum muslimin semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak berani memasuki Mekkah pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti kota Mekkah, barulah mereka mengunjungi rumah masing-masing yang dirasa aman. Ruqayyah r.ha pun masuk ke rumahnya, melepas rindu terhadap orang tua dan saudara-saudaranya.

Namun ketika matanya beredar ke sekeliling rumah, ia tidak menjumpai satu sosok manusia yang sangat ia rindukan. la bertanya, “Mana ibu?….. mana ibu?….”
Saudara-saudaranya terdiam tidak menjawab. Maka Ruqayyah r.ha pun sadar, orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu telah tiada. Ruqayyah r.ha menangis sedih. Hatinya sangat bergetar, bumi pun rasanya berputar atas kepergiannya. Penderitaan hatinya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama berselang, anak lelaki satu-satunya, yaitu Abdullah yang lahir ketika hijrah pertama, telah meninggal dunia pula. Padahal nama Abdullah adalah kunyah bagi Utsman r.a, yaitu Abu Abdullah. Abdullah masih berusia dua tahun, ketika seekor ayam jantan mematuk mukanya sehingga mukanya bengkak, maka Allah Swt mencabut nyawanya. Ruqayyah r.ha tidak mempunyai anak lagi setelah itu.

Dia hijrah ke Madinah setelah Rasulullah Saw hijrah. Ketika Rasulullah Saw bersiap-siap untuk perang Badar, Ruqayyah r.ha jatuh sakit, sehingga Rasulullah Saw menyuruh Utsman bin Affan r.a agar tetap tinggal di Madinah untuk merawatnya. Namun maut telah menjemput Ruqayyah r.ha ketika Rasulullah Saw masih berada di medan Badar pada bulan Ramadhan.

Kemudian berita wafatnya ini dikabarkan oleh Zaid bin Haritsah r.a ke Badar. Dan kemenangan kaum muslimin yang dibawa oleh Rasulullah Saw beserta pasukannya dari Badar, ketika masuk ke kota Madinah, telah disambut dengan berita penguburan Ruqayyah r.ha. Pada saat wafatnya Ruqayyah r.ha, Rasulullah Saw berkata, “Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz’un.”

Para wanita menangisi kepergian Ruqayyah r.ha. Sehingga Umar bin Khattab r.a datang kepada para wanita itu dan memukuli mereka dengan cambuknya agar mereka tidak keterlaluan dalam menangisi jenazah Ruqayyah r.ha. Akan tetapi Rasulullah Saw menahan tangan Umar r.a dan berkata, “Biarkanlah mereka menangis, yaa Umar. Tetapi hati-hatilah dengan bisikan syaitan. Yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah Swt dan merupakan rahmat. Yang datang dari tangan dan lidah adalah dari syaitan.”

Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW.

Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah r.ha, puteri Rasulullah Saw Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara Utbah yang telah menikahi Ruqayyah r.ha, sebelum mereka mengenal Islam. Lalu ketika Rasulullah Saw telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya memeluk Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi Muhammad Saw yang selalu ditentang oleh Abu Lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah Swt telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Saw firman-Nya yang berbunyi, “Maka celakalah kedua tangan Abu lahab” (Q.S Al-lahab: 1)

Setelah tutun ayat ini, Abu Lahab berkata kepada Utaibah anaknya, “Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan puteri Muhammad.”

Maka dia pun menceraikan isterinya, Ummu Kultsum r.ha begitu saja. Utaibah mendatangi Nabi Muhammad Saw dan mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati Rasulullah Saw Atas perilakuan itu, maka Rasulullah Saw telah berdo’a kepada Allah Swt, agar mengirimkan anjing-anjing-Nya untuk membinasakan Utaibah. Dan apa yang telah dido’akan oleh Nabi Muhammad Saw terhadap Utaibah itu benar-benar teriadi.

Dalam suatu perjalanan, seekor singa yang ganas telah memilih Utaibah diantara teman-temannya untuk diterkam kepalanya. Utaibah mati dalam keadaan yang sangat mengerikan. Setelah bercerai, maka Ummu Kultsum r.ha kembali tinggal bersama Rasulullah Saw di Mekkah. Dia ikut hijrah ke Madinah ketika Rasulullah Saw berhijrah, kemudian tinggal di sana bersama keluarga Rasulullah Saw Ruqayyah r.ha dan Ummu Kultsum r.ha adalah dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua terlahir dari bapak yang sama, ibu yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula.

