Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 05 Maret 2013

Awal Tumbuhnya Iri Dengki Di Muka Bumi

Benih iri dengki mulai tumbuh dihati Qabil terhadap adik kandungnya, yakni Habil. Penyakit ini menjadi sumber kejahatan pada anak Adam.Qabil iri kepada Habil ketika mendapati kenyataan bahwa adik kembarnya jauh lebih cantik dibanding dengan adik kembar Habil. Ini berarti calon istri Habil jauh lebih cantik dibanding calon istri Qabil. Dan karena iri dengki inilah, Qabil mencurigai keputusan ayahnya yang dianggap tidak adil dalam menjodohkan anak-anaknya. Sang ayah dianggap lebih cinta kepada Habil daripada cintanya kepada Qabil.

Maka percekcokan mulai merebak diantara anak-anak Adam dan Hawa’ itu sehingga Adam merasa perlu untuk memutuskan percekcokan tersebut dengan bimbingan Syariat Allah Ta’ala. Adam pun bermunajat mengadukan masalahnya kepada Allah agar dapat memutuskan perkara itu dengan keputusan yang paling adil. Sehingga turunlah keputusan dari Allah, agar Qabil dan Habil mempersembahkan kurban hasil pekerjaan masing-masing. Siapa yang persembahan kurbannya di terima oleh Allah, maka dialah yang berhak menikahi saudara perempuannya yang tercantik. Dan tanda diterimanya kurban mereka adalah disambarnya persembahan kurban mereka oleh api yang turun dari langit.

Sementara itu Habil bekerja sebagai peternak sapi dan kambing untuk menyediakan keperluan hewani keluarga Adam dan Hawa’, Sedangkan Qabil bekerja sebagai petani yang membuka lahan sawah dan perkebunan sayur dan buah-buahan untuk menyediakan keperluan nabati keluarga tersebut. Keduanya menyiapkan persembahan kurban itu dari hasil pekerjaan masing-masing. Habil menyiapkan beberapa ekor kambing dan sapi yang paling gemuk dan paling bagus, sedangkan Qabil menyiapkan hasil pertanian dan perkebunan yang paling jelek. Dan ketika persembahan kurban  itu di persembahkan kepada Allah Ta’ala, maka datanglah api dari langit menyambar persembahan kurban Habil dan sama sekali tidak menyentuh persembahan kurban Qabil [Al-Kamil fitTarikh, Al-'Allamah Izzuddin Abil Hasan Ali bin Abil Karam Asy-Syaibani Ibnul Atsir, jilid 1hal 43, Darul Fiker, Bairut Libanon, tanpa tahun.].

Senin, 04 Maret 2013

Dialog Uang Dalam Kotak Amal

“Asyik… Asyik… aku masuk ke dalam kotak amal.” Goci (lima ribu) berteriak senang.

Ia pun langsung berbaur dengan uang-uang lainnya, ada si Sebi (seribu), si Gopi (lima ratus), si Sepu (Sepuluh ribu), si Dopu (dua puluh ribu), si Limbu (lima puluh ribu) dan si Sertu (seratus ribu).

“Hai kawan-kawan. Senangnya bertemu dengan kalian di sini. Semoga kita bisa menjadi saksi dari orang-orang yang menaruh kita ke dalam kotak amal ini.” Goci menyapa semua uang di dalam kotak amal bening itu.

Semua uang tersenyum menyambut kedatangan si Goci.

Kotak amal bening yang berada di Masjid Akbar, senantiasa menjadi pemandangan umum para jamaah yang hilir mudik hendak melaksanakan shalat. Keberadaannya di depan pintu masjid sangat strategis, tidak jarang orang-orang dengan senangnya “menitipkan” uangnya ke dalam kotak amal. Tapi ada juga yang enggan atau pura-pura tidak melihat bahwa di depannya ada kotak amal.

Dan hari ini adalah hari bersejarah bagi Goci. Bukan karena nilainya yang termasuk besar yang ada di dalam kotak amal. Tapi karena si pemilik Goci sebelumnya yang ia tahu bukanlah orang yang tergolong mampu. Hanya si bapak tukang sapu jalanan. Goci sempat melirik wajah bapak itu sebelum memasukkan Goci ke dalam kotak amal. Tersirat keikhlasan dalam wajah lugunya. Goci sempat mendengar gumaman bapak itu, “Ya Allah, terimalah sedekahku untuk rumah-Mu, semoga uang ini bisa bermanfaat.”

