Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 09 Juli 2013

Kisah Umar Bin Khattab Masuk Islam

Pada suatu hari Umar bin Khattab pergi menghunus pedang, untuk membunuh Rasulullah SAW. Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang lelaki dari golongan bani Zahrah, kemudian menanyakan hendak kemana tujuan Umar bin Khattab pergi. Lalu Umar mengatakan, bahwa ia bermaksud hendak membunuh Muhammad bin Abdullah. Mendengar jawaban Umar, lelaki tersebut memperingatkan Umar, bahwa bani Hasyim dan bani Zahrah akan memberikan pembalasan yang lebih kejam bila ia sampai membunuh Muhammad. Lalu lelaki itu mengalihkan pembicaraan, kepada masalah yang sangat luar biasa menakjubkan yang perlu dipikirkan oleh Umar.

Lalu Umar menjadi penasaran tentang masalah luar biasa menakjubkan yang membuat dia akhirnya karena saking penasarannya mendesak lelaki dari bani Zahrah yang ditemuinya tersebut untuk bercerita. Lantas lelaki bani Zahrah tersebut menjawab,

"Wahai Umar! Sebaiknya anda pergi saja menemui saudara perempuanmu dan suaminya. Karena sesungguhnya mereka berdua telah meninggalkan Agama nenek moyangnya, dan beriman kepada ajaran yang dibawa Muhammad yaitu orang yang hendak kau temui dan kau bunuh itu...!"

Sungguh! demi mendengar berita mengejutkan tersebut, Umar Bin Khattab segera mengubah tujuan, pergi ke rumah saudara perempuannya dengan dada yang bergemuruh penuh kemarahan. Dan begitu Umar telah sampai ke rumah Fatimah (saudara perempuan yang sangat disayanginya tersebut), ternyata disana ada Khabab bin AlArat (guru mengaji Fatimah adik Umar). Dan mengetahui Umar bin Khattab datang, maka Khabab langsung bersembunyi. Lalu Umar menanyakan suara yang tadi sempat di dengarnya dari luar pintu. Melihat kakaknya yang sedang kalap maka Fatimah binti Khattab segera mengambil lembaran yang berisi ayat-ayat Al-Qur'an, dan segera menyembunyikan ke dalam sakunya. Lalu Fatimah dan Sa'ad bin Zaid (Suaminya) bertanya kepada Umar Bin Khattab,

"Ya Umar, adakah engkau mendengar sesuatu?"

Rabu, 03 Juli 2013

Arti Huruf - Huruf Hijaiyah

Dari Husein bin Ali bin Abi Thalib r.a :
Seorang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a bersama Nabi saw.

Yahudi itu berkata kepada Nabi Muhammad SAW : "apa faedah dari huruf hijaiyah ?"
Rasulullah SAW lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Jawablah”
Lalu Rasulullah SAW mendoakan Ali, “ya Allah, sukseskan Ali dan bungkam orang Yahudi itu”.Lalu Ali berkata : “Tidak ada satu huruf-pun kecuali semua bersumber pada nama-nama Allah swt”.
Kemudian Ali berkata :  

1. “Adapun alif artinya tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Kokoh,

2. Adapun ba artinya tetap ada setelah musnah seluruh makhluk-Nya.

3. Adapun ta, artinya yang maha menerima taubat, menerima taubat dari semua hamba-Nya,

4. adapun tsa artinya adalah yang mengokohkan semua makhluk “Dialah yang mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia”

Hukum Minta Didoakan Orang Lain

“Ya Akhi…tolong doakan saya ya… doain saya moga sukses…” kata seorang ikhwan yang ingin mengikuti ujian kepada temannya. Ada pula seseorang yang mengatakan kepada temannya, “Wahai saudaraku … doain ya … moga kampung kita senantiasa diberkahi oleh Allah”.

Penggalan cerita di atas adalah fenomena yang sekarang ini banyak kita dapatkan di sekeliling kita. Seringkali seseorang meminta dari temannya untuk mendoakan kemaslahatan bagi dirinya atau bagi semua orang secara umum. Hal ini sebenarnya sebuah kewajaran, karena seseorang itu memiliki banyak kebutuhan, baik kebutuhan jasmani yang harus dia penuhi untuk melangsungkan hidupnya atau menyempurnakan hidupnya di dunia ini, atau kebutuhan yang bersifat rohani seperti ibadah yang diantaranya adalah berdoa kepada Allah.

Namun, terkadang seseorang berlebihan dalam meminta doa dari orang lain, sehingga dia merendahkan dirinya sendiri, menganggap dirinya banyak berlumuran dosa sehingga tidak berani berdoa secara langsung kepada Allah, sehingga mendorong mereka untuk meminta temanya atau gurunya agar mendoakan kemaslahatan bagi dirinya yang menyebabkan dirinya bergantung kepada selain Allah, hingga hampir-hampir dia tidak pernah mendoakan dirinya sendiri atau malah menjadikan orang yang dimintai doa sombong dan takabur karena telah dipercaya oleh orang banyak untuk memberikan doa.

Oleh karenanya, sudah seyogianya kita melihat fenomena ini dari kacamata hukum islam. Bagaimana islam memandang meminta doa dari orang lain. Apakah meminta doa dari orang lain itu disyariatkan? Apakah islam membolehkannya atau tidak?

Syekh Shalih Ali Syekh menyatakan, “Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini (meminta doa dari orang lain) bahwa amalan ini tidak disyariatkan, artinya tidak diwajibkan, tidak pula disunnahkan”. (As’ilah wal Fawaid, Maktabah Syamilah)

Lalu, Apakah Boleh Meminta Doa Dari Orang Lain?

Beliau –Syekh Shalih Ali Syekh- menyatakan, “Hukum asal meminta doa dari orang lain adalah makruh, sebagaimana riwayat dari para sahabat dan tabi’in yang membenci perbuatan ini, bahkan melarang orang yang meminta doa dari mereka.

Mungkin timbul pertanyaan, “Mengapa dimakruhkan? Bukankah banyak sekali riwayat yang menunjukkan bolehnya meminta doa dari orang lain, bahkan Nabi sendiri pun meminta doa dari orang lain?”

Memang benar ada beberapa hadits shahih, yang dhohirnya menunjukkan bolehnya meminta doa dari orang lain, sebagai contoh adalah hadits-hadits di bawah ini:

Selasa, 02 Juli 2013

Dalam Islam Istri Itu Bukan Pembantu

kisah Saad bin Amir radhiyallahu 'anhu, pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor, beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang yang bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)