Ketika Ruqayyah r.ha meninggal dunia, maka Utsman bin Affan r.a menikahi Ummu Kultsum r.ha yang masih perawan yang belum terjamah oleb Utaibah. Pada waktu itu adalah bulan Rabi’ul-Awwal, tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum r.ha meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.

Rasulullah Saw bersabda, “Seandainya aku mempunyai sepuluh orang puteri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman.”

Ummu Kultsum r.ha adalah seorang wanita yang cantik. la senang memakai jubah sutera yang bergaris. Pada hari wafatnya, jenazahnya telah dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiah binti Abdul Muthalib. jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang polgon palem yang baru dipotong. Dan pada saat penguburannya, Rasulullah Saw duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum r.ha dengan berlinangan air mata.

Beliau berkata, “Siapa di antara kalian yang tidak bercampur dengan isterinya tadi malam?”
Abu Thalhah r.a berkata, “Aku, ya Rasulullah Saw”
lalu Beliau menyuruhnya, “Turunlah kamu.”
Maka Abu Thalhah turun dan menguburkan Ummu Kultsum r.a

Fatimah binti Rasulullah SAW.

Pada suatu ketika, Abu Bakar r.a pernah datang kepada Rasulullah Saw dan meminang Fatimah r.ha untuk dijadian sebagai isterinya. Hal itu dijawab oleh Beliau Saw dengan halus, “Wahai Abu Bakar, tunggulah ketetapan tentang Fatimah.”
Jawaban Rasulullah Saw ini diceritakan oleh Abu Bakar r.a kepada Umar bin Khattab r.a.
Umar bin Khattab r.a berkata, itu artinya beliau menolakmu, wahai Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar r.a menyarankan kepada Umar bin Khattab r.a, “Sekarang cobalah kamu yang menanyai Rasulullah Saw untuk meminang Fatimah.”

Atas anjuran tersebut, maka Umar bin Khattab r.a pergi menjumpai Rasulullah Saw dan meminta kepada Beliau Saw untuk menikahkan Fatimah r.ha dengannya.

Pada kali itu pun Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Umar, Tunggulah ketetapan tentangnya.”

Setelah dijawab demikian, Umar bin Khattab r.a menemui Abu Bakar Ash Shiddiq r.a dan menceritakan hal ini kepadanya. “Berarti beliau juga telah menolakmu wahai Umar.” Kata Abu Bakar r.a.

Selanjutnya keluarga Ali bin Abi Thalib r.a telah menyarankan kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Mintalah kepada Rasulullah Saw agar kamu dapat meminang Fatimah r.ha.”

Maka Ali bin Abi Thalib r.a segera mendatangi Rasulullah Saw untuk meminang Fatimah r.ha. Pinangan ini diterima oleh beliau Saw dengan baik. Dan pada hari itu juga Rasulullah Saw telah menikahkannya dengan Fatimah r.ha dengan mahar beberapa pakaian bekas dan kulit domba.

Dan ketika itu, perlengkapan pengantin wanitanya antara lain adalah tempat tidur dari dedaunan kurma, bantal kulit berisi jerami, bejana kulit kecil dan kantong air dari kulit. Untuk pernikahan itu, Ali bin Abi Thalib r.a telah menjual seekor unta miliknya dan sebagian barang-barangnya, sehingga terkumpul 480 dirham. Setelah terkumpul Rasulullah Saw menyuruh Ali bin Abi Thalib r.a, “Belikanlah dua pertiga dari uang itu untuk wangi-wangian dan yang sepertiganya untuk barang-barang.”

Setelah menikahi Fatimah r.ha, maka Nabi Muhammad Saw. bersabda kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Carilah rumah”.

Maka Ali bin Abi Thalib r.a pun mencari sebuah rumah untuk tempat tinggalnya bersama keluarga baru. la menemukan sebuah rumah yang agak jauh dari kediaman Rasulullah Saw. Karena rasa sayang Rasulullah Saw kepada Fatimah r.ha, beliau berkata kepada Fatimah r.ha, “Aku ingin kalian pindah agar berdekatan denganku.”

