Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Sabtu, 21 Juni 2014

Semangkuk Cinta Ali Bin Abi Thalib Dan Fatimah Az-Zahra

Inilah kisah cinta suci antara Ali bin Abi thalib dan Fatimah Az-Zahra. Cinta sahabat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra memang luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata, maupun expresi. Hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan.

Konon karena saking teramat rahasianya setan saja tidak tahu urusan cinta diantara keduanya. Sudah lama Ali terpesona dan jatuh hati pada Fatimah, ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Ummar melamar Fatimah. Sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.

Namun kesabaran beliau berbuah manis, lamaran kedua orang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya tersebut ternyata ditolak oleh Rasulullah SAW. Hingga akhirnya Ali memberanikan diri, dan ternyata lamarannya yang mesti hanya bermodal baju besi diterima oleh Rasulullah SAW.

Di sisi lain, Fatimah ternyata juga sudah lama memendam cintanya kepada Ali. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,

"Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya",

Ali pun bertanya mengapa ia tak mahu menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.

Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab, "Pemuda itu adalah dirimu".

Diceritakan, Ali Bin Abi Thalib waktu itu ingin melamar Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW. Tapi karena dia tidak mempunyai uang untuk membeli mahar, maka ia membatalkan niat itu. Ali segera berhijrah untuk bekerja dan mengumpulkan uang. Pada saat Ali sedang bekerja keras, ia mendengar kabar kalau Abu Bakar ternyata melamar Fatimah. Wah, bagaimana agaknya perasaan Ali, wanita yang sudah dia inginkan dilamar oleh seseorang yang ilmu agamanya lebih hebat dari dia. Tetapi Ali tetap bekerja dengan giat.

Lalu setelah beberapa lama Ali mendengar kabar kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah ditolak. Ali terpegun dan sedikit bergembira tentunya, kata Ali “waah, saya masih punya kesempatan”. Setelah mendengar kabar itu, Ali bekerja lebih giat lagi agar cepat mengumpulkan uang dan segera melamar Fatimah. Tapi tak lama setelah itu, Ali mendengar khabar kalau Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Wah, sekali lagi Ali mendahulukan orang lain, bagaimana perasaanya? Tapi tak berapa lama Ali mendengar kalau lamaran Umar bin Khatab ditolak. betapa senangnya Ali, mendengar kabar itu. 

Kamis, 19 Juni 2014

Nasehat Umar Bin Abdul Aziz Tentang Kematian

Suatu ketika,Umar bin Abdul Aziz r.a mengiringi jenazah. Ketika semuanya telah bubar, Umar dan beberapa sahabatnya tidak beranjak dari kubur jenazah tadi. Beberapa sahabatnya bertanya, “wahai Amirul Mukminin, ini adalah jenazah yang engkau menjadi walinya. Engkau menungguinya disini lalu akan meninggalkannya“.

Umar berkata, “Ya. Sesungguhnya kuburan ini memanggilku dari belakang. Maukah kalian kuberitahu apa yang ia katakan kepadaku? “.
Mereka menjawab, “ Tentu ”.
Umar berkata, “Kuburan ini memanggilku dan berkata,
‘Wahai Umar bin Abdul Aziz, maukah kuberitahu apa yang akan kuperbuat dengan orang yang kau cintai ini? ‘,
“Tentu “, jawabku.
Kuburan itu berkata, “Aku bakar kafannya, kurobek badannya dan kusedot darahnya serta kukunyah dagingnya.
Maukah kau kau kuberitahu apa yang kuperbuat dengan anggota badannya? “
“ Tentu“, jawabku.
“ Aku cabut (satu per satu dari) telapak ke tangannya, lalu dari tangannya ke lengan dan dari lengan menuju pundak. Lalu kucabut pula lutut dari pahanya.Dan paha dari lututnya. Ku cabut pula lutut itu dari betis.Dan dari betis menuju telapak kakinya “.

Lalu Umar bin Abdul Aziz menangis dan berkata,
Ketahuilah, umur dunia hanya sedikit. Kemuliaan didalamnya adalah kehinaan. Pemudanya akan menjadi renta, dan yang hidup didalamnya akan mati. Celakalah yang tertipu olehnya.

Janganlah kau tertipu oleh dunia. Orang yang tertipu adalah yang tertipu oleh dunia. Dimanakah penduduk yang membangun suatu kota, membelah sungai-sungainya dan menghiasinya dengan pepohonan, lalu tinggal di dalamnya dalam jangka waktu sangat pendek. Mereka tertipu,menggunakan kesehatan yang dimiliki untuk berbuat maksiat.

Demi Allah, di dunia mereka dicengkeram oleh hartanya, tak boleh begini dan begitu, dan banyak orang yang dengki kepadanya. Apa yang diperbuat oleh tanah dan kerikil kuburan" terhadap tubuhnya? Apa pula yang diperbuat binatang-binatang tanah terhadap tulang dan anggota tubuhnya?
Dulu, di dunia mereka berada di tengah-tengah keluarga yang mengelilinginya. Diatas kasur yang empuk dan pembantu yang setia. Keluarga yang memuliakan dan kekasih yang menyertainya. Tetapi ketika semuanya berlalu dan maut datang memanggil, lihatlah betapa dekat kuburan dengan tempat tinggalnya.

