Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Senin, 25 Maret 2013

Wahyu Terakhir Kepada Rasulullah SAW

Diriwayatkan bahawa surah Al-Maaidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji penghabisan [Wada']. Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:

"Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahawa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu."

Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril a.s.. Apabila para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata: "Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempurna."

Apabila Abu Bakar r.a. mendengar keterangan Rasulullah s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga ke malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata, "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila sesuatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahwa ia menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda."

Sabtu, 23 Maret 2013

Bacaan Do’a Sebelum Makan

Bacaan do’a sebelum makan :
Allaahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinnaa ‘adzaabannaar.

Doa tersebut di atas diriwayatkan oleh Imam Ibn As Sunni dalam kitab
beliau ‘Amal Al Yaum wa Al Lailah dengan sanad dan matan berikut:

قال ابن السني حدثني فضل بن سليمان ، ثنا هِشامُ بنُ عمّارٍ ، ثنا مُحمّد بن عِيسى بنِ سُميعٍ ، ثنا مُحمّدِ بنِ أبِي الزُّعيزِعةِ ، عن عَمرِو بنِ شُعيبٍ ، عن أبِيهِ ، عن جده عَبدِ اللهِ بنِ عَمرٍو ، رضي الله عنهما ، عنِ النّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، أنّهُ كان يقُولُ فِي الطّعامِ إِذا قُرِّب إِليهِ : « اللّهُمّ بارِك لنا فِيما رزقتنا ، وقِنا عذاب النّارِ ، بِاسمِ اللهِ »

Ibn As Sunni berkata Fadhl bin Sulaiman menceritakan kepadaku bahwa Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Isa bin Sumai’ menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Abi Zu’aiza’ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya Syua’ib dari kakeknya Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiyallohu anhuma dari Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam adalah beliau membaca pada saat makanan didekatkan ke beliau, “Allahumma Baarik Lanaa Fiimaa Razaqtanaa wa Qinaa ‘Adzaaban Naar, Bismillah” (“Ya Allah berkahilah apa yang Engkau rezkikan kepada kami dan jauhkanlah dari kami siksa neraka, dengan menyebut nama Allah”)

Dalam rangkaian sanad di atas terdapat perowi yang bernama Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah dan dia telah dilemahkan oleh para ulama hadits.

Diantara para ulama yang menerangkan kelemahannya:

1.   Imam Bukhari (wafat 256 H) dalam kitabnya At Tarikh Al Kabir (1/88) mengatakan tentang perowi ini, “Haditsnya sangat mungkar dan tidak berhak ditulis”
2.   Imam Ibn Abi Hatim Ar Rozi (wafat tahun 327 H) dalam kitabnya ‘Ilal Al Hadits beliau berkata, “Aku bertanya kepada ayahku (Imam Abu Hatim-wafat tahun 277 H) tentang hadits ini lalu beliau menjawab “Hadits ini tidak diperhitungkan; di sanadnya terdapat Ibnu Abi Zu’aizi’ah dan tidak boleh menyibukkan diri dengannya karena haditsnya mungkar” (lihat juga Al Jarh wa At Ta’dil 7/261)

Rabu, 20 Maret 2013

Jangan Malu Hidup Sederhana

Dalam suatu kisah Rasulullah :

Suatu hari ‘Umar bin Khaththab RA menemui Nabi saw. di kamar beliau, lalu ‘Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah digerogoti oleh kemiskinan (lapuk).

Tikar membekas di belikat beliau, bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan kulit samakan membekas di kepala beliau.

Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).

Maka, air mata ‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh dan ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi Nabi saw..

Lalu Nabi saw. bertanya sambil melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, “Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”

‘Umar RA menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”

Lalu Nabi saw. menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”

‘Umar menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)

Jumat, 15 Maret 2013

Durhaka Kepada Allah Dan RasulNya Adalah Sesat Yang Nyata

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al-Ahzab : 36]

Dari fenomena yang tampak pada saat ini, (kita menyaksikan) khutbah-
khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in (orang-orang yang berguru kepada para sahabat) serta tabiut tabiin (orang-orang yang berguru kepada tabi’in). Namun bersamaan itu pula, amal perbuatan sedikit. Sering kali kita mendengarkan (perintah Allah dan RasulNya) namun, sering juga kita tidak melihat ketaatan, dan sering kali kita mengetahuinya, namun seringkali juga kita tidak mengamalkan.

Inilah perbedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tabiin dan tabiut tabiin yang mereka itu hidup pada masa yang mulia. Sungguh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga berkata salah seorang sahabat.
“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala memberikan nasehat mencari keadaan dimana kita giat, lantaran khawatir kita bosan” [Muttafaqun Alaihi]