Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 17 Desember 2014

Isyarat Menjadi Makmum

Pernahkan anda alami atau anda melihat ada laki-laki yang berdiri melaksanakan shalat, kemudian datang wanita ingin menjadi makmum. Maka, apa yang seharusnya dilakukan wanita tersebut agar laki-laki tadi mengetahui bahwa ada yang ingin mengikutinya sehingga dia mengeraskan suaranya?

Mengutamakan shalat berjamaah bukan hanya melipatgandakan pahala ibadah semata, melainkan menjadi sebab turunnya rahmat dan pertolongan Allah ta’ala, terutama dalam gerak langkah kehidupan umat yang mengharapkan ridha Allah menuju baldatun thayyibah wa rabbun ghafuur. Pemimpin yang tidak mengutamakan shalat berjamaah tidak dapat menyatukan hati umatnya dan tidak pula menjadi perantara turunnya rahmat pertolongan Allah bagi umat.

Menepuk pundak merupakan sebuah isyarat yang diberikan oleh orang yang ingin menjadi makmum bagi orang yang sedang shalat sendiri agar ia mengetahui bahwa ada orang yang ingin mengikutinya. Dengan begitu, ia menyesuaikan tata cara shalatnya sebagai imam, misal dengan mengeraskan suara dalam shalat jahriyah (Maghrib, Isya, dan Subuh). Sebenarnya, jika seseorang laki-laki ingin bermakmum kepada orang yang shalat sendirian, tidak perlu menepuk pundak orang itu, tapi cukup langsung berdiri di sebelah kanannya, karena secara langsung sudah membeikan isyarat kepada imam sholat.

Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ‘Saya tidur di rumah Maimunah (istri Nabi SAW) dan Nabi sedang di sana malam itu. Kemudian, beliau berwudhu dan mendirikan shalat, maka saya berdiri di sebelah kirinya, kemudian Rasulullah SAW memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanannya. Dan, beliau shalat 13 rakaat, lalu tidur sampai mengembuskan udara dari mulutnya, dan Nabi SAW jika tidur biasa mengembuskan udara dari mulutnya. Kemudian datang muadzin, maka Nabi SAW keluar dan melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi.’” (HR Bukhari dan Muslim)

“Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, ‘Nabi SAW pernah berdiri shalat, kemudian aku datang, lalu aku berdiri di sebelah kirinya, maka beliau memegang tanganku, lantas ia memutarkan aku sehingga ia menempatkan aku di sebelah kanannya. Kemudian, datang Jabbar bin Shakr yang ia langsung berdiri di sebelah kiri Rasulullah SAW. Lalu, beliau memegang tangan kami dan beliau mendorong kami sehingga beliau mendirikan kami di belakangnya.’” ( HR Muslim )

Dari hadist tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa para sahabat yang ingin bermakmum kepada Nabi SAW yang sedang shalat sendirian tidak menepuk pundak beliau, tapi langsung berdiri di samping beliau. Dan dengan begitu, beliau pun tahu ada yang ingin menjadi makmum.

Senin, 15 Desember 2014

Abu Bakar dan Umar Saling Berbantah (Al-Hujurat 1-2)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya.” (Al-Hujurat 1-2).

Hari itu seperti hari-hari yang lainnya juga. Yang tidak biasa hanyalah rencana kedatangan rombongan Bani Tamim kepada Rasulullah. Ada apakah? Itulah yang menjadi pertanyaan di benak Rasulullah. Tapi Rasulullah tetap saja berlaku tenang.
Dan, saat yang ditunggu-tunggu oleh Rasul pun datang. Kebiasaan Rasul memang selalu mengagungkan tamunya. Jika ia sudah mempunyai janji, maka akan ia dahulukan janji itu. Apalagi jika itu mengenai pertemuan yang sepertinya terasa penting ini.
Rasul mempersilahkan mereka semua duduk dengan tertib. Tak satupun dari tamu itu yang ia lewatkan. Semaunya disalaminya dan mendapat senyuman yang paling lembut. Sahabat-sahabat yang lain sering merasa heran, bagaimana bisa Muhammad menghafal nama-nama orang di dekatnya satu per satu tanpa pernah sekalipun melupakannya? Jika sudah begini, masing-masing mereka selalu menganggap bahwa mereka adalah orang yang paling penting dalam kehidupan Rasul.

