Allah Ta’ala berfirman:
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat
oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan
Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami
pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka,
maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya
(dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).
Ibnu Katsir
menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah
menyia-nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan
kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya,
dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan
mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan
kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di
hari qiyamat.
Adapun maksud
lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada orang-orang yang
berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan
(tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin
Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan
para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i
sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah
ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:
بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ (رواه
مسلم في صحيحه برقم: 82 من حديث جابر).
“
(Perbedaan)
antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dalam
kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).