Mengangkat
tangan ketika sedang berdoa adalah hal yang disyariatkan dalam Islam. Perbuatan
ini merupakan salah satu adab dalam berdoa dan juga nilai tambah yang mendukung
terkabulnya doa. Mari kita bahas secara rinci bagaimana hukum dan tata caranya.
Hukum Asal Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
Tidak
kami ketahui adanya perbedaan diantara para ulama bahwa pada asalnya mengangkat
tangan ketika berdoa hukumnya sunnah dan merupakan adab dalam berdoa.
Dalil-dalil mengenai hal ini banyak sekali hingga mencapai tingkatan mutawatir
ma’nawi. Diantaranya hadist Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ،
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ
لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا،
وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ
بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ،
فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ
وَاعْمَلُوا صَالِحًا،
إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ
عَلِيمٌ} وَقَالَ:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ،
يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ
حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ
حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ
حَرَامٌ، وَغُذِيَ
بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى
يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Wahai
manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu sama
sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman,
‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’
(QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah makanan yang baik yang telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah:
172). Lalu Nabi menyebutkan cerita seorang lelaki yang telah menempuh
perjalanan panjang, hingga sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia
menengadahkan tangannya ke langit dan berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai
Rabb-ku..’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia
diberi makan dari yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR.
Muslim)
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ
كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي
إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ
إِلَيْهِ يَدَيْهِ
أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya
Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki
mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya
dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud 1488, At Tirmidzi 3556, di
shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 2070)
As
Shan’ani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat kedua
tangan ketika berdoa. Hadits-hadits mengenai hal ini banyak” (Subulus Salam,
2/708)
Demikianlah
hukum asalnya. Jika kita memiliki keinginan atau hajat lalu kita berdoa kepada
Allah Ta’ala, kapan pun dimanapun, tanpa terikat dengan waktu, tempat
atau ibadah tertentu, kita dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan ketika
berdoa.
Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Dalam Suatu Ibadah
Banyak
hadits-hadits yang menyebutkan praktek mengangkat tangan dalam berdoa dalam
beberapa ritual ibadah, diantaranya:
1.
Ketika berdoa istisqa dalam khutbah
Sahabat
Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء
،
وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika
berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga
terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “maksudnya, dalam kondisi khutbah Nabi
tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali (jika dalam khutbah tersebut)
beliau berdoa memohon hujan (istisqa)” (Syarhul Mumthi’, 5/215).
Menunjukkan bahwa ini dilakukan ketika istisqa baik dalam khutbah istisqa,
ataupun dalam khutbah yang lainnya.
2.
Ketika berdoa qunut dalam shalat
Sebagaimana
diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:
فَلَقَدْ رَأَيْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كُلَّمَا
صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ
فَدَعَا عَلَيْهِمْ
“Aku
melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setiap shalat shubuh beliau
mengangkat kedua tangannya dan mendoakan keburukan bagi mereka” (HR. Ahmad
12402, dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu 3/500)
Juga
banyak diriwayatkan tentang hal ini dari perbuatan para sahabat Nabi,
diantaranya Umar bin Khattab, diceritakan oleh Abu Raafi’ :
صليت خلف عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقنت بعد الركوع ورفع يديه وجهر بالدعاء
“Aku
shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, beliau membaca doa qunut
setelah ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya dan mengeraskan bacaannya”
(HR. Al Baihaqi 2/212, dengan sanad yang shahih)
3.
Ketika melempar jumrah
Berdasarkan
hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَمَى الجَمْرَةَ
الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ
مِنًى يَرْمِيهَا بِسَبْعِ
حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ
كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ،
ثُمَّ تَقَدَّمَ أَمَامَهَا،
فَوَقَفَ مُسْتَقْبِلَ
القِبْلَةِ، رَافِعًا
يَدَيْهِ يَدْعُو،
وَكَانَ يُطِيلُ
الوُقُوفَ، ثُمَّ يَأْتِي
الجَمْرَةَ الثَّانِيَةَ،
فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ
حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ
كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ،
ثُمَّ يَنْحَدِرُ ذَاتَ اليَسَارِ،
مِمَّا يَلِي الوَادِيَ،
فَيَقِفُ مُسْتَقْبِلَ
القِبْلَةِ رَافِعًا
يَدَيْهِ يَدْعُو،
ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ
الَّتِي عِنْدَ العَقَبَةِ،
فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ
حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ
عِنْدَ كُلِّ حَصَاةٍ،
ثُمَّ يَنْصَرِفُ وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا
“Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika melempar jumrah yang berdekatan
dengan masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau
bertakbir pada setiap lemparan lalu berdiri di depannya menghadap kiblat,
berdoa sambil mengangkat kedua tanganya. Berdiri di situ lama sekali. Kemudian
mendatangi jumrah yang kedua, lalu melamparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau
bertakbir setiap lemparan, lalu menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau berdiri
mengahadap kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau
mendatangi Jumrah Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau
bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak berhenti di situ” (HR
Bukhari 1753)
4.
