Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 07 Maret 2014

Kun-Yah (Sunnah Yang Terlupakan)

Sebagian orang akan mengernyitkan keningnya dan bertanya: “Apa itu kun-yah?” Secara umum masyarakat belum mengenal istilah kun-yah, termasuk masyarakat islam sendiri umumnya masih merasa asing dengan istilah tersebut, padahal berdasarkan hadist-hadist yang telah diriwayatkan oleh para salaf telah menerangkan dan mengindikasikan, sunnahnya kun-yah bagi setiap muslim.

Dilihat dari segi bahasa arti kun-yah sendiri berarti “panggilan”, “sapaan”, ataupun sebutan penghormatan pada seseorang. Biasanya “kun-yah” dinisbahkan kepada nama anak ataupun kepada nama bapaknya.

Misalnya bila si fulan memiliki anak bernama Umar maka ia bisa memakai kun-yah yakni “Abu Umar (bapaknya umar)”. Atau bila si fulan mempunyai orang tua bernama Hanif, maka ia bisa memakai kun-yah yakni “Ibnu Hanif (anaknya hanif)” dan sebagainya. Indikasi bahwa kun-yah ini disunnahkan oleh rasulullah salallahu’alaihi wassalam bisa ditemukan pada beberapa hadist antara lain:

Sabda rasulullah salallahu’alaihi wassalam ketika memberi kun-yah kepada Ummul Mu`miniin `Aaisyah radhiallahu `anha yaitu “Ummu `Abdillah”.

‘Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihiwasallam;

“Wahai Rasulullah! Semua istrimu memiliki julukan kecuali aku.”

Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda kepadanya:

اكْتَنِي أَنْتِ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ

“Aku juluki kamu Ummu Abdillah.”

Perawi berkata: “Selanjutnya Aisyah dipanggil Umu Abdullah sampai beliau meninggal sedangkan ia belum pernah melahirkan seorang anakpun.”
[Shahiih, HR. Ahmad; Dishahiihkan oleh asy-Syaikh al-Albaaniy dalam “Silsilatul Ahaadist As Shohiihah”].

Kemudian pada hadist berikut yang berbunyi:

dari Anas, dia berkata;

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang paling mulia akhlaknya, aku memiliki saudara yang bernama Abu ‘Umair -Perawi mengatakan; aku mengira Anas juga berkata; ‘Kala itu ia habis disapih.”- Dan apabila beliau datang, maka beliau akan bertanya:

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

‘Hai Abu ‘Umeyr, bagaimana kabar si nughair (burung pipitnya)?’

Abu Umair memang senang bermain dengannya, dan ketika waktu shalat telah tiba, sedangkan beliau masih berada di rumah kami, maka beliau meminta dihamparkan tikar dengan menyapu bawahnya dan memercikinya, lalu kami berdiri di belakang beliau, dan beliau pun shalat mengimami kami.”
(Hadist dikeluarkan oleh : Al Imam Al Bukhariy (7/133 no. 6129, dan hal. 155 no. 6203)
“Baab Al Kunyah Lisshobiy wa Qabla An Yuulad Lirrajuli”

(Bab kunyah bagi anak yang masih kecil dan sebelum dilahirkan bagi seorang lelaki tersebut), Muslim (3/1692 no. 2150), Abu Daawuud (5/251-252 no. 4969), At Tirmidziy (2/154 no. 333 dan 4/314 no. 1989), berkata Abu `Iisaa : “Hadist Anas hadist hasan shohih,” Ibnu Maajah (2/1226 no. 3720).


Dalam hadits lain, bahwasanya pernah ada seorang datang bersama kaumnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mendengar orang-orang memanggilnya dengan nama Abul Hakam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya, beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَكَمُ وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ فَلِمَ تُكْنَى أَبَا الْحَكَمِ

“Sesungguhnya Allah-lah Al Hakam (penentu hukum) dan hanya kepada-Nya (kita) berhukum. Lalu kenapa kamu diberi gelar Abul Hakam?”

