Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 05 Maret 2014

Mengenal Penghuni 7 Tingkatan Langit

Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa besar yang dialami oleh nabi Muhammad Saw. Wajib hukumnya untuk Muslimin mengimani dan meyakini sebagai suatu kebenaran dari Allah Swt. Pada peristiwa itu Nabi Muhammad Saw bertemu Allah Swt, dan mendapat perintah menjalankan shalat 5 waktu sehari.

Dalam perjalanan bertemu Sang Pencipta, Rasullulah Saw ditemani malaikat Jibril A.s dengan mengendarai Buraaq. Yaitu hewan putih panjang, berbadan besar melebihi keledai dan bersayap. Sekali melangkah, Buraaq bisa menempuh perjalanan sejuah mata memandang dalam sekejap.

Rasullulah Saw melewati 7 langit dan bertemu dengan para penghuni di setiap tingkatan. Kabar ini dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan imam Muslim dari Anas bin Malik r.a.

1. Ketika mencapai langit tingkat pertama, Rasullulah Saw bertemu dengan manusia sekaligus wali Allah Swt pertama di muka bumi, Nabi Adam A.s.

Saat bertemu nabi Adam A.s, Rasullulah Saw sempat bertegur sapa sebelum akhirnya meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya.
Nabi Adam A.s membekali Rasullulah dengan do’a, supaya Rasullulah Saw selalu diberi kebaikan pada setiap urusan yang dihadapinya. Sambil mengucapkan salam, Rasullulah Saw meninggalkan langit pertama untuk menuju langit kedua.

2. Sesampainya di langit kedua, Nabi Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Isa A.s dan Nabi Yahya A.s.

Seperti halnya di langit pertama, Rasullulah Saw disapa dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya tersebut. Sewaktu akan meninggalkan langit kedua, Nabi Isa A.s dan Nabi Yahya A.s juga mendo’akan kebaikan kepada Rasullulah Saw. Kemudian Rasullulah Saw bersama Malaikat Jibril A.s terbang lagi menuju langit ketiga.

3. Tidak disangka, di langit ketiga, Rasullulah Saw bertemu dengan Nabi Yusuf A.s, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah Swt di bumi. Dalam pertemuannya, Nabi Yusuf A.s memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada Nabi Muhammad Saw. Dan juga di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf A.s memberikan do’a kebaikan kepada nabi terakhir itu.

4. Setelah berpisah dengan Nabi Yusuf A.s di langit ketiga, Nabi Muhammad Saw melanjutkan perjalanan dan sampailah dia ke langit keempat. Pada tingkatan ini, Rasullulah Saw bertemu Nabi Idris A.s. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang berdakwah kepada bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah Swt.

Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris A.s memberikan do’a kepada Nabi Muhammad Saw supaya diberi kebaikan pada setiap urusan yang dilakukannya.

5. Sesampainya di langit kelima, Nabi Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Harun A.s. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa A.s ketika berdakwah mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya sebagai tuhan dan kaum Bani Israil untuk beriman kepada Allah Swt.

Senin, 03 Maret 2014

Kisah Said bin Zaid bin Amru bin Nufail r.a

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abul A’waar lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah. Beliau termasuk sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Nabi Muhammad Saw.

“Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” (Do’a Zaid untuk anaknya Said).

Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau, yang diberi gelar ” Hanif “, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat.

Beliau juga tak pernah menyekutukan Allah Swt, juga tak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah Swt. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah Swt akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi do’anya agar Allah Swt tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.

Allah Swt memperkenankan do’a Zaid. Pada waktu Rasulullah Saw mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah Swt dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad Saw.

Said bin Zaid masuk Islam tidak seorang diri, melainkan bersama-sama dengan isterinya, Fathimah binti Khatthab, adik perempuan Umar bin Khatthab r.a. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan dianiaya, serta dipaksa oleh kaumnya agar kembali kepada agama mereka. Tetapi jangankan mereka berhasil mengembalikan Said dan isterinya kepada kepercayaan nenek moyang mereka, bahkan sebaliknya Said dan isterinya berhasil menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot, baik fisik maupun intelektualnya masuk ke dalam Islam. Mereka berdualah yang telah menyebabkan Umar bin Khatthab r.a masuk Islam.

Said bin zaid pernah hijrah ke Habsyah (Ethiopia), kemudian Madinah, dan Rasulullah Saw mempersaudarakan beliau dengan Ubay bin Ka’ab. Rasulullah Saw pernah mengutus beliau bersama Thalhah bin Ubaidillah untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang Badar  yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin, kemudian keduanya pulang dan Rasulullah Saw memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Said terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya, dan selalu mangikuti setiap peperangan.

