Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 13 November 2012

Kematian Dan Alam Kubur

Meski telah meninggalkan jasad, ruh masih dapat merasakan kepedihan atau kebahagiaan. Menurut Al-Ghazali, hakikat dari kematian itu adalah jasad tidak lagi efektif terhadap keberadaan ruh. Semua anggota badan ( telinga, hidung, tangan, mata dan hati/kalbu ) sesungguhnya merupakan alat-alat yang digunakan ruh untuk melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Sedangkan perasaan gembira, senang, bahagia, duka dan nestapa adalah bagian yang terkait dengan ruh itu sendiri.

Kematian sama dengan hilangnya segala kemampuan yang timbul sebagai sebab akibat keterkaitan ruh dengan anggota-anggota tubuh. Lenyapnya kemampuan anggota tubuh itu seiring dengan matinya jasad, hingga tiba saatnya nanti ruh dikembalikan (baca: difungsikan) kepada jasadnya. Seringkali kita mendengar bahwa ruh akan dipersatukan kembali dengan jasad (baca: manusia dibangkitkan kembali) hingga datangnya hari kiamat kelak bukan ?

Logikanya, menurut Al Ghazali dapat dipersamakan dengan hilangnya fungsi salah satu anggota badan disebabkan karena telah rusak atau hancurnya anggota badan itu. Urat-urat yang berada dalam anggota tubuh itu tidak dapat dialiri lagi oleh ruh. Jadi ruh yang memiliki daya pengetahuan, berfikir dan merasa itu tetap ada dan memfungsikan sebagian anggota tubuh lain namun tak mampu memfungsikan sebagian yang lain.


Jadi kematian tak berarti musnahnya ruh atau hilangnya daya cerna ruh. Bukti tentang ini dapat direnungi pada kematian para syuhada dalam surat Ali Imran ayat 169 : "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki ".

Kematian dapat pula berarti kekalnya kebahagiaan atau kesengsaraan. Rasulullah SAW bersabda: "Kuburan itu dapat menjadi salah satu jurang neraka atau syurga" (HR Tarmidzi). Penjelasannya dilanjutkan kembali oleh Rasulullah dalam sabdanya yang lain: "Jika salah seorang dari kalian mati, pagi dan petang akan diperlihatkan kedudukannya (kelak). Jika ia termasuk penghuni syurga maka tempat duduknya di tempatkan di surga, dan jika ia termasuk penghuni neraka maka tempatnya di neraka. Dan kepada mereka dikatakan,"Inilah tempat kalian hingga tiba saatnya dibangkitkan untuk menemui Dia pada hari kebangkitan." (HR Bukhari).

Tentang kondisi alam kubur digambarkan oleh Al-Ghazali mengutip beberapa ulama salaf (seperti 'Ubaid bin 'Umair Al-Laitsi, Muhammad bin Shabih, Yazid Al-Ruqasyi, dan Ka'b (Al-Ahbar) lebih mencekam lagi. Bahwa ruh orang yang telah berada dalam alam lain itu dapat mendengar perkataan ruh lain, bahkan orang yang masih hidup. Hal itu pernah dibuktikan oleh Rasulullah SAW saat beliau bertanya tentang janji Allah, kepada jawara-jawara Quraisy yang tewas terbunuh dalam perang Badar.

Usai bertanya tersebut, Beliau ditanya oleh para sahabat: "Wahai Rasulullah ! Apakah engkau berseru kepada mereka, sedangkan mereka sudah mati ?". Beliau menjawab: "Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, mereka mendengar kata-kataku lebih jelas daripada kalian. Hanya saja mereka tak mampu menjawab."

