Ahmad
bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 AH) adalah seorang ahli hadits dan teologi
Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara
Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah
lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al
Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Ilmu
yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun,
ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang
terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal
umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk
mempelajari Hadits ini ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz,
Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang
bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak
12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits.
Imam
Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut:
"Setelah
saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang
lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin
Hambal"
Abdur
Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah berkata,
"Saya
tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal"
Keadaan
Fisik
Muhammad
bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal,
ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya
tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna
putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya
berwarna coklat (sawo matang)”
Keluarga
Beliau
menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia
melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya,
seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu
dari bapaknya.
Kecerdasan
Putranya
yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal
dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang
kudengar darinya”. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah
menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu
tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau
sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu
Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya?
Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya,
“Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan
kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi
tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan,
“Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
Abu
Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia
dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar
darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh
hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan
manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat
rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i
berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam
dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran,
Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim
Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah
gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari
berbagai disiplin ilmu”.
Kezuhudannya
Beliau
memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja
membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke
warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan
tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal sempit dan kecil”.
Wara’
dan Menjaga Harga Diri
Abu
Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak
sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya”. Ada juga yang
mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun
beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar,
namun beliau juga tidak mau menerimanya.
Tawadhu’
Dengan Kebaikannya
Yahya
bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin
Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai
dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Beliau
(Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya
tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya belum
pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis
Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya
terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap
orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat
memuka kharismanya”. Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang
memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas
jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah,
semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya
dan apa (jasa) saya?!”
Sabar
Dalam Menuntut Ilmu
Tatkala
beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang
melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak
bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang
saya dapatkan dari Abdirrazzak”.
Hati-Hati
Dalam Berfatwa
Zakariya
bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, “Berapa hadits yang harus dikuasai
oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits?
Beliau menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima
ratus ribu hadits?” beliau menjawab. “Saya harap demikian”.
Kelurusan
Aqidahnya Sebagai Standar Kebenaran
Ahmad
bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam
Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi
kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”.
Masa
Fitnah
Pemahaman
Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid
dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats
Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus
bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia
menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di
masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham
jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan
bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk
mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya. Barangsiapa mau
menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan
penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an
Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta
kurungan penjara.
Karena
beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat
menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim
meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk
menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan,
namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya
orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji
kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281.
lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan
rumahku sama saja”.
Ketegaran
dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh
Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa
lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya
seperti lalat”.
Di
saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar
biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran
meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak
terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih
mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku,
“Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan
jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
Ahli
Hadits Sekaligus Juga Ahli Fiqih
Ibnu
‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang
bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja.
Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat
yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia,
bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits,
Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai
Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah,
Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar
dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Guru
Imam
Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus
delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah,
Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1. Ismail bin Ja’far
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky
3. Umari bin Abdillah bin Khalid
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar
As-Sulami
5. Imam Syafi'i
6. Waki’ bin Jarrah
7. Ismail bin Ulayyah
8. Sufyan bin ‘Uyainah
9. Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil
Murid-Murid
Ahmad bin Hanbal
Umumnya
ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya
juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah:
1. Imam Bukhari
2. Muslim
3. Abu Daud
4. An-Nasa'i
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi'i
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin
Hambal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin
Hambal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
Kewafatan
Ahmad bin Hanbal
Setelah
sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan napas terakhirnya di
pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada
umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan
enam puluh ribu pelayat perempuan.
Karya
Tulis
Ahmad
bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya
kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan beliau dan sebaik baik
penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan
sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di
antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh
anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga
Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
Karya-Karya
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling
menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi
mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
4. Kitab at-Tarikh
5. Kitab Hadits Syu'bah
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi
al-Qur`an
7. Kitab Jawabah al-Qur`an
8. Kitab al-Manasik al-Kabir
9. Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut
Imam Nadim, Kitab Berikut Ini Juga Merupakan Tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah اﻞ
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul
9. Kitab al-Fara'idh
10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Semoga
Allah SWT mengasihi Imam Ahmad bin Hanbal dan Ilmu yang telah beliau ajarkan
menjadi pahala yang tidak terputus baginya, Aamiiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!