Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 09 Mei 2014

Syi'ah Merubah Surat Al Ikhlas Menjadi Surat Al Assad

Satu bukti nyata kesesatan ajaran syi’ah, yaitu mereka merubah isi dan makna Al-Qur’an Surat Al-Ikhlas yang seharusnya menjelaskan tentang ke-Esa-an Allah SWT, satu-satunya dzat yang tidak ada sesuatupun yang setara dengannya, baik itu mahluk maupun benda agung sekalipun. Berikut ayat Al-Quran yang telah dirubah oleh syi’ah yang terlaknat ini.


Artinya :
Katakan Dialah Allah Yang Maha Satu
Allah tempat meminta
Tidak menciptakan seperti Hafidz Asad
Dan tidak memimpin Syria
Kecuali Basyar Asad

Semoga kita semua, umat Nabi Muhammad SAW senantiasa dijauhkan dari fitnah dan keburukan dunia dan akhirat, semoga Allah selalu melimpahkan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, umat Islam yang meng-Esakan Allah SWT. Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah tempat meminta, yang tidak beranak dan diperanakan, dan tidak satupun yang setara dengan_Nya.

Rabu, 07 Mei 2014

Perlombaan Sedekah Umar dan Abu Bakar r.huma

Sebagaimana kita ketahui, para sahabat Nabi Muhammad saw, selalu berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dalam upaya melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, tak terkecuali Umar bin Khattab dan Abu Bakar r.huma. Kisah perlombaan sedekah antara Umar bin Khattab dan Abu Bakar r.huma ini terjadi pada peristiwa Perang Tabuk, dimana pada waktu itu Rasulullah saw menyeru kepada para sahabatnya untuk memberikan sedekah sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Umar bin Khattab ra pada saat itu memiliki harta kekayaan untuk disedekahkan. Dalam hatinya, ia merenung, "setiap saat Abu Bakar selalu membelanjakan hartanya lebih banyak dari apa yang telah saya belanjakan di jalan Allah." Umar berharap dengan karunia Allah, semoga dapat membelanjakan harta di jalan Allah lebih dari Abu Bakar kali ini, saat itu Umar ra mempunyai dua harta kekayaan untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT.

Kemudian ia pulang ke rumahnya untuk membawa harta yang akan disedekahkannya, dengan perasaan gembira sambil membayangkan bahwa pada hari ini ia akan bersedekah melebihi Abu Bakar ra. Oleh karena itu, segala yang ada di rumahnya ia ambil setengahnya untuk disedekahkan.

Lantas Umar ra membawa harta itu kepada Rasulullah saw. Pada saat itu Rasulullah saw bersabda kepada Umar ra, "Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Umar?" Umar ra pun menjawab, "Ya, ada yang saya tinggalkan, wahai Rasulullah." Rasulullah bertanya, "Seberapa banyak yang telah kamu tinggalkan untuk keluargamu?" Ia menjawab, "Saya telah tinggalkan setengahnya."

Tidak berapa lama kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh harta bendanya kepada Rasulullah saw. Umar bin Khattab ra berkata, "Saya mengetahui bahwa beliau telah membawa seluruh harta benda miliknya. Begitulah pembicaraan yang saya dengar dari pembicaraan antara beliau dengan Rasulullah saw." Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada Abu Bakar, "Apakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab, "Saya meninggalkan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka (saya tinggalkan dengan keberkahan nama Allah SWT dan Rasul-Nya serta keridhaan-Nya)." Mendengar hal itu Umar bin Khattab ra berkata, "Sejak saat itu saya mengetahui bahwa sekali-kali saya tidak dapat melebihi Abu Bakar."

Hikmah dari kisah ini adalah bahwa berlomba-lomba dan berusaha melebihi orang lain dalam kebaikan adalah perbuatan baik dan merupakan perbuatan yang disukai Allah SWT dan Rasul-Nya, seperi firman Allah dalam Alquran,

Senin, 05 Mei 2014

Singa Allah Swt , Hamzah bin Abdul Muthalib r.a

Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib r.a keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu binatang di padang pasir, hal itu telah menjadi hobi dan kegemarannya sejak masa muda.

Siang itu hampir setengah harian ia habiskan waktunya di padang pasir yang luas dan tandus itu, akan tetapi ia tidak mendapatkan buruannya. Akhirnya ia beranjak pulang dan mampir di Ka’bah untuk melakukan thawaf sebelum kembali ke rumah.

