Meski telah
meninggalkan jasad, ruh masih dapat merasakan kepedihan atau kebahagiaan.
Menurut Al-Ghazali, hakikat dari kematian itu adalah jasad tidak lagi efektif
terhadap keberadaan ruh. Semua anggota badan ( telinga, hidung, tangan, mata
dan hati/kalbu ) sesungguhnya merupakan alat-alat yang digunakan ruh untuk
melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Sedangkan perasaan gembira, senang,
bahagia, duka dan nestapa adalah bagian yang terkait dengan ruh itu sendiri.
Kematian sama
dengan hilangnya segala kemampuan yang timbul sebagai sebab akibat keterkaitan
ruh dengan anggota-anggota tubuh. Lenyapnya kemampuan anggota tubuh itu seiring
dengan matinya jasad, hingga tiba saatnya nanti ruh dikembalikan (baca:
difungsikan) kepada jasadnya. Seringkali kita mendengar bahwa ruh akan
dipersatukan kembali dengan jasad (baca: manusia dibangkitkan kembali) hingga
datangnya hari kiamat kelak bukan ?
Logikanya, menurut
Al Ghazali dapat dipersamakan dengan hilangnya fungsi salah satu anggota badan
disebabkan karena telah rusak atau hancurnya anggota badan itu. Urat-urat yang
berada dalam anggota tubuh itu tidak dapat dialiri lagi oleh ruh. Jadi ruh yang
memiliki daya pengetahuan, berfikir dan merasa itu tetap ada dan memfungsikan
sebagian anggota tubuh lain namun tak mampu memfungsikan sebagian yang lain.
Jadi kematian tak
berarti musnahnya ruh atau hilangnya daya cerna ruh. Bukti tentang ini dapat
direnungi pada kematian para syuhada dalam surat Ali Imran ayat 169 : "Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezeki ".
Kematian dapat pula
berarti kekalnya kebahagiaan atau kesengsaraan. Rasulullah SAW bersabda: "Kuburan itu dapat menjadi salah satu
jurang neraka atau syurga" (HR Tarmidzi). Penjelasannya dilanjutkan
kembali oleh Rasulullah dalam sabdanya yang lain: "Jika salah seorang dari kalian mati, pagi dan petang akan
diperlihatkan kedudukannya (kelak). Jika ia termasuk penghuni syurga maka
tempat duduknya di tempatkan di surga, dan jika ia termasuk penghuni neraka
maka tempatnya di neraka. Dan kepada mereka dikatakan,"Inilah tempat
kalian hingga tiba saatnya dibangkitkan untuk menemui Dia pada hari
kebangkitan." (HR Bukhari).
Tentang kondisi
alam kubur digambarkan oleh Al-Ghazali mengutip beberapa ulama salaf (seperti
'Ubaid bin 'Umair Al-Laitsi, Muhammad bin Shabih, Yazid Al-Ruqasyi, dan Ka'b
(Al-Ahbar) lebih mencekam lagi. Bahwa ruh orang yang telah berada dalam alam
lain itu dapat mendengar perkataan ruh lain, bahkan orang yang masih hidup. Hal
itu pernah dibuktikan oleh Rasulullah SAW saat beliau bertanya tentang janji
Allah, kepada jawara-jawara Quraisy yang tewas terbunuh dalam perang Badar.
Usai bertanya
tersebut, Beliau ditanya oleh para sahabat: "Wahai Rasulullah ! Apakah
engkau berseru kepada mereka, sedangkan mereka sudah mati ?". Beliau
menjawab: "Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, mereka mendengar
kata-kataku lebih jelas daripada kalian. Hanya saja mereka tak mampu
menjawab."
