Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 12 Mei 2009

Kesederhanaan Rasulullah

Suatu hari ‘Umar bin Khaththab r.a. menemui Rasulullah SAW di kamar beliau, lalu ‘Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah lapuk.

Jejak tikar itu membekas di belikat beliau, sebuah bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan jalur kulit samakan membekas di kepala beliau. 

Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).

Air mata ‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh. Ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi pimpinan tertinggi umat Islam itu. Rasulullah SAW melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, lalu bertanya “Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”

‘Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”

Lalu Rasulullah SAW menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”
‘Umar menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini.”
Lalu, Rasulullah SAW menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, “Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Betapa Rasulullah SAW sangat sederhana. Ia menyadari bahwa akhirat jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Selasa, 21 April 2009

Datang Untuk Membunuh Rasulullah

Diceritakan bahwa suatu saat, Rasulullah SAW terlelap sendirian di bawah pohon. Da’sur, seorang penunggang kuda yang sangat memusuhi Rasulullah SAW datang menghampirinya. 

Terganggu oleh suara berisik, Rasulullah membuka kedua matanya dan melihat sebilah pedang mengkilap terayun-ayun tepat di atas kepala beliau.

“Siapa yang akan melindungimu sekarang?” bentak Da’sur kasar dan mengejek.
“Allah,” jawab Rasulullah SAW tenang dan penuh percaya diri.

Da’sur tersentak oleh jawaban yang sangat tenang itu. Tubuhnya bergetar hingga membuat pedangnya lepas dari tangan.

Rasulullah SAW bangkit, lalu memungut pedang itu seraya bertanya, “Siapa yang akan melindungimu sekarang?”
“Tidak ada,” jawab ksatria musyrik itu.

“Ada,” kata Rasulullah SAW, “Allah juga yang akan melindungimu. Ambil kembali pedangmu, dan pergi dari sini!”

Rasulullah s.a.w. Mendatangi Kafilah Dagang

Dari kejauhan gumpalan debu padang pasir membumbung ke langit. Debu-debu yang berterbangan itu dapat terlihat dari kejauhan bertanda ada satu rombongan kafilah akan datang mendekati kota Mekkah. Rasulullah s.a.w. melihat gumpalan debu dari kejauhan itu segera pulang ke rumah.

Nabi Muhammad s.a.w. langsung menyiapkan perbekalan dan membungkusnya. Setelah itu Rasulullah s.a.w. menunggu di pintu gerbang kota Mekkah. Kafilah itu rupanya tidak memasuki kota Mekkah mereka hendak menuju tempat lain.

Rasulullah s.a.w. mendekati kafilah itu dan mencari pimpinan rombongan kafilah tersebut. Setelah berjumpa dengan pemimpin kafilah itu Rasulullah s.a.w. meminta izin untuk dapat ikut serta di dalam rombongan tersebut. Beliau, Rasulullah s.a.w. telah diizinkan. Rasulullah s.a.w.  mulailah berdakwah kepada mereka, kepada setiap orang dalam rombongan itu Rasulullah s.a.w.  telah sampaikan kebesaran Allah s.w.t. dan mengajak mereka untuk menerima Islam.

Setelah semua orang mendapat penjelasan dari Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w. pun meminta izin kepada pimpinan rombongan untuk pulang kembali ke Mekkah. Rasulullah s.a.w. kembali ke kota Mekkah dengan berjalan kaki sedangkan kafilah tersebut telah melalui kota Mekkah sejauh satu hari satu malam perjalanan.

Selasa, 17 Maret 2009

Musuh Umat Islam Adalah Umat Islam Itu Sendiri

Hancurnya umat islam karena ulah Kiai dan umat Islam itu sendiri:

Kita sebagai umat Islam, berhati-hati lebih baik, artikel dibawah ini Allahu  a'lam  kebenarannya,  namum alangkah baiknya kalau umat Islam saling  bersatu  dan  waspada,  hati-hati.Artikel ini saya dapat dari E-mail yang masuk ke email saya.

Assalamualaikum wr wb,

Artikel ini saya dapat dari salah satu teman dunia maya saya. Mengenai isi kebenaran dari artikel ini saya kurang tahu, namun demikian kita tetap harus waspada.

Wassalamualaikum wr wb.


Ini isi selebaran buletin gereja