Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Minggu, 09 Maret 2014

Kisah Zaid bin Haritsah r.a

“Setiap Rasulullah Saw mengirimkan suatu pasukan yang disertai oleh Zaid, pastilah ia yang selalu diangkat Nabi jadi pemimpinnya. Seandainya ia masih hidup sesudah Rasul, tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah!” (Aisyah, r.ha).

Tampang dan perawakannya biasa saja, pendek dengan kulit coklat kemerah-merahan, dan hidung yang agak pesek. Demikian yang dilukiskan oleh ahli sejarah dan riwayat.

Masalahnya bukan fisik. Yang membuat sejarah hidupnya hebat dan besar adalah perjalanan panjang sejarahnya bersama Rasulullah Saw. Zaid yang berasal dari suku yang jauh dari Mekah, sampai ke Mekah dengan status budak. Tetapi begitulah Allah Yang Maha Mempunyai rencana agar Zaid bisa bertemu dengan Rasul-Nya. Dan inilah kisah selengkapnya.

Sudah lama sekali  isteri Haritsah berniat hendak berziarah ke kaum keluarganya di kampung Bani Ma’an. Ia sudah gelisah dan seakan-akan tak sabar lagi menunggu waktu keberangkatannya. Pada suatu pagi yang cerah, suaminya ialah ayah Zaid, mempersiapkan kendaraan dan perbekalan untuk keperluan itu. Kelihatan isterinya sedang menggendong anak mereka yang masih kecil, Zaid.

Di waktu ia akan menitipkan isteri  dan  anaknya  kepada  rombongan  kafilah  yang  akan berangkat bersama dengan isterinya, dan ia harus menunaikan tugas pekerjaannya, menyelinaplah rasa sedih di hatinya, perasaan aneh menyeluruh di hatinya, menyuruh agar ia turut serta mendampingi anak dan isterinya. Akhirnya perasaan gundah itu hilang jua. Dan kafilah pun mulai bergerak memulai perjalanannya meninggalkan kampung itu, dan tibalah waktunya bagi Haritsah untuk mengucapkan selamat jalan bagi putera dan isterinya ….

Demikianiah, ia melepas isteri dan anaknya dengan air mata berlinang. Lama ia diam terpaku di tempat berdirinya sampai keduanya lenyap dari pandangan. Haritsah merasakan hatinya tergoncang, seolah-olah tidak berada di tempatnya yang biasa. Ia hanyut dibawa perasaan seolah-olah ikut berangkat bersama rombongan kafilah.

Setelah beberapa lama Su’da, isteri Haritsah berdiam bersama kaum keluarganya di kampung Bani Ma’an. Hingga pada suatu hari, desa itu dikejutkan oleh serangan gerombolan perampok badui yang menggerayangi desa tersebut. Kampung dibuat porak poranda. Karena tak dapat mempertahankan diri, semua milik yang berharga dikuras habis dan penduduk yang tertawan digiring oleh para perampok itu sebagai tawanan, termasuk si kecil Zaid bin Haritsah. Dengan perasaan duka kembalilah ibu Zaid kepada suaminya seorang diri.

Demi Haritsah mengetahui kejadian tersebut, ia pun jatuh tak sadarkan diri. Dengan tongkat di pundaknya ia berjalan mencari anaknya. Kampung demi kampung diselidikinya, padang pasir dijelajahinya. Dia bertanya pada kabilah yang lewat, kalau-kalau ada yang tahu tentang anaknya tersayang dan buah hatinya  “Zaid.”

Tetapi usaha itu tidak berhasil. Maka bersyairlah ia menghibur diri sambil menuntun untanya, yang diucapkannya dari lubuk perasaan yang haru: “Kutangisi Zaid, ku tak tahu apa yang telah terjadi, Dapatkah ia diharapkan hidup, atau telah mati Demi AIlah ku tak tahu, sungguh aku hanya bertanya. Apakah di lembah ia celaka atau di bukit ia binasa. Di kala matahari terbit ku terkenang padanya. BiIa surya terbenam ingatan kembali menjelma. Tiupan angin yang membangkitlkan kerinduan pula, Wahai, alangkah lamanya duka nestapa diriku jadi merana.”

