Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Minggu, 25 Desember 2011

Umat Islam Dan Permasalahannya

Sampai saat ini masih ada public image bahwa Islamic learning identik dengan kejumudan, kemandegan serta kemunduran. Kesan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dewasa ini mayoritas umat Islam hidup di negara-negara dunia ketiga dalam serba keterbelakangan ekonomi dan pendidikan. Lebih tragis lagi adalah berkembangnya cara berfikir serba dikotomis dan hitam putih sebagian besar umat Islam seperti Islam vis-a-vis non-Islam, Timur-Barat, dan ilmu-ilmu agama versus secular sciences.



Pola berfikir semacam ini biasanya sangat dipengaruhi oleh anggapan bahwa sains dan tehnologi tinggi yang merupakan lambang kemajuan budaya dan peradaban bangsa dewasa ini tumbuh dan berkembang di dunia Barat yang notabene negera non-Muslim. Akibat pemahaman semacan ini, penjajahan Barat atas Timur semakin menguat. Dominasi Barat dalam pelbagai hal seperti sains dan tehnologi moderen, informasi, ekonomi dan kultur makin menyisihkan umat Islam yang berada dalam kedalaman inferior complex. Umat Islam tidak hanya didikte oleh hegemoni Barat, tapi lebih parah lagi mereka kehilangan jati diri dan penghargaan diri ( self-identity and self-esteem), sebagai akibat dari kemunduran ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan yang berkepanjangan. Konsekuensi logis dari situasi ini adalah proses marginalisasi umat Islam semakin menjadi-jadi (the marginalization of Islamic world continues).

Lahirnya ide yang masih diperdebatkan tentang Islamisasi pengetahuan yang pada awalnya  dilancarkan oleh al-Marhum Professor Ismail Faruqi (Temple University AS) sejak tahun l970-an, pada dasarnya dimotivasi oleh kenyataan kemunduran ini dan kerinduan akan revitalisasi potensi umat Islam sebagaimana yang terjadi di masa silam. Konkritnya krisis tersebut disebabkan oleh:

Selasa, 15 November 2011

Mimpi Buruk

Bantal gulingku jatuh dilantai terkena tendangan kakiku. Akupun terbangun. Ketika aku tersadar aku baru tahu bahwa aku bermimpi dalam tidurku. Aku tidak ingat bagaimana mimpi itu, hanya satu yang kuingat bahwa mimpiku semalam mengerikan. Aku bermimpi buruk. Akupun terbangun dengan kepala berat. Baru kali ini aku bermimpi tentang peristiwa interogasi itu. aku teringat saat aku dituduh pencuri oleh staff bagian keamanan di Pondok Gontor. Aku tidak tahu pasti apa yang menyebabkan mimpi itu datang dalam tidurku. Seingatku aku sudah berdoa sebelum tidur, tetapi mengapa peristiwa itu hadir dalam mimpiku? Akupun duduk dan diam sejenak. Aku selalu membutuhkan waktu itu untuk berdoa dan menenangkan pikiranku. Aku tak pernah bermimpi seperti ini sebelumnya. Selama ini tidurku baik-baik saja. Tidurku selalu lelap dan aku tak pernah bermimpi yang bukan-bukan.


Namun mengapa akhir-akhir ini aku jadi sering dikunjungi oleh mimpi buruk? Seminggu yang lalu aku bermimpi melihat orang menangis, lalu mendengar seseorang meminta pertolongan, Bahkan mimpi burukku yang pertama adalah mimpi yang paling mengerikan. Dalam mimpi itu aku melihat rohku berjalan-jalan sementara jasadku diam saja. Aku menjerit, ada apa ini? Mengapa rohku bisa berjalan dan melayang tanpa mengajak jasadku serta? Bisa saja aku menganggap ini adalah mimpi biasa, sebagai bunga tidur. Namun mengapa setelah mimpi rohku berjalan dan melayang tersebut, beberapa hari berikutnya samapi sekarang aku selalu dikunjungi mimpi yang tidak aku harapkan?