Fatimah r.ha menjawab, “Sebaiknya ayahanda, meminta kepada Haritsa bin Nu’man untuk pindah demi aku.”
Rasulullah Saw menjawab, “Haritsa dulu pernah pindah demi kita, jadi aku enggan untuk memintanya kembali.”
Hal ini telah terdengar oleh Haritsa, sehingga ia datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Yaa Rasulullah Saw, aku telah mendengar bahwa engkau ingin agar Fatimah r.ha pindah ke dekat rumahmu. Rumah-rumahku adalah rumah Bani Najjar yang paling dekat ke rumahmu. Aku dan hartaku adalah untuk Allah Swt dan Rasul-Nya.

Demi Allah, Yaa Rasulullah Saw aku lebih menyukai uang yang engkau ambil dariku daripada yang tinggal.”

Rasulullah Saw kemudian berkata, “Engkau telah berkata dengan sebenarnya, semoga Allah Swt memberkatimu.”

Maka Rasulullah Saw memindahkan Fatimah r.ha ke rumah Haritsa.

Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah r.ha adalah pasangan suami isteri yang hidup dengan penuh kesederhanaan. Tempat tidur mereka terbuat dari kulit domba. jika mereka akan tidur, mereka harus membalikkan bulunya terlebih dahulu. Sedangkan bantainya terbuat dari kulit yang di isi jerami. Walaupun demikian, hari-hari mereka telah diisi dengan kebahagiaan.

Pada suatu ketika, Fatimah r.ha berkata, “Demi Allah, aku telah menumbuk gandum sampai tanganku lecet.”
Maka Ali bin Abi Thalib r.a menganjurkan kepada isterinya, agar menjumpai Rasulullah Saw untuk meminta tawanan-tawanan perang sebagai pembantu di rumahnya. Fatimah r.ha pun segera menemui ayahandanya Rasulullah Saw.

Sesampainya di sana, banyak sahabat sedang berkumpul di sisi Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya, “Ada apa, wahai puteriku?”
Fatimah r.ha menjawab, “Aku datang untuk mengucapkan salam untukmu.”
Fatimah terlalu segan untuk mengutarakan maksudnya, sehingga ia kembali pulang tanpa tertunaikan maksud kedatangannya. Sesampainya di rumah Ali bin Abi Thalib r.a bertanya, “Bagaimana hasilnya?”
Fatimah r.ha menjawab, “Aku terlalu malu untuk meminta kepada beliau.”
Kemudian mereka berdua datang menghadap Rasulullah Saw. Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Yaa Rasulullah Saw, Fatimah telah menimba air sampai dadanya luka. Ia telah menumbuk (gandum) sampai tangannya lecet. Dan Allah Swt telah memberimu rampasan perang dan kekayaan, berilah kami seorang pelayan.”

Namun Rasulullah Saw menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memberimu pelayan, dan membiarkan ahli Shuffah menahan perutnya karena kelaparan. Aku tidak mempunyai sesuatu untuk mereka, jadi aku akan menjual barang rampasan itu dan memberikannya kepada mereka. Maukah kalian kuceritakan sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta tadi?”
Mereka menjawab, “Ya, tentu saja.”
Beliau Saw berkata, “Yaitu beberapa kalimat yang diajarkan Jibril A.s kepadaku. Ketika kalian beristirahat di tempat tidur ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali.”

Dan nasehat itu telah menjadi amalan rutin keluarga Fatimah r.ha.

Ali bin Abi Thalib R.a berkata, “Demi Allah Swt, aku tidak pernah mengabaikan bacaan itu sejak Rasulullah Saw mengajarkannya kepada kami.”
lbnu Kiwa’ berkata kepadanya, “Bahkan pada malam perang Siffin?’ Ali menjawab, “Semoga Allah murka pada kalian, wahai penduduk lrak.”
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib r.a pernah berbuat kasar kepada Fatimah r.ha. Lalu Fatimah r.ha mengancam Ali bin Abi Thalib r.a, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah Saw!”

Fatimah r.ha pun pergi kepada Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib r.a mengikutinya. Sesampainya di sana, Fatimah r.ha mengeluhkan tentang kekasaran Ali bin Abi Thalib r.a. Nabi Muhammad Saw menyabarkannya, “Wahai puteriku, dengarkanlah, pasang telinga, dan pahami. Bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.”

Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Kalau begitu aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.”
Fatimah r.ha pun berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak engkau sukai.”