Ketika semua sudah duduk dan menyantap hidangan ala kadarnya yang dihidangkan oleh Rasulullah karena itulah yang dipunyainya, maka Rasulullah pun berkata, “Semoga Allah ta’ala senantiasa memberkahi kita semua. Apakah maksud kedatangan kalian ini, wahai sahabat-sahabatku semua?”
“Kami semua baik-baik saja ya Rasulullah. Terima kasih telah menerima kami semua. Sesungguhnya kami sekarang ini sedang berada dalam keadaan yang sangat pelik. Kami membutuhkan bantuanmu sekali, jika engkau sekiranya tidak keberatan.”
Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menunggu saja.
Salah seorang dari mereka bicara lagi, “Sesungguhnya kami ini hendak memilih pemimpin di antara kami….”
“Dan?” Rasulullah berkata ketika ia tidak melanjutkan bicaranya.
“Dan kami tidak punya pengetahuan yang sebagus engkau. Kami sebelumnya telah berselisih siapa kiranya yang akan dan harus jadi pemimpin kami……”
“Begitu ya….?”
Semua orang diam sekarang. Mereka menundukkan kepala mereka. Ada sejumput perasaan malu karena mereka telah melibatkan Rasul dalam urusan yang tampaknya tidak seberapa itu. Rasul masih terus mengangguk-angguk kepalanya. Beliau terdiam. Cukup lama.
Dan ketika Rasulullah hendak membuka mulut, tiba-tiba Abu bakar yang berada bersama rombongan berkata cukup keras, “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin!”

Jumat, 21 November 2014

Dari Rumah Ummu Sulaim, r.ha

Ummu Sulaim ar-Rumaisha` binti Milhan al-Anshariyah, bersuamikan Malik bin an-Nashr, dari suaminya ini Ummu Sulaim melahirkan Anas bin Malik. Ummu Sulaim masuk Islam, dia mengajak Malik suaminya tetapi ajakannya ditolak, Malik marah karenanya, kemudian dia meninggalkan Ummu Sulaim dan pergi ke Syam, di sanalah Malik menemui ajal.
  
Ummu Sulaim menjanda, karena kemuliaannya dan keluhurannya, tidak sedikit hati laki-laki yang berhasrat menikahinya, salah satunya adalah pemanah ulung kota Yatsrib (nama lama Madinah) Abu Thalhah.

Abu Thalhah datang melamar Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawab, "Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas ditolak, sayang engkau kafir dan aku seorang muslimah, aku tidak mungkin menikah denganmu." Abu Thalhah menjawab, "Bukan itu maksudmu kan?" Ummu Sulaim berkata, "Lalu apa maksudku?" Abu Thalhah menjawab, "Emas dan perak, kamu memilih orang yang beremas dan berperak lebih dariku" Ummu Sulaim berkata, "Aku tidak berharap emas dan perak, aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam maka itulah maharku, aku tidak minta yang lain." Abu Thalhah menjawab, "Siapa yang menunjukkan Islam kepadaku?" Ummu Sulaim menjawab, "Rasulullah "

Berangkatlah Abu Thalhah menuju Rasulullah , pada saat itu beliau sedang duduk bersama para sahabat. Manakala beliau melihatnya beliau berkata, "Abu Thalhah datang, terlihat cahaya Islam di kedua matanya." Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu Sulaim.

Seterusnya Abu Thalhah menikahinya dengan maskawin keislamannya. Tsabit – Al-Bunani rawi kisah ini dari Anas – berkata, "Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela Islam sebagai maharnya."

Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, seorang wanita yang bermata indah lagi sipit. Dari pernikahan ini Ummu Sulaim melahirkan seorang anak yang begitu dicintai oleh ayahnya, Abu Thalhah.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas berkata, anak laki-laki Abu Thalhah sakit, Abu Thalhah keluar dan anak tersebut wafat, ketika Abu Thalhah pulang, dia bertanya, “"Bagaimana anakku?" Ummu Sulaim, ibu anak itu menjawab, "Wahai Abu Thalhah, sejak dia sakit dia tidak pernah setenang seperti sekarang." Ummu Sulaim menyiapkan makan malam, Abu Thalhah menyantapnya, setelah itu Abu Thalhah menggauli istrinya, setelahnya Ummu Sulaim berkata, “Kuburkanlah anak ini.” Di pagi hari Abu Thalhah datang kepada Nabi , beliau bertanya, “Apakah semalam kamu berhubungan?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Maka Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki. Abu Thalhah berkata kepadaku, “Bawalah adikmu ini kepada Nabi .” Sambil memberikan beberapa butir kurma. Nabi bertanya kepada Anas, “Ada sesuatu bersamanya?” Anas menjawab, “Ada beberapa butir kurma.” Lalu Nabi mengambilnya dan mengunyahnya lalu meletakkannya di mulut anak itu, beliau mentahniknya dan menamakannya Abdullah.

Dalam sebuah riwayat al-Bukhari, Ibnu Uyainah berkata, seorang laki-laki Anshar berkata, “Aku melihat sepuluh anak, semuanya hafal al-Qur`an.” Yakni anak Abdullah bin Abu Thalhah.