Sebelum berada di kotak amal dan milik si bapak tukang sapu jalanan, Goci adalah milik orang kaya yang memberikan Goci pada bapak tukang sapu jalanan. Sebagai imbalan karena telah membantu menyapu halaman rumahnya, alasan orang kaya itu memberi.

Abu Bakar as Sidiq

Beliau lahir dua tahun beberapa bulan setelah kelahiran Rasulullah Saw di kota Mekkah. Atau pada tahun 51 sebelum Hijriah (751 M). Nama lengkapanya Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin Ka’ab at-Taimy al-Qursy. Dulunya bernama Abdul Ka’bah, kemudian Rasulullah mengantinya dengan nama Abdullah. Gelarnya As-Sidiq; orang percaya. Ketika terjadi peristiwa Isro’ dan Mi’roj, beliaulah termasuk orang pertama yang percaya dengan peristiwa itu. Maka beliau digelari as-Siddiq. Nama panggilanya Abu Bakar. Ibunya bernama ummul Khoir Salma binti Shahr bin ‘Amir .


Di kalangan kaumnya dikenal dengan al-‘Atiq. Konon ceritanya Rasulullah pernah berkata; “Kamu adalah hamba Allah yang dijauhkan (‘Atiq) dari api neraka”. Maka sejak itulah terkenal di kalangan sahabat dengan sebutan al-‘Atiq. Pendapat lain mengatakan karena wajahnya yang ganteng. Pendapat lain karena banyak memerdekakan budak muslim seperti Bilal. Pendapat lain karena tidak ada cacat dalam nasabnya.

Minggu, 03 Maret 2013

Nabi Khidir As Masih Hidup

Hadits-hadits yang menerangakan bahwa Nabi Khidhir masih hidup adalah: 

1. Ad-Daraqathni riwayat dari Ibnu ‘Abbas: “Nabi Khidhir dan Nabi Ilyas bertemu setiap tahun saat musim haji, dan mereka berdua saling mencukur (tahallul) kepala satu sama yang lain.” Ibnu Hajar mengatakan sanadnya lemah. Sementara riwayat Ahmad dalam az-Zuhd dan ath-Thabarani dengan penambahan “Mereka berdua berpuasa Ramadhan di Baitul Maqdis.” Ibnu Hajar mengatakan sanadnya hasan.
2. Musnad Abu Usamah

“Nabi Khidhir di samudra dan Nabi Ilyas di daratan, mereka bertemu tiap malam di samping tembok yang dibuat Dzul Qarnain.” ( Lihat Syawahid al-Haq hlm. 200 tentang 4 hadits yang dibawakan Ibnul Jauzi. )

Al-Hafizh al-Munawi mengatakan bahwa hadits tentang ini dha‘if, akan tetapi menjadi kuat (hasan) karena banyaknya riwayat dengan lafazh yang berbeda-beda termasuk dalam al-Mustadrak. Dan kesimpulannya hadits-hadits di atas adalah hasan atau shahih bukan lagi dha‘if. (Faidh al-Qadir juz 3 hlm. 618-619.)

Syaikh Yusuf an-Nabhani mengatakan: “Keterangan bahwa Nabi Khidhir masih hidup adalah sudah menjadi ketetapan para wali dan didukung oleh para ahli fiqh, ahli ushul dan hampir mayoritas ahli hadits, begitulah yang dikatakan oleh Syaikh Abu ‘Amr bin ash-Shalah yang dinukil oleh an-Nawawi dan menyetujuinya.” (Syawahid al-Haq hlm. 198-200.)

Beliau menambahkan, sejumlah masyayikh besar bahkan tak terhitung jumlahnya, ada yang pernah berkumpul satu majelis dengan Nabi Khidhir. Izzuddin bin Abdissalam saat ditanya apakah Nabi Khidhir masih hidup, beliau mengatakan: “Demi Allah, tujuh puluh para shiddiqin mengabarkan bahwa mereka melihat Nabi Khidhir dengan mata kepala mereka.”