Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 03 Oktober 2014

Orang Yang Bangkrut Di Akherat

Suatu ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya kepada sahabat-sahabatnya, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda".

Kemudian Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakatnya dan pahala hajinya, tapi ketika hidup di dunia dia mencaci orang lain, menuduh tanpa bukti terhadap orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada orang yang di dzaliminya. Semuanya dia bayarkan sampai tidak ada yang tersisa lagi pahala amal sholehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu. dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka."

Kata Rasulullah selanjutnya, “Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.” (HR Muslim no. 6522, At-Tirmidzi, Ahmad dan lainnya).

Mungkin sebagian kita sudah tau, bahwa puasa, zakat, haji (umrah), shalat dan berbagai ibadah kita serta taubat kita bisa menghapus dosa-dosa kita, tapi tidak semua dosa. Kenapa? Karena Ibadah dan taubat itu hanya bisa menghapus dosa kita kepada Allah subhana wa ta’ala dan belum bisa menghapus dosa kita kepada sesama manusia.

Lalu bagaimana kita menghapus dosa kita kepada sesama manusia? Tentu kita harus minta maaf akan kesalahan kita kepada orang yang kita dzalimi. Begitu pun hutang, apabila sampai ajal kita hutang kita kepada orang lain ada yang belum terbayar, maka itu bisa menjadi ganjalan kita di akhirat.

Lalu dijelaskan bahwa apabila sampai ajal kita tiba kita belum sempat minta maaf pada orang yang kita dzalimi atau pun belum sempat membayar hutang kita, maka di akhirat kita harus membayar itu semua. Lalu dengan apa kita harus membayar  pada saudara kita yang kita dzalimi atau hutangi? Tentu tak bisa lagi dengan harta, karena kita mati tidak membawa harta sepeser pun. Ya, kita hanya membawa amal baik dan amal buruk kita di akherat.

Rabu, 17 September 2014

Kisah Kedermawan Lima Sahabat Rasulullah


“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al-Baqarah: 245).

1.  Abu Darda r.a.
Suatu ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam membacakan ayat itu kepada para sahabat. Tiba-tiba Abu Darda r.a. berdiri, ia berkata, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah meminta pinjaman kepada kita?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menjawab, “Ya, benar.” Abu Darda kembali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Dia akan mengembalikannya kepadaku dengan pengembalian yang berlipat-lipat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.”
“Wahai Rasulullah, ulurkanlah kedua tangan Anda,” pinta Abu Darda r.a. tiba-tiba. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam balik bertanya, “Untuk apa?” Lalu Abu Darda menjelaskan, “Aku memiliki kebun dan tidak ada seorang pun yang memiliki kebun yang menyamai kebunku. Kebun itu akan aku pinjamkan kepada Allah.” “Engkau pasti akan mendapatkan tujuh ratus lipat kebun yang serupa, wahai Abu Darda,” kata Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.

Abu Darda mengucapkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Lantas ia segera pergi ke kebunnya. Ia mendapati istri dan anaknya sedang berada di dalam kebun itu. Saat itu anaknya sedang memegang sebutir kurma yang sedang dimakannya.
“Wahai Ummu Darda, wahai Ummu Darda! Keluarlah dari kebun itu. Cepat. Karena kita telah meminjamkan kebun itu kepada Allah!” teriak Abu Darda.
Istrinya paham betul maksud perkataan suaminya. Maklum, ia seorang muslimah yang dididik langsung oleh Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Segera ia beranjak dari posisinya. Ia keluarkan kurma yang ada di dalam mulut anaknya. “Muntahkan, muntahkan. Karena kebun ini sudah menjadi milik Allah subhana wa ta’ala. Ladang ini sudah menjadi milik Allah subhana wa ta’ala.,” ujarnya kepada sang anak.