Sesampainya di depan Ka’bah seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud’an At Taimi menghampirinya seraya berkata, ”Hai Abu Umarah, andai saja tadi pagi kamu melihat apa yang dialami oleh keponakanmu, Muhammad bin Abdullah, niscaya kamu tidak akan membiarkannya. Ketahuilah, bahwa Abu Jahal bin Hisyam-lah, musuh bebuyutannya telah memaki dan menyakiti keponakanmu itu, hingga akhirnya ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya.” kemudian diceritakannya peristiwa itu secara rinci.

Setelah mendengarkan panjang lebar peristiwa yang di alami oleh keponakannya tadi pagi, dia terdiam sambil menundukkan kepalanya sejenak. Lalu ia membawa busur dan anak panah dan menyandangnya, Kemudian dengan langkah cepat dan tegap, ia pergi menuju Ka’bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana. Namun belum sampai di Ka’bah ia melihat Abu Jahal dan beberapa pembesar Quraisy sedang berbincang-bincang. Maka dalam ketenangan yang mencekam, Hamzah bin Abdul Muthalib r.a mendekati Abu Jahal. Lalu dengan gerakan yang cepat ia lepaskan busur panahnya dan dihantam-kan ke kepala Abu Jahal berkali-kali hingga jatuh tersungkur dan mengucur-lah darah segar deras dari dahinya.

“Mengapa kamu memaki dan mencederai Muhammad, padahal aku telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Nah sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaan mu itu kepadaku jika kamu berani!”, bentak Hamzah bin Abdul Muthalib r.a kepada Abu Jahal.

Akhirnya dalam beberapa saat orang-orang yang berada di sekitar Ka’bah lupa akan penghinaan yang baru saja menimpa pemimpin mereka. Mereka begitu terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah bin Abdul Muthalib r.a yang menyatakan bahwa ia telah menganut dan menjadi pengikut Muhammad Saw.

Tiba-tiba beberapa orang dari Bani Makhzum bangkit untuk melawan Hamzah bin Abdul Muthalib r.a dan menolong Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal melarang dan mencegahnya seraya berkata, ”Biarkanlah Abu Umarah melampiaskan amarahnya kepadaku. Karena tadi pagi, aku telah memaki dan mencerca keponakannya dengan kata-kata yang tidak pantas.”

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a adalah seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendirian yang kuat. Ketika sampai di rumah, ia duduk terbaring sambil menghilangkan rasa lelahnya dan membawanya berpikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja di alaminya.

Sementara itu Abu jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah bin Abdul Muthalib r.a telah berdiri dalam barisan kaum muslimin berpendapat perang antara kaum kafir Quraisy dengan kaum muslimin sudah tidak dapat di elakkan lagi. Oleh karena itu ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Rasulullah Saw dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah bin Abdul Muthalib r.a tidak dapat membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum muslimin lainnya. Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama islam lebih mendalam.

Sabtu, 03 Mei 2014

Nabi-Nabi Yang Diutus Pada Kaum Yasin

Allah Swt berfirman:

“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.’ Mereka menjawab: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.’
Mereka berkata: ‘Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah Swt) dengan jelas.’
Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya kamu jika tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merejam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.’
Utusan-utusan itu berkata: ‘Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri.
Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. “ (QS. Yasin: 13-19)

Allah Swt menceritakan kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut nama-nama mereka. Hanya saja, Al-Qur’an menyebutkan bahwa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahwa tiga nabi itu sebagai utusan Allah Swt.

Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata bahwa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih.

Para nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.

Al-Qur’an al-Karim dalam konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana urusan para nabi itu. Yang ditonjolkan oleh Al-Qur’an adalah urusan seorang mukmin yang mengikuti para nabi itu. Hanya dia satu- satunya yang beriman kepada nabi. Kelompok yang kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar yang menentang para nabi. Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan dalam keadaan berlari, ia mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan keimanannya sehingga kemudian ia dibunuh oleh orang-orang kafir.

Allah Swt berfirman:

“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata: ‘Hai kaumku, ikutilah utusan- utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidah (pula) dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maha dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.’” (QS. Yasin: 20-25)

Konteks Al-Qur’an hanya menyebutkan atau membatasi tentang proses pembunuhan itu. Belum lama orang mukmin itu atau belum sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya sehingga Allah Swt mengeluarkan perintah-Nya dan mengatakan: