“Pernyataan
bahwa Ikhwanul Muslimin adalah induk berbagai gerakan teroris Islam bukan hanya
baru baru ini dilemparkan, namun sudah sejak masa lalu, jamaah yang didirikan
sejak tahun 1928 ini disudutkan. Bahkan di Mesir tempat gerakan ini pertama
kali didirikan, mereka sudah mengalami nasib yang lebih parah. Banyak tokohnya
ditangkapi, dikejar-kejar, dijebloskan ke penjara tanpa sidang, dianiaya,
dirampas dan disiksa dengan beragam seni penyiksaan sampai dibunuh. Termasuk
sang pendirinya sendiri, Hasan al-Banna, yang meninggal karena ditembak dan
dibiarkan darahnya mengucur keluar tanpa pertolongan. Sayyid Qutub, salah satu
tokoh lainnya, harus meninggalkan dunia ini di tiang gantungan.” Aku serius
menjelaskan tentang pertanyaan yang ditujukan untukku oleh santriwati kelas 2K1.
Mereka bertanya tentang Terorisme.
“Apakah benar
mereka semua adalah teroris?” kulihat ternyata Ukhti Zubaidah lanjut menanyaiku.
Aku langsung menjawabnya.
“Kalau hari
ini ada satu dua yang melontarkan hal-hal seperti itu, rasanya sudah bukan hal
aneh lagi. Sebab mereka pernah mengalami hal-hal yang jauh lebih parah
ketimbang sekedar dituduh sebagai teroris. Mereka sudah diperlakukan sebagai
teroris dan bahkan sudah menerima hukuman sebagai teroris. Kalau benar Ikhwan
itu gerakan teroris, bagaimana mungkin bisa meraih suara yang signifikan?
Apakah ini berarti bangsa Mesir itu semuanya teroris karena banyak yang memilih
Ikhwan? Bukankah seharusnya troris itu dibenci rakyat, karena selalu bikin
onar? lantaran dianggap sebagai induk dari semua organisasi teroris?” Aku balik
bertanya kepada mereka.
“Tapi kami
tidak mengerti dengan umat Islam, khususnya di Indonesia sekarang. Saat ada yang
membela agamanya mereka mendukung dengan hanya diam dan tidak melakukan
apa-apa.” Ukhti Sumiyati bertanya.