Dari Muhammad bin Shabih pernah diriwayatkan pula, jenazah yang telah diletakkan di liang lahat/kubur akan disapa oleh sesama ahli kubur tetangganya seraya melemparkan beberapa pertanyaan berikut: "Wahai orang yang telah meninggalkan sanak saudara dan handai taulan, tidak pernahkah engkau belajar dari kami ? Pernahkah terlintas engkau akan seperti kami ? Tidakkah engkau melihat bahwa kami tak bisa lagi beramal sedangkan engkau pernah memiliki kesempatan ? dan sebagainya.

Mengingat maut = Memproduktifkan hidup

Jika ada manusia tidak pernah tergugah dengan kematian manusia lain, maka dapat dikatakan orang itu masuk golongan "Mandom" alias manusia domba. Layaknya domba di Iedul Qurban. Lahap memakan rumput tanpa henti sambil menatap kawan-kawannya disembelih, sementara ia adalah giliran berikutnya.
Analoginya, manusia golongan ini dapat dikatakan sebagai orang bodoh yang telah mensia-siakan modal hidup dan menghamburkannya dengan sia-sia. Semakin banyak kesia-siaan yang dilakukan maka tingkat kebodohannya semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang paling cerdas adalah orang yang paling sering mengingat ajal dan paling banyak mempersiapkan diri menghadapi maut.

Khusnul khotimah adalah suatu karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada manusia. Karena itu slogan nyeleneh: "muda berfoya-foya, tua kaya-raya, mati masuk syurga" tak berlaku dalam konteks ini. Khusnul khotimah merupakan hadiah bagi manusia atas upayanya yang sungguh-sungguh menjalankan tugas hidup (baca: beribadah dengan benar dan mengimplementasikan amar ma'ruf nahi munkar) di dunia ini. Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian kemudian lulus dengan predikat summa cum laude.

Adat manusia biasanya selalu berfikir bagaimana mendapatkan sesuatu itu terlebih dahulu, ketimbang memikirkan dengan cara apa saja sesuatu itu dapat diraih. Dalam kasus khusnul khatimah, kita tak bisa langsung bermimpi ingin mendapatkannya. Khusnul khatimah bisa diraih dengan merintisnya jauh-jauh hari sebelum kedatangan sang maut. Kata-kata mati (plus persiapannya), harus dihadirkan dalam hati kita setiap hari.

Sabda Rasulullah, yang menyatakan bahwa dengan banyak-banyak mengingat maut menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat dan selektif, adalah benar adanya. Setiap pekerjaan yang dilakukan dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Hal ini karena sang maut bisa datang kapan saja.

Sebaliknya, kalau Allah belum memberi izin, sang mautpun takkan datang. Seperti orang yang berkeinginan bunuh diri di rel kereta api. Sesaat kereta api melintas, ternyata tubuhnya masih utuh. Karena ia berada di lintasan dengan tiga jalur rel, dan ia tak berdiri di jalur yang dilewati kereta api itu.

Dengan selalu mengingat maut, maka kematian menjadi semacam bahan bakar agar manusia mampu hidup produktif dan bermanfaat. Agar manusia memiliki manfaat hidup hendaknya mengingat 4 rumus "selalu". Pertama, selalu bermunajat kepada Allah SWT. Kedua, selalu mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri. Ketiga, selalu bertafakkur, mengasah diri dan ilmu. Keempat, selalu memenuhi hak hidup, seperti makan, minum, tidur dengan teratur.

Jadi sebelum manusia mendekati sakaratul maut, Rasulullah sudah memberi solusi kepada manusia. Jika ajal telah tiba, tidak perlu takut menghadapinya. Jadikanlah tidur kita sebagai tidur yang terakhir, shalat yang terakhir, makan sebagai makan yang terakhir, berzakat, infaq dan shadaqah sebagai zakat, infaq dan shadaqah yang terakhir. Bayangkan bahwa hari esok, kita tak lagi berada di dunia.


Terima kasih, admin haturkan kepada Cecep Y. Pramana yang telah mengirimkan artikel ini untuk dipublikasikan di blog ruang.berkah ini.

1 komentar:

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!