Dari Muhammad bin
Shabih pernah diriwayatkan pula, jenazah yang telah diletakkan di liang
lahat/kubur akan disapa oleh sesama ahli kubur tetangganya seraya melemparkan
beberapa pertanyaan berikut: "Wahai orang yang telah meninggalkan sanak
saudara dan handai taulan, tidak pernahkah engkau belajar dari kami ? Pernahkah
terlintas engkau akan seperti kami ? Tidakkah engkau melihat bahwa kami tak
bisa lagi beramal sedangkan engkau pernah memiliki kesempatan ? dan sebagainya.
Mengingat maut = Memproduktifkan hidup
Jika ada manusia
tidak pernah tergugah dengan kematian manusia lain, maka dapat dikatakan orang
itu masuk golongan "Mandom" alias manusia domba. Layaknya domba di
Iedul Qurban. Lahap memakan rumput tanpa henti sambil menatap kawan-kawannya
disembelih, sementara ia adalah giliran berikutnya.
Analoginya, manusia
golongan ini dapat dikatakan sebagai orang bodoh yang telah mensia-siakan modal
hidup dan menghamburkannya dengan sia-sia. Semakin banyak kesia-siaan yang
dilakukan maka tingkat kebodohannya semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang
paling cerdas adalah orang yang paling sering mengingat ajal dan paling banyak
mempersiapkan diri menghadapi maut.
Khusnul khotimah adalah suatu karunia Allah SWT yang khusus
diberikan kepada manusia. Karena itu slogan nyeleneh: "muda berfoya-foya,
tua kaya-raya, mati masuk syurga" tak berlaku dalam konteks ini. Khusnul khotimah merupakan hadiah bagi
manusia atas upayanya yang sungguh-sungguh menjalankan tugas hidup (baca:
beribadah dengan benar dan mengimplementasikan amar ma'ruf nahi munkar) di
dunia ini. Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian kemudian lulus dengan
predikat summa cum laude.
Adat manusia
biasanya selalu berfikir bagaimana mendapatkan sesuatu itu terlebih dahulu,
ketimbang memikirkan dengan cara apa saja sesuatu itu dapat diraih. Dalam kasus
khusnul khatimah, kita tak bisa
langsung bermimpi ingin mendapatkannya. Khusnul
khatimah bisa diraih dengan merintisnya jauh-jauh hari sebelum kedatangan
sang maut. Kata-kata mati (plus persiapannya), harus dihadirkan dalam hati kita
setiap hari.
Sabda Rasulullah,
yang menyatakan bahwa dengan banyak-banyak mengingat maut menjadikan seseorang
menjadi makhluk yang produktif, cermat dan selektif, adalah benar adanya.
Setiap pekerjaan yang dilakukan dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Hal ini
karena sang maut bisa datang kapan saja.
Sebaliknya, kalau
Allah belum memberi izin, sang mautpun takkan datang. Seperti orang yang
berkeinginan bunuh diri di rel kereta api. Sesaat kereta api melintas, ternyata
tubuhnya masih utuh. Karena ia berada di lintasan dengan tiga jalur rel, dan ia
tak berdiri di jalur yang dilewati kereta api itu.
Dengan selalu
mengingat maut, maka kematian menjadi semacam bahan bakar agar manusia mampu
hidup produktif dan bermanfaat. Agar manusia memiliki manfaat hidup hendaknya
mengingat 4 rumus "selalu". Pertama, selalu bermunajat kepada Allah SWT. Kedua, selalu mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri. Ketiga, selalu bertafakkur, mengasah diri dan
ilmu. Keempat, selalu memenuhi hak
hidup, seperti makan, minum, tidur dengan teratur.
Jadi sebelum
manusia mendekati sakaratul maut, Rasulullah sudah memberi solusi kepada
manusia. Jika ajal telah tiba, tidak perlu takut menghadapinya. Jadikanlah
tidur kita sebagai tidur yang terakhir, shalat yang terakhir, makan sebagai
makan yang terakhir, berzakat, infaq dan shadaqah sebagai zakat, infaq dan
shadaqah yang terakhir. Bayangkan bahwa hari esok, kita tak lagi berada di
dunia.
alhamdulillah, salam kenal juga
BalasHapus