Ia menjawab,

“Sesungguhnya jika kaumku berselisih dalam satu permasalahan, mereka mendatangiku, lalu aku-lah yang memberi putusan hukum atas perselisihan mereka, dan mereka ridha.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda:

مَا أَحْسَنَ هَذَا فَمَا لَكَ مِنْ الْوَلَدِ

“Betapa baiknya ini! Apakah kamu mempunyai anak?”

ia menjawab, “Aku mempunyai anak yang bernama Syuraih, Muslim dan Abdullah.”

Beliau bertanya lagi:

فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ

“Di antara mereka siapa yang paling besar?”

ia menjawab, “Syuraih.”

Beliau bersabda:

فَأَنْتَ أَبُو شُرَيْحٍ

“Kalau begitu namamu adalah Abu Syuraih (bapaknya Syuraih).”

Abu Dawud berkata, “Syuraih ini adalah seorang laki-laki yang telah menghancurkan rantai, dan termasuk orang yang masuk ke Tustar.” Abu Dawud berkata, “telah sampai kabar kepadaku bahwa Syuraih telah memecahkan pintu gerbang Tustar, dan dia masuk dari jalan bawah tanah.”
(HR. Abu dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 2615).

Dalam Ahkam Ath-Thifli dinyatakan,
“Hadits ini menunjukkan bahwa berkun-yah dengan nama Allah semisal Abul Ahkam dan Abul ‘Ala adalah tidak dibolehkan.”
(Ahkam Ath-Thifli karya Ahmad Al-Isawi hal. 165).

Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim mengatakan,
“Dalam Hadits di atas Nabi memberi kun-yah dengan anak yang paling tua dan itulah yang sesuai dengan sunnah sebagaimana terdapat dalam beberapa Hadits. Jika tidak memiliki anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua. Ketentuan ini juga berlaku untuk kun-yah seorang perempuan.”
(Hasyiah Kitab At-Tauhid hal. 318).

Dari hadist-hadist diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kun-yah merupakan suatu hal yang disunnahkan bagi rasulullah salallahu’alaihi wassalam untuk umat muslim. Namun sayangnya, sunnah ini termasuk yang jarang diketahui dan diamalkan oleh umat islam pada umumnya.

Justru dalam beberapa kasus, beberapa orang yang merasa dirinya mengikuti salafusholih (sahabat) dan mengaku termasuk didalam barisan ahlussunnah waljama’ah malah menganggap kun-yah tersebut merupakan sesuatu yang tidak perlu dan bukan termasuk kedalam kategori sunnah dari rasulullah, kun-yah dianggap sekedar tradisi dan budaya orang Arab saja serta tidak termasuk yang disyari`atkan Rasulullah Shalallahu`alaihi wasallam, padahal apabila mereka termasuk didalam golongan thulabul ilmy, sesungguhnya hadist ini bisa menjadi pegangan yang kokoh dan cahaya yang terang benderang dalam menyebarkan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh rasulullah salallahu’alaihi wassalam, sungguh sangat disayangkan.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah yang berhak menggunakan kun-yah tersebut adalah orang yang telah mempunyai anak saja? Ataukah orang yang belum mempunyai anak pun boleh menggunakannya?

Hal ini terjawab dari nama-nama ulama besar yang dalam hidupnya tidak pernah menikah, antara lain mereka adalah:

- Abdullah ibni Abi Quhaafah Ash-Shiddiq (khalifah pertama, sekaligus seorang sahabat yang paling utama), yang berkun-yah dengan Abu Bakar, yang padahal anaknya tidak ada satupun yang bernama bakar. (‘Abdullaah, ‘Abdurrahmaan, Muhammad, ‘A’isyah, Asma’ and Ummu kaltsum)

- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (inipun merupakan kun-yah beliau, karena nama beliau Ahmad) – kun-yah beliau adalah Abbul `Abbaas, (“Al Waasithiyyah,” hal. 21),

- Al Imam An Nawawiy-kun-yahnya adalah Abu Zakariya. “Dan tidak ada Zakariya baginya,” kata As Syaikh Saliim Al Hilaaliy, (“Bahjatun Naazhiriin,” 1/8)

Hal ini berdasarkan hadist perihal kun-yah yang diriwayatkan dari Anas bin Maalik radiallahu’anhu diatas, bahwa adalah boleh seorang laki-laki menggunakan kun-yah meski tidak mempunyai anak.

