Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 20 Juli 2010

Ayat Yang Paling Ditakuti Oleh Ulama

Betapa kurang ajarnya tingkah pemuda Yahudi Bani Qainuqa' di Madinah. Pemuda-pemuda bejat akhlaqnya itu menarik-narik kain seorang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka. Betapa sadisnya kebiadaban Yahudi Bani Nadzir di Madinah yang ingin menjatuhkan batu besar ke diri Rasulullah, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Dan betapa liciknya kemunafikan Yahudi Bani Quraiddhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan kafir Quraisy ketika perang Khandaq, di mana kaum muslimin dipimpin Rasulullah berada di dalam parit.

Bejatnya akhlaq, sadisnya tingkah dan liciknya hati busuk, semuanya telah mewabah pada darah daging mereka orang-orang Yahudi Bani Israel. Dan penyakit akhlaq yang sampai memuncak itu tentunya ada bibit-bibit penyakitnya. Bukan sekadar kuman akhlaq yang ringan, tetapi kuman yang berbahaya. Dan kuman itu tidak hanya sekali datang berlalu, namun sekali datang dan datang lagi, bahkan senantiasa diusahakan datang. Apa itu? "Aklihimus suht". Makanan mereka haram.

Di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah:
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka (orang Yahudi) berlomba-lomba dengan dosa dan permusuhan dan mema-kan yang haram. Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan”. (Al-Maidah : 62).

Rabu, 14 Juli 2010

Hawa Nafsu

“Maafkanlah, karena itu lebih mulia” Itulah salah satu pesan Rasulullah yang sangat terkenal. Membalas perlakuan tak adil dan kezhaliman dari seseorang, tidak dilarang. Namun tentu ada alasan yang sangat khusus mengapa Rasul menganjurkan ummatnya untuk memberikan maaf kepada orang zhalim.

Mari kita lihat ulang soal maaf memaafkan ini. Perintah Allah berkenaan dengan “maaf” ini termaktub dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 134: “... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang”. Menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain, merupakan dua dari ciri orang yang bertaqwa. Nampaknya seperti sesuatu hal yang sangat sepele, dan tak sedikit orang yang menganggap itu sebagai hal biasa yang teramat mudah. Padahal, sungguh teramat berat untuk bisa melakukannya, jika bukan karena seseorang itu telah memiliki kebersihan hati dan ketulusan cinta kepada Allah Swt.

Ada satu hadits yang termasuk dhaif, namun dalam hal ini bisa diambil hikmahnya. Usai perang Badr yang terkenal sebagai salah satu perang terbesar dalam sejarah Islam, seorang sahabat mengatakan, “Kita baru saja melakukan peperangan terbesar” Kemudian Rasulullah berkata: “Tidak, perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu”. Meski terbilang hadits dhaif, tak ada salahnya jika kita sepintas “sepakat” bahwa mengendalikan hawa nafsu tidaklah ringan. Kalaulah kita mau membuka catatan sejarah perjalanan hidup manusia, betapa hawa nafsu sudah terlalu sering mengalahkan manusia, bahkan sejak manusia pertama diciptakan.

Selasa, 15 Juni 2010

Berjihadlah Dengan Ilmu Dan Dengan Al-Qur’an

Menyebarkan ilmu adalah ibadah dan jihad, Allah Jalla Jalaluhu memerintahkan NabiNya yang pada waktu itu berada di Mekkah untuk berjihad kepada kaum musyrikin (orang-orang yang mempersekutukan Allah Jalla Jalaluhu) dengan ilmu.

Allah Jalla Jalaluhu berfirman yang artinya.

“Artinya : Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar” [TQS. Al-Furqon : 53]

Yaitu berjihad “ dengan ilmu” dan “dengan Al-Qur’an”. Dengannya kebaikan dan pengaruh akan menetap.

Penuntut ilmu itu mempengaruhi dan menyebarkan kebaikan, oleh karena itu dalam hadits disebutkan.

“Artinya : Keutamaan seorang yang berilmu atau ahli ibadah adalah sebagaimana keutamaanku atas orang yang terendah dari kalian”.

Adapun orang yang shalih itu hanya bagi dirinya sendiri, tidaklah memberi pengaruh kecuali kepada dirinya sendiri, maka tidak syak lagi keutamaan ilmu sangat agung. Jika seseorang siap untuk mengajarkan (ilmu) di negerinya maka hal ini baik. Dari kebiasaan manusia ia akan menuju (dalam menuntut ilmu) kepada para ulama yang terkemuka dan berpaling dari penuntut ilmu yang (tingkatan ilmunya) dibawah ulama. Saya katakan perkara ini sesuai dengan tabi’at (manusia).

Menikah, Tunda Sebelum ...

Menikah? Mungkin hanya orang-orang yang mempunyai alasan yang sangat khusus saja yang tidak ingin menjalaninya. Sebagai manusia, menikah adalah sesuatu yang fitrah yang sudah digariskan Allah karena memang manusia memiliki kecenderungan terhadap setiap lawan jenisnya. Fase itu seolah menjadi sesuatu yang "wajib" dilalui pada batas usia tertentu (baligh) guna mendapatkan ketenangan hidup, kasih sayang bahkan rahmat Allah.

Rasulullah Muhammad saw pun dengan tegas mengatakan, bahwa bukan menjadi bagian ummatnya orang-orang yang membenci nikah, karena menikah adalah sunnahnya. Sungguh luar biasa ajaran yang dibawa Nabi Allah tersebut, disatu sisi Islam melarang ummatnya untuk mendekati zina, namun disisi lain sangat menganjurkan untuk menyegerakan menikah sebagai langkah tepat menjaga kesucian diri. Bahkan Allah pun masih memberikan toleransi bagi ummat-Nya untuk melakukan polygami jika memang hal tersebut menjadi satu-satunya solusi bagi permasalahan yang menyangkut urusan seksual seorang laki-laki, meski dalam hal ini mesti digaris bawahi bahwa masih dalam koridor menuju kesempurnaan taqwa dan kebersihan diri.