Waktu berjalan
sesuai dengan karakteristiknya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat
terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Sayangnya, oleh
kebanyakan manusia selalu diidentikkan dengan meriahnya pesta pora dan kegembiraan.
Mulai dari pesta kembang api dan petasan, terompet, musik, makan-makan,
bergadang dan trek- trekan (balap
kendaraan di jalan umum) sepanjang malam serta berbagai hiburan lainnya yang
lebih sering justru berisi maksiat, bahkan dosa.
Tahun baru, sebagai
mana tradisi ulang tahun, bagi mereka mungkin dianggap sebagai wujud panjang
usia yang berarti pula bertambahnya kesempatan hidup. Karenanya, mereka merasa
harus merayakannya semeriah dan seheboh mungkin. Padahal pada hakikatnya
pertambahan tahun bukan berarti bertambahnya kesempatan hidup tetapi sebaliknya
merupakan pengurangan jatah usia. Itu berarti, bertambahnya waktu sebetulnya,
hanya mendekatkan kita pada titik takdir kematian.
Waktu adalah Kehidupan
Imam Hasan
al-Bashri pernah berkata, "Tidaklah sebuah hari itu berlalu kecuali setiap
terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku adalah ciptaan yang baru,
aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah dariku, karena
sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai datang hari
kiamat nanti."