Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 12 November 2013

Keistimewaan Puasa Bulan Rajab

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan Asyhurul Hurum, sebuah bulan yang dimuliakan selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram.

Puasa dalam bulan Rajab sebagaimana bulan mulia lain, hukumnya adalah sunnah. Diriwayatkan dari mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah SAW bersabda,

"Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Banyak sekali keistimewaan yang diperoleh apabila kita mau menunaikan puasa Rajab, Salah Satunya adalah sebagai berikut:

1. Laksana puasa sebulan.

Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka jahanam. Bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga. Dan bila puasa 10 hari maka Allah akan mengabulkan semua permintaannya." (HR. At-Thabrani)

2. Mencatat Amalnya selama 60 Bulan.

Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa puasa pada tanggal 27 Rajab, Allah mencatatnya sebagaimana orang yang puasa selama 60 bulan." (Abu Hurairah).

3. Puasa 7 hari pada bulan Rajab akan menutup 7 pintu neraka baginya.

4. Puasa 8 hari pada bulan Rajab akan membuka 8 pintu surga untuknya.

Senin, 11 November 2013

Kekeliruan Dalam Shalat Berjamaah

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah, berkenaan dengan Shalat berjama’ah, ternyata banyak dari kaum muslimin yang masih keliru, melakukan beberapa kekeliruan dan kesalahan ketika melaksanakan Shalat berjama’ah. Padahal sudah saatnya mereka itu tidak boleh melakukan kekeliruan atau kesalahan, karena shalat lima waktu (shalat fardhu) yang dilakukan di masjid itu sudah sangat sering, sehingga sudah semestinya jauh dari kesalahan.

Namun demikian kesalahan masih terus berulang, maka agar bisa dikurangi atau dihilangkan kesalahan tersebut, semuanya itu harus berdasarkan ilmu. Pada kesempatan ini, kami sampaikan beberapa penyimpangan dan kesalahan, berkenaan dengan Shalat Berjama’ah. Banyak sekali yang bisa kita temukan dalam keseharian kita, namun demikian kita coba amati di kalangan kaum muslimin, mereka shalat berjama’ah, mereka Alhamdulillaah datang di masjid, tetapi masih juga melakukan kesalahan.

Tidak kurang dari 28 point kesalahan kita bisa buktikan, bahwa kaum muslimin masih salah dalam shalat berjama’ah. Bahkan mungkin bisa lebih dari itu. Untuk kemudian di akhir bahasan ini kami sampaikan sikap Imaam As Suyuuthy رحمه الله berkenaan dengan peringatan (perayaan) akhir atau awal tahun.

Adapun kekeliruan atau kesalahan dimaksud antara lain adalah :

1. Ketika Imam shalat selesai membaca Al Faatihah, lalu jama’ah mengucapkan: “Aamiiin, waliwaali daiyaa walil muslimiin”.

Makna kalimat tersebut bagus dan tidak tercela, tetapi karena ini ibadah dan bukan karangan, dan bukan perasaan, maka kesalahan semacam itu tidak boleh diulangi, karena akan mengurangi nilai dan pahala shalat kita, karena dengan nyata shalat yang diperintahkan oleh Allah itu ditambah-tambah dengan sesuatu yang bukan berasal dari Rasulullah Saw.

Sebagai dalil, bahwa yang demikian itu keliru adalah Hadits Rasulullah Saw, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory, dari Abu Hurairoh, Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya:

“Jika Imam mengatakan “Aamiiin” maka aminkanlah oleh kalian. Maka barangsiapa yang “Amin”nya berbarengan dengan “Amin”nya malaikat, ia akan diampuni dosanya”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Bukan saja masalah yang kita bahas, tetapi itu merupakan pahala atau kebajikan yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw, bahwa “Aamiiin” kita harus seragam. Ketika mengucap “Aamiiin” kita harus memperhitungkan agar tepat berbarengan dengan malaikat. Malaikat memang ghoib, tetapi yang menjadi ukuran adalah keseragaman suara. Setelah Imam mengucapkan “Ghoiril maghduubi ‘alaihim waladh dhooolliiiin”, lalu serempak jamaah mengucapkan: “Aamiiin”.