Tanyakan kepada orang kaya, apa yang tersisa dari kekayaannya?
Tanyakan pula kepada orang fakir, apa yang tersisa dari kefakirannya?
Tanyalah mereka tentang lisan,yang sebelumnya mereka gunakan berbicara. Juga tentang mata yang mereka gunakan melihat hal-hal yang menyenangkan.
Tanyakan tentang kulit yang lembut dan wajah yang menawan serta tubuh yang indah, apa yang dilakukan cacing tanah terhadap itu semua?
Warnanya pudar,dagingnya dikunyah-kunyah, wajahnya terlumuri tanah. Hilanglah keindahannya.
Tulang meremuk, badan membusuk dan dagingnya pun tercabik-cabik.
Dimanakah para punggawa dan budak-budak?
Dimana kawan,dimana simpanan harta benda?

Selasa, 17 Juni 2014

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 143-146

Ayat ke 143, Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (7: 143)

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi Musa as agar pergi ke sebuah miqat (tempat pertemuan) yang terletak di bukit Thur untuk bermunajat kepada-Nya selama 40 hari, guna memperoleh kitab suci Taurat. Ayat ini menceritakan saat-saat ketika Musa as telah tiba di miqat dan berbicara dengan Tuhannya. Salah satu permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa adalah melihat Tuhan dengan mata mereka. Karena itu Nabi Musa as menyampaikan permintaan kaumnya ini kepada Tuhan dengan mengatakan, "Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu  kepadaku, sehingga aku dapat melihat-Mu dengan kedua mataku, dan akupun akan dapat mengatakan kepada kaumku bahwa aku telah melihat Tuhanku."

Kemudian terdengar jawaban, "Wahai Musa! Engkau tidak akan bisa melihat-Ku, karena Aku bukanlah Zat yang bisa dilihat dengan mata kasar, namun Aku tetap bisa kalian saksikan melalui sifat kekuasaan dan keagungan-Ku. Karena itu lihatlah gunung ini bagaimana ia hancur berantakan dengan kehendak-Ku." Kejadian itu sedemikian dahsyatnya, sehingga Nabi Musa as pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Sewaktu beliau sadar kembali, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah, Ya Tuhanku! Aku adalah orang pertama yang menyaksikan kekuasaan, kedahsyatan dan kebesaran-Mu, karena itu aku mohon ampun atas permintaanku yang tidak pada tempatnya itu. Engkau Sungguh Maha Suci dari segala pandangan mata."

Imam Ali bin Abi Thalib suatu hari ditanya oleh seseorang, "Apakah engkau melihat Tuhan sehingga kau beribadah sedemikian tekun dan khusyuk kepada-Nya?"
Imam Ali as menjawab, "Aku tidak akan menjadi hamba dari Tuhan yang tidak bisa aku lihat, namun bukan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala, akan tetapi Tuhan yang dapat dirasakan dengan mata hati." Dilain kesempatan Imam Ali as juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat sesuatupun kecuali sebelum dan sesudahnya, senantiasa bersama Tuhan."

Dalam al-Quran al-Karim surat al-An'am ayat 103 dengan tegas disebutkan artinya, "Semua mata tidak akan bisa menyaksikan Dia, akan tetapi Dia bisa melihat semua mata makhluk-Nya."

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Guna mengenal Allah Swt, kita harus memperhatikan berbagai segala ciptaan dan makhluk yang di alam semesta ini. Karena segala sesuatu di alam merupakan manifestasi dari perwujudan dan keagungan Allah Swt.
2. Segala bentuk pemikiran atau permohonan yang tidak pada tempatnya harus ditebus dengan taubat. Karena itu, ketika manusia memiliki segala bentuk keraguan yang batil dan tidak pada proporsinya terhadap Tuhan Pencipta alam semesta, maka dia harus bertaubat.

Minggu, 15 Juni 2014

Tafsir Al-Qur’an : Melihat Wujud Allah SWT (QS. Al-A’raaf : 143)

Ahlus-Sunnah menyatakan bahwa Allah ta’ala kelak akan dilihat oleh orang-orang beriman di akhirat. Namun bagaimana dengan ayat :

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman" [QS. Al-A’raaf : 143].

Sudah lazim dalam bahasa Arab bahwa huruf lan (لَنْ) itu menunjukkan makna ‘tidak untuk selama-lamanya (ta’biid)’.

Penggunaan ayat di tersebut untuk menafikkan kemungkinan dapat dilihatnya Allah kelak di akhirat merupakan salah satu hujjah primer yang dibawakan Mu’tazilah untuk menentang Ahlus-Sunnah.

Namun hujjah itu baathil dalam beberapa segi sebagai berikut :
a.     Perhatikan firman Allah ta’ala berikut :

وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

“Dan sekali-kali mereka (orang Yahudi) tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya” [QS. Al-Baqarah : 95].

Namun dalam ayat lain, Allah ta’ala menjelaskan bahwa orang Yahudi dan juga umumnya orang-orang kafir berharap kematian datang kepada mereka saat menghadapi adzab akhirat :

وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ

“Mereka berseru: "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)" [QS. Az-Zukhruuf : 77].

b.     Seandainya huruf lan (لَنْ) menunjukkan penafikkan selama-lamanya secara mutlak, niscaya ia tidak menerima adanya pembatasan. Namun dalam beberapa nash, disebutkan beberapa pembatasan, di antaranya firman Allah ta’ala :

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini" [QS. Maryam : 26].

قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَحَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ

“Berkatalah yang tertua di antara mereka: "Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya" [QS. Yuusuf: 80].

c.   Beberapa pakar bahasa Arab mengelirukan pernyataan Mu’tazilah bahwa huruf lan (لَنْ) menunjukkan penafikkan selama-lamanya, atau menguatkan penafikkan.