Ketika wukuf di Arafah
Diceritakan
oleh Usamah bin Zaid Radhiallahu’anhu:
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ
«فَرَفَعَ يَدَيْهِ
يَدْعُو
“Aku
pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam di Arafah. Di sana
beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa” (HR. An Nasa’i 3993, Ibnu
Khuzaimah 2824, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa’i)
Dan
masih banyak dalil yang lain.
Adapun
mengangkat tangan ketika berdoa yang terkait suatu ritual ibadah, hukumnya
kembali pada dalil-dalil ibadah tersebut. Jika terdapat dalil bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bahwa mengangkat tangan dalam ibadah tersebut, maka dianjurkan
mengangkat tangan. Jika tidak ada dalil, maka tidak disyari’atkan mengangkat
tangan.
Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baaz berkata: “Banyak hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan ketika berdoa istisqa,
ketika melempar jumrah yang pertama dan kedua, ketika di awal-awal hari
tasyriq, ketika haji wada, dan pada tempat-tempat yang lain. Namun setiap ibadah
yang dilakukan di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, jika ketika
melakukannya beliau tidak mengangkat kedua tangannya, berarti hal tersebut
tidak disyariatkan kepada kita ketika melakukan ibadah tersebut. Ini dalam
rangka meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Contohnya ketika
khutbah jum’at, khutbah Ied, doa di antara dua sujud dalam shalat, doa-doa
dzikir setelah shalat wajib, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal
tersebut. Yang disyariatkan kepada kita adalah meneladani Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam melakukan suatu atau meninggalkan suatu (dalam ibadah)” (Majmu’
Fatawa Ibnu Baaz, 26/144).
Karena
dengan mengangkat tangan ketika berdoa yang ada dalam suatu ibadah, tanpa
adanya dalil bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ini berarti menambah
tata cara ibadah tersebut. Contohnya, jika kita mengangkat tangan ketika
membaca doa istiftah dalam shalat (yang dibaca sebelum Al Fatihah), padahal
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mencontohkan demikian, maka kita
menambah 1 tata cara dalam shalat.
Tata Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa
Banyak
sekali tata cara mengangkat tangan dalam berdoa yang ada dalam riwayat-riwayat
dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat. Para ulama pun
berselisih pendapat dalam sebagian tata cara tersebut namun khilaf ini
merupakan khilaf tanawwu’ (variasi), dibolehkan mengambil mana saja dari
variasi yang ada. Namun mengingkat banyak sekali praktek mengangkat tangan dalam
berdoa yang beredar di masyarakat, hendaknya kita mencukupkan diri pada
praktek-praktek mengangkat tangan yang dijelaskan oleh para ulama dan tidak
mengikuti cara-cara yang tidak diketahui asalnya.
Jika
kita kelompokkan, praktek-praktek mengangkat tangan dalam berdoa bisa dibagi
menjadi tiga. Sebagaimana pembagian dari sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma
:
المسألة أن ترفع يديك حذو منكبيك أو نحوهما والاستغفار
أن تشير بأصبع واحدة والابتهال
أن تمد يديك جميعا
“Al
Mas’alah adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak atau sekitar
itu. Al Istighfar adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al Ibtihal adalah
dengan menengadahkan kedua tanganmu bersamaan” (HR. Abu Daud 1489,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 6694)
Jenis
pertama: Al
Mas’alah. Merupakan jenis yang umumnya dilakukan dalam berdoa. Bentuk ini
juga yang digunakan ketika membaca doa qunut, istisqa dan pada beberapa
rangkaian ibadah haji. Yaitu dengan membuka kedua telapak tangan dan
mengangkatnya sebatas pundak, sebagaimana digambarkan oleh Ibnu ‘Abbas. Juga
berdasarkan hadits:
إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ
فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ
أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ
بِظُهُورِهَا
“Jika
engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu, jangan dengan
punggung tanganmu” (HR. Abu Daud 1486, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah
Ash Shahihah 595)
Namun
para ulama berbeda pendapat mengenai detail bentuknya:
·
Ulama
Hanafiyah mengatakan bahwa kedua telapak tangan dibuka namun kedua tidak saling
menempel, melainkan ada celah diantara keduanya. (Lihat Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
·
Ulama
Syafi’iyyah mengatakan telapak tangan mengarah ke langit dan punggung tangan ke
arah bumi, boleh ditempelkan ataupun tidak. Ini dilakukan dalam doa untuk
mengharapkan terkabulnya sesuatu. Sedangkan untuk mengharapkan hilangnya bala,