Mengucapkan Aamiiin: A – mi —- n (Min lebih panjang dari pada A).

A—min, artinya aman.
Ami—n, artinya terpercaya.
A—mi—–n, artinya: Penuhilah, kabulkanlah ya Allah.

Rabu, 06 November 2013

Tidur (oleh Kiki - Pildacil Cilik)

Surah Al Furqaan 47

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا (47)

Kemudian Allah menyebutkan kekuasaan-Nya yang kedua ialah bahwa Dia menjadikan malam itu bagi manusia bermanfaat seperti manfaatnya pakaian yang menutup badan dan tidur seperti mati, karena seseorang di waktu tidur tidak sadar sama sekali, dan anggota badannya berhenti bekerja dengan demikian dia mendapat istirahat yang sempurna seperti dalam firman-Nya: 

وهو الذي يتوفاكم بالليل

Artinya:
Dan Dia lah yang menidurkan kamu di malam hari. (Q.S. Al An'am: 60)


Dan firman-Nya:

الله يتوفى الأنفس حين موتها والتي لم تمت في منامها

Artinya:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. (Q.S. Az zumar: 42)

Jumat, 01 November 2013

Hukum Dan Kisah Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah pernikahan tanpa batas dengan menerabas aturan-aturan syariat yang suci, mut’ah ini telah melahirkan banyak kisah pilu. Tidak jarang pernikahan ini menghimpun antara anak dan ibunya, antara seorang wanita dengan saudaranya, dan antara seorang wanita dengan bibinya, sementara dia tidak menyadarinya. Di antaranya adalah apa yang dikisahkan Sayyid Husain Al Musawi. Ia menceritakan,

Kisah pertama:

Seorang perempuan datang kepada saya menanyakan tentang peristiwa yang terjadi terhadap dirinya. Dia menceritakan bahwa seorang tokoh, yaitu Sayid Husain Shadr pernah nikah mut’ah dengannya dua puluh tahun yang lalu, lalu dia hamil dari pernikahan tersebut. Setelah puas, dia menceraikan saya. Setelah berlalu beberapa waktu saya dikarunia seorang anak perempuan. Dia bersumpah bahwa dia hamil dari hasil hubungannya dengan Sayid Shadr, karena pada saat itu tidak ada yang nikah mut’ah dengannya kecuali Sayid Shadr.


Setelah anak perempuan saya dewasa, dia menjadi seorang gadis yang cantik dan siap untuk nikah. Namun sang ibu mendapati bahwa anaknya itu telah hamil. Ketika ditanyakan tentang kehamilannya, dia mengabarkan bahwa Sayid Shadr telah melakukan mut’ah dengannya dan dia hamil akibat mut’ah tersebut. Sang ibu tercengang dan hilang kendali dirinya lalu mengabarkan kepada anaknya bahwa Sayid Shadr adalah ayahnya. Lalu dia menceritakan selengkapnya mengenai pernikahannya (ibu wanita) dengan Sayid Shadr dan bagaimana bisa hari ini Sayid Shadr menikah dengan anaknya dan anak Sayid Shadr juga?!

Kemudian dia datang kepadaku menjelaskan tentang sikap tokoh tersebut terhadap dirinya dan anak yang lahir darinya. Sesungguhnya kejadian seperti ini sering terjadi. Salah seorang dari mereka melakukan mut’ah dengan seorang gadis, yang di kemudian hari diketahui bahwa dia itu adalah saudarinya dari hasil nikah mut’ah. Sebagaimana mereka juga ada yang melakukan nikah mut’ah dengan istri bapaknya.

Di Iran, kejadian seperti ini tak terhitung jumlahnya. Kami membandingkan kejadian ini dengan firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri) nya sehingga Allah mampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur:33)

Kalaulah mut’ah dihalalkan, niscaya Allah tidak akan memerintahkan untuk menjaga kesucian dan menunggu sampai tiba waktu dimudahkan baginya untuk urusan pernikahan, tetapi Dia akan menganjurkan untuk melakukan mut’ah demi memenuhi kebutuhan biologisnya daripada terus-menerus diliputi dan dibakar oleh api syahwat.