Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 23 Juli 2013

Lakukan Puasa Sunnah Minimal Sebulan 3 Kali

Usahakanlah setiap bulan sempat melakukan puasa sunnah minimal 3 kali. Semoga Allah mudahkan.

Dalil Anjuran

[Dalil pertama]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: berpuasa tiga hari setiap bulannya, mengerjakan shalat Dhuha, mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”

[Dalil Kedua]

Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,

أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).”

[Dalil Ketiga]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.”

[Dalil Keempat]

Senin, 22 Juli 2013

Merutinkan Puasa Senin Kamis

Puasa adalah amalan yang sangat utama. Dengan puasa seseorang akan terlepas dari berbagai godaan syahwat di dunia dan terlepas dari siksa neraka di akhirat. Puasa pun ada yang diwajibkan dan ada yang disunnahkan. Setelah kita menunaikan yang wajib, maka alangkah bagusnya kita bisa menyempurnakannya dengan amalan yang sunnah. Ketahuilah bahwa puasa sunnah nantinya akan menambal kekurangan yang ada pada puasa wajib. Oleh karena itu, amalan sunnah sudah sepantasnya tidak diremehkan.

Lakukanlah Puasa dengan Ikhlas dan Sesuai Tuntunan Nabi

Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:

1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).

Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak.

Dalil dari dua syarat di atas adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".” (QS. Al Kahfi: 110)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk : 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 19)

Dalil Anjuran Puasa Senin-Kamis

Silaturahmi Atau Silaturahim ???

Tahukah kita kalau ada perbedaan arti antara silaturahmi dan silaturahim. Pada dasarnya susunan huruf dalam kedua kata tersebut sama, namun perbedaan artinya sangatlah jauh. Dalam kebiasaan umat Islam Indonesia. Banyak menggunakan kata silaturahmi untuk mengartikan makna menyambung kasih sayang.

Padahal, arti silaturahmi ternyata sangat berbeda dengan arti silaturahim. Memang susunan hurufnya hampir sama dan perbedaannnya hanya ada pada akhiran yang ada pada huruf mim. Namun ternyata  ini bisa menjadikan arti yang berbeda. silaturahmi berasal dari dua kata, “silah” dan “rahmi”. Silah artinya menyambungkan. Sedang rahmi artinya rasa nyeri yang diderita para ibu ketika melahirkan. Jadi arti silaturahmi adalah menyambungkan rasa nyeri ketika melahirkan. Ini sangat jauh berbeda dengan arti kata kata, “silah” dan “rahim”. Silah artinya menyambungkan. Sedang rahim berarti rasa kasih sayang. Jadi silaturahimlah yang benar untuk mengartikan makna menyambung kasih sayang.

Istilah silaturahim di tengah-tengah masyarakat kita sering diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan. Namun, sesungguhnya bukan itu makna silaturahim.
Pasalnya silaturahim juga bermakna menghubungkan mereka yang sebelumnya terputus hubungan atau interaksi, dan memberi kepada orang yang tidak memberi kepada kita.

Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, “Yang disebut bersilaturahim itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahim itu ialah menyambungkan apa yang telah putus” (HR Bukhari).


Rasulullah SAW berpesan kepada umat Islam untuk menjaga silaturahim.
Dalam sabda Rasulullah SAW: “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? ‘Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,’ sabda Rasulullah SAW, ‘adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahim, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan” (HR Ibnu Majah).

Rasulullah SAW memberikan tips kepada kita agar terjalin saling mencintai dengan sesama muslim, yakni:

1.      Tebarkan salam
2.      Menghubungkan tali silaturahim
3.      Memberi makan kepada yang membutuhkan.

Rasulullah SAW juga bersada. “Sayangilah apa yang ada di muka bumi, niscaya Allah dan semesta alam akan menyayangimu. ” (H.R Tirmidzi).


Silahkan LIKE and SHARE artikel ini ke saudara-saudari kita sesama muslim, semoga dapat memperbaiki kesalahan pengucapan kata silaturahim yang InsyaAllah semoga menjadi do’a agar semakin eratnya tali persaudaraan/tali kasih sayang (kekeluargaan) sesama muslim. Semoga Allah meridhoi apa yang kita kerjakan untuk kebaikan dan semoga menjadi catatan amal kebaikan bagi kita semua.  amin...

Ramadan Atau Romadhon ???

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ketika mulai memasuki bulan Ramadhan, seringkali kita melihat di Televisi pengucapan/penyebutan/tampilan Ramadan dengan kalimat  "Romadhon".  Manakah yang benar?

Ramadhan adalah satu-satunya nama bulan yang disebutkan dalam kitab suci al-Qur'an. Sebutan bulan Ramadhan terdapat pada surat al Baqarah ayat 185. Adapun nama bulan-bulan yang lain tidak disebutkan dalam al-Qur'an itu. Kalaupun ada yang disebutkan adalah julukan atas bulan-bulan agung, yakni 4 bulan haram.  (Lihat surat Attaubah ayat 36).

Tentu saja jika sudah berbicara masalah al-Qur'an wajib mengucapkannya dengan baik dan benar.Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al-Muzammil ayat 4 : " Dan bacalah al-Qur'an itu dengan baik dan benar..." Bagaimanapun, kesalahan dalam menyebutkan lafazh-lafadz al-Qur'an dapat menimbulkan perubahan artinya.

Ramadhan, dituliskan dalam kaedah bahasa Arab, juga dalam kitab al-Qur'an dengan memakai huruf-huruf, antara lain: huruf ro, mim, dhodh, alif, dan nun, ROMADHON.....! yang artinya "panas", "menyengat", atau "kekeringan". Disebut Ramadhan karena bulan kesembilan pada sistem kalender Hijriyah ini selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sinar matahari diibaratkan "membakar" tubuh.

Dari makna harfiyah "membakar" itu kemudian Ramadhan dimaknai sebagai "bulan pembakaran dosa" atau pengampunan dan penghapusan dosa. Di akhir Ramadhan, jika seorang Muslim menjalankan puasa dengan penuh keimanan dan kehati-hatian, maka ia akan bersih, tanpa dosa, kembali ke fitrahnya sebagai manusia suci dan cenderung kepada kebenaran.

Jika diucapkan dengan ucapan RAMADAN, maka tulisannya adalah huruf ro, mim, dan dal, RAMADAN.....!
Ramadan dalam bahasa Arab artinya adalah "penyakit mata yang hampir buta". Kita tidak bisa membayangkan jika ramai-ramai orang menyanyikan " MARHABAN YA RAMADAN.......", yang artinya adalah " SELAMAT DATANG PENYAKIT BUTA...."