Sabtu, 01 Maret 2014

Kisah Thalhah bin Ubaidillah r.a

Thalhah Bin Ubaidillah, Syahid Ketika Masih Hidup

Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Ibunya bernama Ash-Sha’bah binti Al Hadrami, saudara perempuan Al Ala’. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah. Beliau seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua. Pada suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, “Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?.”
“Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.
“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.
“Ahmad yang mana?” jawab Thalhah.
“Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda,” sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, ”Ada peristiwa apa sepeninggalku?”
“Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.

“Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah lirih.

Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah langsung mencari Abu Bakar As Siddiq r.a. “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?”
“Betul.” Abu Bakar As Siddiq r.a menceritakan kisah Muhammad Saw sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq r.a mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar As Siddiq r.a bercerita Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar As Siddiq r.a tercengang. Lalu Abu Bakar As Siddiq r.a mengajak Thalhah bin Ubaidillah r.a untuk menemui Muhammad Saw dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah Saw, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin Ubaidillah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-Sha’bah. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain “Assyahidul Hayy”, atau syahid yang hidup.

Kamis, 27 Februari 2014

Kisah Abdullah bin Ummi Maktum r.a

Masih ingat dengan seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang tak dapat melihat? Yang karenanya Allah Swt lalu menegur Nabi Muhammad Saw dan menurunkan surat “A’basa”?

1.      Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
2.      karena telah datang seorang buta kepadanya.
3.      tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4.      atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
5.      Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
6.      Maka kamu melayaninya.
7.      Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8.      dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
9.      sedang ia takut kepada (Allah),
10.  Maka kamu mengabaikannya.
11.  sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,

Beliau adalah Abdullah bin Ummi Maktum r.a, Seorang sosok sahabat yang senantiasa tawadlhu dalam menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt.

Suatu ketika sahabat Nabi Muhammad Saw ini menghampiri baginda Rasulullah Saw, ia hendak meminta izin, untuk tidak mengikuti jamaah shubuh, karena tak ada yang menuntunnya menuju masjid. Setelah mendengar alasannya, baginda Rasul Saw bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”,
Abdullah lantas menjawab,
“Tentu baginda,”
“Kalau begitu tidak ada keringanan untukmu”, tandas Rasul Saw.

Layaknya hamba Allah Swt yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintah-Nya. Abdullah lalu melaksanakan atas apa yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dengan mantap ia berikrar untuk mendirikan jamaah subuh di masjid, sekalipun dirinya harus meraba-raba dengan tongkat untuk menuju sumber adzan.

Keesokan harinya, tatkala fajar menjelang dan adzan mulai berkumandang, Abdullah bin Ummi Maktum bergegas memenuhi panggilan Illahi. Tak lama ketika ia mengayunkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba ia tersandung sebuah batu, badannya lalu tersungkur jatuh, dan sebagian bongkahan batu itu tepat mengenai wajahnya, dengan seketika darahpun mengalir dari mukanya yang mulia.

Dengan cepat Abdullah kembali bangkit, sembari mengusap darah yang membasahi wajahnya, iapun dengan mantap akan kembali melanjutkan perjalanan menuju masjid.

Selang beberapa saat, datang seorang sosok lelaki tak dikenal menghampirinya, kemudian lelaki itu bertanya,
“Paman hendak pergi kemana?”
“Saya ingin memenuhi panggilan Ilahi” jawab Abdullah tenang.
Lalu laki-laki asing itu menawarkan jasanya, “Saya akan antarkan paman ke masjid, lalu nanti kembali pulang ke rumah.”

Lelaki itupun segera menuntun Abdullah menuju masjid, dan kemudian mengantarkannya kembali pulang.

Hal ini ternyata tidak hanya sekali dilakukan lelaki asing itu, tiap hari ia selalu menuntun Abdullah ke masjid dan kemudian mengantarkannya kembali ke rumah. Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum sangat gembira, karena ada orang yang dengan baik hati mengantarnya shalat berjamaah, bahkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Hingga tibalah suatu saat, ia ingin tahu siapa nama lelaki yang selalu mengantarnya. Ia lalu menanyakan nama lelaki budiman itu. Namun spontan lelaki asing itu menjawab, “Apa yang paman inginkan dari namaku?,”
“Saya ingin berdo’a kepada Allah, atas kebajikan yang selama ini engkau lakukan,” jawab Abdullah.
“Tidak usah” tegas lelaki itu. “Paman tidak perlu berdoa untuk meringankan penderitaanku, dan jangan sekali-kali paman menanyai namaku” tegasnya.