Senin, 15 September 2014

Sholawat Yang Sah, Waktu Serta Tempat Mengucapkannya

Allah Azza Wajalla berfirman : " Sesungguhnya Allah dan Para Malaikat-MalaikatNya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya dan ucapkanlah salam kepadanya dengan sungguh-sungguh." (Al-Ahzab:56).

Bersholawat ternyata bukan sekadar bentuk beribadah yang diperintahkah Allah saja, akan tetapi ia sebagai bentuk dari implementasi tauhid. Implementasi ini adalah konsekuensi cinta kita kepada Rosulullah Shollallahu Wa "alaihi Wasallam (Tidak hanya sekadar aku bersaksi Muhammad utusan Allah saja).

Abdurrahman bin Abi Lailah, ia berkata: " Saya berjumpa dengan Ka'ab bin Ujrah, lalu ia berkata: " Maukah aku hadiahkan kepadamu satu hadiah yang aku pernah mendengarnya dari Nabi Shollallahu Wa "alaihi Wasallam?" Jawabku: " Boleh Hadiahkanlah ia kepadaku!' Ia berkata: " Kami (para sahabat) pernah bertanya kepada Rosulullah: ' Bagaimana cara bershalawat kepadamu wahai ahlul bait, karena sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana caranya memberi salam kepadamu, maka bagaimanakah cara kami bershalawat kepadamu'

Beliau menjawab: Ucapkanlah oleh kalian: " ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA MUHAMMAD WA 'ALA ALI MUHAMMAD KAMA SHOLLAITA 'ALA IBROHIM WA 'ALA ALI IBROHIM INNAKA HAMIDUN MAJID. ALLAHUMMA BAARIK 'ALA MUHAMMAD WA 'ALA ALI MUHAMMAD KAMA BAARAKTA 'ALA IBROHIM WA' ALA ALI IBROHIM INNAKA HAMIDUN MAJID'. ( HR.Al-BUKHORI 3/118, Muslim 2/16 dan lainnya)

Shalawat yang sunnah masih ada 7 lafaz lagi yang berasal dari Rosullallah, baca selanjutnya kitab sifat shalawat dan salam kepada Nabi Shallallahu wa 'Alaihi Wa sallam karya Ustad Abdul Hakim bin Amir Abdat. Juga baca Sifat Shalat Nabi Karya Syaikh Al-Bany. Sebaiknya kaum muslim wajib membelinya agar lafaznya pas, bukan sekadar lafaz latin di atas.

Lafazh bacaan sholawat yang paling ringkas yang sesuai dalil-dalil yang shahih adalah:

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma shollii wa sallim 'alaa nabiyyinaa Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad”.
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].

Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :

Selasa, 09 September 2014

7 Senjata Mematikan Iblis


Pada suatu hari, iblis berdiri di salah satu sudut Masjidil Haram. Ketika itu, Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam sibuk melakukan thawaf. Setelah selesai thawaf, beliau melihat iblis.

“ ... Hai terkutuk, mengapa engkau kurus kering dan menderita ? ...” ,Tanya Rasulullah.
“ ... Umatmu telah membuat diriku menderita dan tersiksa ...” , jawab Iblis.
“ ... Apa yang dilakukan oleh umatku ? ... ” , kata nabi yg kemudian dijawab iblis ...
" ... Wahai Rasulullah ada beberapa amal yang menjadi 7 senjata mematikan dari pihak mereka , dan telah membuat banyak derita dari kaumku ....”
“ ... Amal dan senjata apa yang telah membuat kaum mu menderita? ...” , tanya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.

" ... Pertama, tatkala bertemu, mereka saling memberi salam, sedangkan salam salah satu nama Allah.

Kedua, tatkala bertemu, mereka berjabat tangan dan perbuatan ini memiliki pahala besar. Selama mereka belum melepas tangan, rahmat Allah subhana wa ta’ala senantiasa meliputi mereka berdua.

Ketiga, tatkala hendak makan dan memulai pekerjaan, mereka membaca Bismillah. Bacaan itu menghalangiku menikmati makanan dan menjauhkanku dari perbuatannya.