punggung tangan yang menghadap ke langit, telapak tangan mengarah ke bumi
(yaitu Al Ibtihal). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah,
45/266)
·
Sedangkan
Hanabilah berpendapat kedua tangan ditempelkan berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسلم إِذا دَعَا ضم كفيه وَجعل بطونهما
مِمَّا يَلِي وَجهه
“Biasanya Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berdoa beliau menempelkan kedua telapak tangannya
dan melihat pada kedua telapak tangannya” (HR. Ath Thabrani 5226, sanad
hadits ini dhaif sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya
1/326). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
·
Syaikh
Shalih Alu Asy Syaikh menjelaskan lebih detil jenis ini: “Mengangkat kedua
tangannya dengan telapak tangan terbuka di depan dada, tepatnya di pertengahan
dada. Umumnya bentuk ini yang digunakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam berdoa. Namun terkadang beliau beliau berdoa di Arafah
dengan cara begini: mengangkat kedua tangannya tepatnya dipertengahan dada lalu
menengadahkannya sebagaimana orang yang meminta makanan, tidak meletakannya
dekat wajah namun juga tidak jauh dari wajah dan masih dikatakan ada di
pertengahan dada. Juga dengan membuka kedua telapaknya bagaikan orang miskin
yang meminta makanan” (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112)
·
Syaikh
Bakr Abu Zaid menjelaskan cara lain: “Boleh juga seseorang menutup wajahnya
dengan telapak tangannya dan kedua punggung tangannya menghadap kiblat” (Tas-hih
Ad Du’a, 1/117)
Jenis
kedua: Al
Istighfar. Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan jari telunjuk menunjuk
ke atas. Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh mengatakan: “Cara ini khusus bagi khatib
yang berdiri. Jika ia berdoa, cukup jari telunjuknya menunjuk ke atas. Ini
simbol dari doa dan tauhidnya. Tidak disyariatkan bagi khatib mengangkat kedua
tangannya (ketika berdoa) jika ia berkhutbah sambil berdiri di atas mimbar atau
di atas benda lainnya, kecuali jika sedang berdoa istisqa (maka boleh
mengangkat kedua tangan)” (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112). Termasuk
dalam jenis ini, khatib jum’at yang membaca doa, yang sesuai sunnah adalah
dengan mengacungkan telunjuknya ke langit ketika sedang berdoa.
Dalil
dari jenis ini diantaranya hadits:
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ،
قَالَ: رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ
عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا
يَدَيْهِ، فَقَالَ:
«قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ
الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ
عَلَى أَنْ يَقُولَ
بِيَدِهِ هَكَذَا،
وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
الْمُسَبِّحَةِ»
“Dari
‘Umarah bin Ru’aybah, ia berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat
kedua tangannya (ketika menjadi khatib) di atas mimbar. ‘Umarah lalu berkata
kepadanya: ‘Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini, karena aku telah
melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika menjadi khatib tidak
menambah lebih dari yang seperti ini: (Umarah lalu mengacungkan jari
telunjuknya)‘” (HR. Muslim, 847)
Jenis
ketiga: Al
Ibtihal. Yaitu dengan bersungguh-sungguh mengangkat kedua tangan ke atas
dengan sangat tinggi hingga terlihat warna ketiak. Boleh juga hingga punggung
tangan menghadap ke langit dan telapaknya menghadap ke bumi. Jenis ini
dilakukan ketika keadaan benar-benar sulit, mendapat musibah yang sangat berat,
sedang sangat-sangat mengharapkan sesuatu, atau berdoa dalam keadaan sangat
berduka, atau ketika istisqa (memohon hujan). Diantara dalil dari jenis
ini adalah hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu :
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء
،
وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika
berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga
terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Juga
dalam hadits lain dari Anas bin Maalik Radhiallahu’anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى،
فَأَشَارَ بِظَهْرِ
كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
“Pernah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-istisqa (meminta hujan), beliau
mengarahkan punggung tangannya ke langit” (HR. Muslim 895)
Semoga
bermanfaat.
Ya Allah,
apabila ilmu dan pengetahuan ini benar, maka kebenaran itu datang dari_Mu.
Ya Allah,
apabila ilmu dan pengetahuan ini salah atau keliru, maka ini karena kebodohan
kami sendiri. kami mohon ampun kepada_Mu atas kebodohan kami ini.
Ya Allah,
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Berilmu lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!