Imam Ibnu Muflih berkata,
“Diperbolehkan berkun-yah meskipun belum memiliki anak.”
(Al-Adab Asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 3/152, Muassasah Ar-Risalah).

Berkata syaikh Al Albani rahimullah mengenai hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Maalik radiallahu’anhu diatas:

“Dan hadist ini menunjukan akan “masyruu`iyyatut Takannaa” (disyari`atkan memakai kun-yah) walaupun bagi seseorang yang tidak mempunyai anak. Dan ini merupakan adabun islaamiyyun (adab islam) yang tidak ada pada ummat ummat yang lainnya sepanjang pengetahuan saya, maka atas kaum muslimiin hendaklah mereka berpegang teguh dengannya, baik dari kalangan kaum lelaki maupun kaum wanita, kemudian hendaklah mereka meninggalkan segala bentuk adat istiadat orang orang kuffar yang telah menyelusup, seperti “Al Beiik,” “Al Afandiy,” “Al Baasyaa,”dan selainnya.”
Jadi, diantara adab yang berkenaan dengan nama kun-yah adalah:

“Anak laki-laki paling tua atau (jika tidak punya) maka anak perempuan paling tua” atau ;
“Gelar yang diberikan orang karena kebiasaannya, seperti Abu Hurairah yang diberikan Rasulullah () kepada, Abdurrahman bin Sakhr Al-Azdi. (yang artinya bapaknya kucing karena kecintaannya terhadap kucing)”
atau;
“Gelar yang diberikan orang karena perangainya, contohnya Umar bin Hisyam, yang digelari Abu Jahal (Bapaknya orang bodoh) oleh Rasulullah (), karena kebodohannya yang terus menolak Islam walaupun telah nampak dan nyata kebenarannya”
“Nama-nama tertentu yang disukainya” Contoh: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan kunyahnya Abul ’Abbas.

Orang yang belum atau tidak punya anak boleh berkun-yah. Oleh karena itu anak kecil yang jelas belum menikah diperbolehkan untuk berkun-yah.

Tidak boleh berkun-yah dengan nama Allah semisal Abul A’la (Al-Maududi)

Tidak boleh berkunyah ‘Abul Qosim’ berdasarkan Hadits Rasulullah shollahu’alaihiwasallam,

“Hendaklah kalian bernama dengan nama-namaku tetapi jangan berkun-yah dengan kunyahku (Abul Qosim).”
(HR. Bukhori no. 3537 dll)

Ibnul Qoyyim mengatakan,

“Pendapat yang benar bernama dengan nama Nabi itu diperbolehkan. Sedangkan berkun-yah dengan kun-yah Nabi itu terlarang. Berkun-yah dengan kun-yah Nabi saat beliau masih hidup itu terlarang lagi. Terkumpulnya nama dan kun-yah Nabi pada diri seseorang juga terlarang.”
(Zaadul Ma’ad, 2/317, Muassasah Ar-Risalah).

Beliau juga mengatakan,

“Kun-yah adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang diberi kun-yah… diantara petunjuk Nabi adalah memberi kepada orang yang sudah punya ataupun yang tidak punya anak. Tidak terdapat Hadits yang melarang berkun-yah dengan nama tertentu, kecuali berkun-yah dengan nama Abul Qasim.”
(Zaadul Maad, 2/314)

Berkun-yah merupakan hal yang sunnah untuk diterapkan bagi umat islam, menghidupkan sebuah sunnah merupakan jalan menghilangkan kebid’ahan, karena munculnya satu bid’ah lah yang mematikan satu sunnah. Menegakkan dan melestarikan keberadaan sunnah adalah bukti nyata bagi kita dalam menunjukkan kecintaan kita kepada rasulullah salallahu’alaihi wassalam.

Semoga artikel ini dapat menjadi motivasi bagi kita semua dalam menegakkan sunnah-sunnah rasulullah salallahu’alaihi wassalam, Aamiiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!