Juga disebutkan dalam riwayat lain, Pernah terjadi pertengkaran antara Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah r.ha. Lalu Rasulullah Saw datang, dan Ali bin Abi Thalib r.a menyediakan tempat untuk Rasulullah Saw berbaring. Kemudian Fatimah r.ha datang dan berbaring di samping Nabi Muhammad Saw.

Lalu Ali bin Abi Thalib r.a pun berbaring di sisi lainnya. Rasulullah Saw mengambil tangan Ali bin Abi Thalib r.a dan meletakkannya di atas perut beliau Saw, lalu beliau Saw mengambil tangan Fatimah r.ha dan meletakkannya di atas perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah Saw, “Tadi engkau masuk dalam keadaan demikian, lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di wajahmu.”

Beliau menjawab, “Apa yang menahanku dari kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?”

Pada suatu ketika, ‘Aisyah r.ha sedang duduk bersama Rasulullah Saw, kemudian datanglah Fatimah r.ha dengan gaya berjalannya yang sama dengan gaya berjalan Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw menyambutnya, “Selamat datang, Puteriku.”
Lalu Beliau Saw mendudukkan Fatimah r.ha di sampingnya dan membisikkan sesuatu kepadanya sehingga Fatimah r.ha menangis. Kemudian beliau Saw kembali membisiki lagi kepada Fatimah r.ha, dan dia tertawa. Melihat hal ini, ‘Aisyah r.ha bertanya, “Mengapa engkau menangis lalu tertawa setelah dibisiki oleh Rasulullah Saw. Apa gerangan yang telah dibisikkan Rasulullah Saw kepadamu?”

Fatimah menjawab, “Aku tidak akan membuka rahasia beliau.”
Ketika Rasulullah Saw wafat, ‘Aisyah r.ha bertanya lagi kepada Fatimah r.ha, dan ia menjawab, “Rasulullah Saw membisikiku, “Jibril selalu mendatangiku setiap tahun dan mengulangi Al-Qur’an kepadaku satu kali. Namun, pada tahun ini dia datang kepadaku dua kali dan membacakan Al-Qur’an kepadaku dua kali. Aku merasa ajalku sudah dekat. Aku penghulu terbaik bagimu.” Maka aku menangis. Lalu Beliau membisikkan lagi, “Engkau orang yang paling cepat menyusulku dari keluargaku.” Maka aku tertawa karenanya.

Pada hari-hari menjelang kematiannya, Fatimah r.ha diserang sakit yang parah. Abu Bakar Ash Shiddiq r.a pergi mengunjungi Fatimah r.ha dan meminta izin untuk masuk. Maka Ali bin Abi Thalib r.a berkata kepada isterinya, “Fatimah, Ada Abu Bakar di depan pintu. Apakah engkau mengizinkannya masuk?”
Fatimah r.ha mengembalikan pertanyaan itu kepada suaminya, “Apakah engkau setuju?”
“‘Ya,” jawab Ali bin Abi Thalib r.a.
Maka Abu Bakar Ash Shiddiq r.a masuk untuk mengunjunginya dan menghiburnya sehingga membuat Fatimah r.ha senang. Dan pada ketika sakitnya itu, Salma datang menengoknya. Sedangkan pada hari itu Ali bin Abi Thallib r.a. sedang keluar. Fatimah r.ha berkata kepada Salma, “Tuangkanlah air untuk mandiku.”

Maka Salma menuangkan air untuk mandi Fatimah r.ha dengan cara yang terbaik. Kemudian Fatimah r.ha berkata, “Bawakanlah bajuku yang baru.”
Maka Salma memberikan pakaian baru kepadanya dan dia pun mengenakannya. Kemudian Fatimah r.ha berkata lagi, “Angkatlah tempat tidurku ke tengah-tengah ruangan.”
Salma memindahkannya, lalu dia berbaring menghadap kiblat. Kemudian Fatimah r.ha berkata kepada Salma, “Ibu, aku akan menemui ajal sekarang. Aku telah mandi, jadi jangan biarkan orang lain membuka bahuku.”
Salma bercerita, “Fatimah telah wafat. Kemudian Ali bin Abi Thalib r.a datang dan aku mengabarkan hal itu kepadanya.”
Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun yang akan membuka bahunya.”

Dia mengangkat jenazah Fatimah r.ha dan menguburkannya dengan mandi itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!