Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 16 November 2010

Pakaian Dan Perhiasan

ISLAM memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.

Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.

Maka berfirmanlah Allah s.w.t.:

"Hai anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan." (al-A'raf: 26).

Barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas, yaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia, sesudah Allah mengumandangkan seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam dua seruanNya itu Allah melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak mau berhias, yang justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan belaka.

Untuk itulah maka Allah berfirman:

"Hai anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya." (al-A'raf: 27).

Rabu, 20 Oktober 2010

Romantisnya Rasulullah

Buat para suami-suami, seringkali kita memperdebatkan dan memperbincangkan permasalahan yang berkaitan dengan kebahagiaan berumah tangga. Seorang bapak (suami), pernah bertanya dalam sebuah dialog interaktif konsultasi keluarga di sebuah situs Islam lokal, tentang bagaimana mendapatkan kasih sayang dan pengabdian istri. Dan yang tidak kalah 'heboh', tidak sedikit pertanyaan yang ujung-ujungnya ingin melakukan poligami dengan berbagai alasan tentunya. Poligami, jelas sangat diperbolehkan dan dicontohkan oleh baginda Rasul meski pun dalam tradisi dan budaya masyarakat kita, beristri lebih dari satu masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim bahkan tabu.

Namun sepertinya, ada hal yang sering terlupakan oleh para suami, sudahkah kita mencontoh Rasulullah dalam urusan romantisme berumahtangga? Sehingga Nabi SAW -karena romantismenya yang luar biasa terhadap para istri beliau- tidak pernah kita mendengar ada masalah yang besar dalam rumah tangga bersama para istrinya.
Jadi, untuk sementara kesampingkan dulu masalah seperti ketidakbahagiaan beristri yang usianya lebih tua, rumahtangga tidak harmonis, sehingga memunculkan wacana yang saat ini sedang ngetrend; poligami. Padahal sesungguhnya jika kita mau merenunginya kembali, bisa jadi permasalahan utamanya sangat sederhana; kita kurang romantis!

Mari kemudian kita cermati tauladan dari Rasulullah, manusia agung yang sangat romantis terhadap istri-istrinya sebelum kita bicarakan niat atau kemungkinan untuk berpoligami.Rasulullah SAW adalah contoh yang terbaik seorang suami yang mengamalkan sistem Poligami. Baginda Nabi sangat romantis kepada semua istrinya.

Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, "Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?". Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, "Aku akan beritahukan kepada kalian nanti"

Selasa, 14 September 2010

Ikhlas Dan Niat

Allah berfirman :

( Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan ) Huud : 15-16.

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya segala pekerjaan itu ( diterima atau tidaknya di sisi Allah )hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya, maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang akan dia menikah dengannya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan. HR. Muttafaq 'alaih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka dia didatangkan, dan diperlihatkan kepadanya segala nikmat yang telah diberikan kepadanya di dunia, lalu ia mengenalinya, maka Allah berkata kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka orang itu menjawab : aku berperang di jalan-Mu sampai mati syahid, maka Allah berkata : kamu berdusta, akan tetapi kamu berperang agar dikatakan bahwa kamu adalah seorang pemberani, dan yang sedemikian itu telah diucapkan ( kamu telak dipuji-puji dst sebagai imbalan apa yang telah kamu niatkan.pent. ) maka diperintahkan supaya dia diseret di atas mukanya sampai dilemparkan di api neraka, dan seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan menghapal al-Qur'an, lalu dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya segala nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya di dunia, maka diapun mengenalinya, maka dikatakan kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka dia menjawab : aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan membaca al-Qur'an untuk-Mu. 

Selasa, 17 Agustus 2010

Aku Ingin Membaca Qur’an Untuk Ibuku

Sebuah kisah yang menyentuh hati tentang harapan indah seorang ibu kepada anaknya dan bakti sang anak kepadanya.

Ahmad berumur sebelas tahun ketika ibunya (orang tua tunggal) mengantarnya untuk kelas Qira’ati (membaca Al Qur’an). Saya suka anak-anak itu memulai belajar membaca Qur’an di awal usia, terutama anak laki-laki. Aku sampaikan hal itu pada Ahmad. Namun ia menyampaikan alasannya, bahwa ibunya selalu berharap dapat mendengar bacaan Al Qur’an darinya.

Ahmad memulai pelajaran Qira’atinya dan sejak itu aku berfikir ini merupakan pekerjaan yang sia-sia. Meskipun aku sudah berusaha keras mengajarinya, ia tampaknya belum bisa mengenal huruf-huruf hijaiyah dan tidak bisa menalar bagaimana membacanya. Namun ia patuh untuk terus membaca Al Qur’an seperti yang kuwajibkan untuk semua murid-muridku.

Dalam beberapa bulan ia terus berusaha sementara aku menyimak bacaannya dan terus menyemangatinya. Di setiap akhir pekan ia selalu berkata: “Ibuku akan mendengarku membaca Al Qur’an suatu hari.” Di balik itu aku melihatnya tak bisa diharapkan. Ia tidak berbakat!

Aku tak mengenal ibunya dengan baik. Aku hanya sempat melihatnya dari kejauhan ketika ia mengantar atau menjemput Ahmad dengan mobil tuanya. Ia selalu melambaikan tangan kepadaku tapi tak pernah berhenti untuk masuk ke kelas.

Suatu hari, Ahmad berhenti dari mendatangi kelas kami. Aku pernah berniat akan menelponnya tetapi kemudian berfikir mungkin ia memutuskan untuk melakukan hal lain. Mungkin ia akhirnya menyadari akan ketiadaan bakatnya dalam Qira’ati. Aku juga merasa lega dengan ketidakhadirannya. Ia bisa menjadi iklan yang buruk bagi kelas Qira’atiku!

Beberapa minggu kemudian, aku mengirimkan selebaran kepada murid-muridku di rumah akan adanya acara pembacaan qira’ah Al Qur’an. Tak disangka, Ahmad (yang juga menerima pengumuman itu) menanyakan apakah ia diperkenankan untuk tampil membaca qira’ah Al Qur’an. Aku menyatakan bahwa sebenarnya acara ini untuk murid yang masih aktif saja dan karena ia sudah tidak pernah hadir lagi, maka ia tidak berhak tampil. Ia menyatakan bahwa ibunya akhir-akhir ini sakit dan tak bisa mengantarnya ke kelas. Ia juga menyatakan bahwa dirinya masih terus berlatih Qira’ati di rumah meskipun tidak masuk kelas.