Perbudakan kala itu adalah sesuatu yang lumrah menurut kondisi masyarakat pada zaman itu. Dan itu tidak hanya terjadi di Jazirah Arab saja tapi bahkan hampir mendunia. Terjadi di Athena Yunani, begitu di kota Roma, dan begitu pula di seantero dunia, dan tidak terkecuali di jazirah Arab sendiri.

Jumat, 07 Maret 2014

Kun-Yah (Sunnah Yang Terlupakan)

Sebagian orang akan mengernyitkan keningnya dan bertanya: “Apa itu kun-yah?” Secara umum masyarakat belum mengenal istilah kun-yah, termasuk masyarakat islam sendiri umumnya masih merasa asing dengan istilah tersebut, padahal berdasarkan hadist-hadist yang telah diriwayatkan oleh para salaf telah menerangkan dan mengindikasikan, sunnahnya kun-yah bagi setiap muslim.

Dilihat dari segi bahasa arti kun-yah sendiri berarti “panggilan”, “sapaan”, ataupun sebutan penghormatan pada seseorang. Biasanya “kun-yah” dinisbahkan kepada nama anak ataupun kepada nama bapaknya.

Misalnya bila si fulan memiliki anak bernama Umar maka ia bisa memakai kun-yah yakni “Abu Umar (bapaknya umar)”. Atau bila si fulan mempunyai orang tua bernama Hanif, maka ia bisa memakai kun-yah yakni “Ibnu Hanif (anaknya hanif)” dan sebagainya. Indikasi bahwa kun-yah ini disunnahkan oleh rasulullah salallahu’alaihi wassalam bisa ditemukan pada beberapa hadist antara lain:

Sabda rasulullah salallahu’alaihi wassalam ketika memberi kun-yah kepada Ummul Mu`miniin `Aaisyah radhiallahu `anha yaitu “Ummu `Abdillah”.

‘Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihiwasallam;

“Wahai Rasulullah! Semua istrimu memiliki julukan kecuali aku.”

Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda kepadanya:

اكْتَنِي أَنْتِ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ

“Aku juluki kamu Ummu Abdillah.”

Perawi berkata: “Selanjutnya Aisyah dipanggil Umu Abdullah sampai beliau meninggal sedangkan ia belum pernah melahirkan seorang anakpun.”
[Shahiih, HR. Ahmad; Dishahiihkan oleh asy-Syaikh al-Albaaniy dalam “Silsilatul Ahaadist As Shohiihah”].

Kemudian pada hadist berikut yang berbunyi:

dari Anas, dia berkata;

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang paling mulia akhlaknya, aku memiliki saudara yang bernama Abu ‘Umair -Perawi mengatakan; aku mengira Anas juga berkata; ‘Kala itu ia habis disapih.”- Dan apabila beliau datang, maka beliau akan bertanya:

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

‘Hai Abu ‘Umeyr, bagaimana kabar si nughair (burung pipitnya)?’

Abu Umair memang senang bermain dengannya, dan ketika waktu shalat telah tiba, sedangkan beliau masih berada di rumah kami, maka beliau meminta dihamparkan tikar dengan menyapu bawahnya dan memercikinya, lalu kami berdiri di belakang beliau, dan beliau pun shalat mengimami kami.”
(Hadist dikeluarkan oleh : Al Imam Al Bukhariy (7/133 no. 6129, dan hal. 155 no. 6203)
“Baab Al Kunyah Lisshobiy wa Qabla An Yuulad Lirrajuli”

(Bab kunyah bagi anak yang masih kecil dan sebelum dilahirkan bagi seorang lelaki tersebut), Muslim (3/1692 no. 2150), Abu Daawuud (5/251-252 no. 4969), At Tirmidziy (2/154 no. 333 dan 4/314 no. 1989), berkata Abu `Iisaa : “Hadist Anas hadist hasan shohih,” Ibnu Maajah (2/1226 no. 3720).

Rabu, 05 Maret 2014

Mengenal Penghuni 7 Tingkatan Langit

Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa besar yang dialami oleh nabi Muhammad Saw. Wajib hukumnya untuk Muslimin mengimani dan meyakini sebagai suatu kebenaran dari Allah Swt. Pada peristiwa itu Nabi Muhammad Saw bertemu Allah Swt, dan mendapat perintah menjalankan shalat 5 waktu sehari.