Selasa, 25 Oktober 2011

Ketika Seorang Wanita Enggan Di Dapur

Selain harus cerdas, Muslimah juga mesti lihai dalam urusan kerumahtanggaan. Seperti Fathimah Radhiyallahu ‘anha (RA), sosok yang cerdas dan jago masak.

Sebut saja namanya Fulanah. Sudah beberapa tahun terakhir gadis yang telah duduk di bangku madrasah aliyah ini sibuk menjalani studi di sebuah pondok pesantren terkenal di Pulau Jawa. Di pesantrennya yang luas itu, Fulanah hidup nyaman. Dia hanya dituntut belajar dan belajar. Tidak perlu pusing memikirkan bagaimana mau makan. Juga tak merasa risau repotnya mencuci pakaian. Wajar saja, orangtuanya memang sudah mengeluarkan anggaran jutaan untuk itu semua.

Agaknya, tradisi di pesantren yang serba tersedia membuat Fulanah secara perlahan-lahan tak nyaman berurusan dengan dapur. Pasalnya, ia sudah terbiasa dibelenggu pada suatu kondisi yang serba instan dan semua langsung tersedia.

Sehingga tak mengherankan ketika sudah berada di rumah, di mana aturan pesantren dianggap tak berlaku lagi, ia lebih enjoy berlama-lama dengan teknologi seperti internet, Facebook, atau BlackBerry-nya ketimbang memasak atau mencuci. Kondisi ini kian diperparah dengan sikap orangtuanya yang kerap memanjakan, serta tidak pernah menyuruh cuci piring atau membantu memasak.

Tentu kondisi ini sebenarnya tidak sehat bagi Fulanah pada kehidupan berikutnya. Situasi di pesantren dan sikap orangtuanya tersebut sedikit banyak akan merugikan dia.

Kebiasaan di pesantren yang berlangsung terus menerus tanpa kendali ini, efeknya bisa jadi akan membuat peserta didik memiliki tradisi pola pikir instanitas (serba tersedia), yaitu tanpa perlu usaha keras, semua sudah tersedia.

Tentu ini dapat menjegal kreativitas dan potensi sang anak, serta membuat malas. Pengaruhnya di masa mendatang pun tak bisa disepelekan. Dalam jangka pendek ini mungkin belum nampak dan tak terasa, tapi yang harus disadari yaitu pengaruhnya lebih kepada mentalitas dan kepribadian.

Bisa jadi salah satunya, akibat dari kebiasaan itu, ketika sudah menikah, atau setidaknya setelah beranjak usia dewasa, si Fulanah belum juga cakap memasak dan tak pintar menyetrika. Dan nyatanya kondisi seperti ini lazim kita temukan di zaman ini.

Rabu, 12 Oktober 2011

Perempuan, Antara Eksploitasi Dan Prestasi

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang khusu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatanya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar". (QS. Al-Azhab. 35)

Seorang ibu yang baru saja melahirkan tampak sedikit kecewa dengan kabar yang baru saja ia diterima dari seorang suster yang membantu persalinannya. Suster mengatakan bahwa anaknya yang keempat ini ternyata perempuan lagi.

"Perempuan?" kening si ibu mengkerut.
"Coba dicek lagi suster, mungkin suster salah lihat, sebab hasil USG beberapa bulan lalu, terlihat dalam kandungan saya, anak saya laki-laki!" desak si ibu yang masih tampak lemah.

"Benar Bu, anak Ibu perempuan, tidak mungkin salah apa lagi tertukar, karena hanya Ibu saja yang melahirkan hari ini di sini. Sama saja antara laki-laki dan perempuan Bu. Yang penting bagaimana Ibu mendidiknya kelak menjadi anak yang sholeh. Di mata Allah, laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama." papar suster dengan bijaksana. Namun sang ibu masih tampak kecewa, hal itu terlihat jelas dari raut wajahnya.