Dalam perjalanan bertemu Sang Pencipta, Rasullulah Saw ditemani malaikat Jibril A.s dengan mengendarai Buraaq. Yaitu hewan putih panjang, berbadan besar melebihi keledai dan bersayap. Sekali melangkah, Buraaq bisa menempuh perjalanan sejuah mata memandang dalam sekejap.

Rasullulah Saw melewati 7 langit dan bertemu dengan para penghuni di setiap tingkatan. Kabar ini dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan imam Muslim dari Anas bin Malik r.a.

1. Ketika mencapai langit tingkat pertama, Rasullulah Saw bertemu dengan manusia sekaligus wali Allah Swt pertama di muka bumi, Nabi Adam A.s.

Saat bertemu nabi Adam A.s, Rasullulah Saw sempat bertegur sapa sebelum akhirnya meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya.
Nabi Adam A.s membekali Rasullulah dengan do’a, supaya Rasullulah Saw selalu diberi kebaikan pada setiap urusan yang dihadapinya. Sambil mengucapkan salam, Rasullulah Saw meninggalkan langit pertama untuk menuju langit kedua.

2. Sesampainya di langit kedua, Nabi Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Isa A.s dan Nabi Yahya A.s.

Seperti halnya di langit pertama, Rasullulah Saw disapa dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya tersebut. Sewaktu akan meninggalkan langit kedua, Nabi Isa A.s dan Nabi Yahya A.s juga mendo’akan kebaikan kepada Rasullulah Saw. Kemudian Rasullulah Saw bersama Malaikat Jibril A.s terbang lagi menuju langit ketiga.

3. Tidak disangka, di langit ketiga, Rasullulah Saw bertemu dengan Nabi Yusuf A.s, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah Swt di bumi. Dalam pertemuannya, Nabi Yusuf A.s memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada Nabi Muhammad Saw. Dan juga di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf A.s memberikan do’a kebaikan kepada nabi terakhir itu.

4. Setelah berpisah dengan Nabi Yusuf A.s di langit ketiga, Nabi Muhammad Saw melanjutkan perjalanan dan sampailah dia ke langit keempat. Pada tingkatan ini, Rasullulah Saw bertemu Nabi Idris A.s. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang berdakwah kepada bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah Swt.

Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris A.s memberikan do’a kepada Nabi Muhammad Saw supaya diberi kebaikan pada setiap urusan yang dilakukannya.

5. Sesampainya di langit kelima, Nabi Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Harun A.s. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa A.s ketika berdakwah mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya sebagai tuhan dan kaum Bani Israil untuk beriman kepada Allah Swt.

Senin, 03 Maret 2014

Kisah Said bin Zaid bin Amru bin Nufail r.a

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abul A’waar lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah. Beliau termasuk sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Nabi Muhammad Saw.

“Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” (Do’a Zaid untuk anaknya Said).

Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau, yang diberi gelar ” Hanif “, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat.

Beliau juga tak pernah menyekutukan Allah Swt, juga tak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah Swt. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah Swt akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi do’anya agar Allah Swt tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.

Allah Swt memperkenankan do’a Zaid. Pada waktu Rasulullah Saw mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah Swt dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad Saw.

Said bin Zaid masuk Islam tidak seorang diri, melainkan bersama-sama dengan isterinya, Fathimah binti Khatthab, adik perempuan Umar bin Khatthab r.a. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan dianiaya, serta dipaksa oleh kaumnya agar kembali kepada agama mereka. Tetapi jangankan mereka berhasil mengembalikan Said dan isterinya kepada kepercayaan nenek moyang mereka, bahkan sebaliknya Said dan isterinya berhasil menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot, baik fisik maupun intelektualnya masuk ke dalam Islam. Mereka berdualah yang telah menyebabkan Umar bin Khatthab r.a masuk Islam.

Said bin zaid pernah hijrah ke Habsyah (Ethiopia), kemudian Madinah, dan Rasulullah Saw mempersaudarakan beliau dengan Ubay bin Ka’ab. Rasulullah Saw pernah mengutus beliau bersama Thalhah bin Ubaidillah untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang Badar  yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin, kemudian keduanya pulang dan Rasulullah Saw memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Said terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya, dan selalu mangikuti setiap peperangan.