Amirul
Mukminin fil Hadits, gelar itu didaulatkan para ulama kepada ahli hadits dari
Kota Bukhara, Uzbekistan. Tak salah bila ulama besar di abad ke-9 M ini
ditabalkan sebagai ‘Pemimpin Kaum Mukmin dalam Ilmu Hadits’. Betapa tidak, hampir
seluruh ulama merujuk kitab kumpulan hadits sahih yang disusunnya.
Para
ulama juga bersepakat, Al Jami’ as Sahih atau Sahih Al Bukhari—kumpulan hadits
sahih sebagai kitab paling otentik setelah Al-Quran. Sahih Al Bukhari yang
disusun ulama legendaris asal ‘kota lautan pengetahuan’—Bukhara—itu juga
diyakini kalangan ulama Sunni sebagai literatur hadits yang paling afdol.
Sang
ulama fenomenal itu mendedikasikan hidupnya untuk menyeleksi secara ketat
ratusan ribu hadits yang telah dihafalnya sejak kecil. Karyanya yang sangat
monumental itu bak cahaya yang telah menerangi perjalanan hidup umat Islam.
Ribuan hadits sahih telah dipilihnya menjadi pedoman hidup umat Islam, sesudah
Al-Quran.
Ulama
besar dan ahli hadits nomor wahid ini memiliki nama lengkap Muhammad Ibnu
Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Al Mughirah Ibnu Bardizbah Al Bukhari. Ia lebih
dikenal dengan nama tanah kelahirannya, Bukhara. Dan, masyarakat Muslim pun
biasa memanggilnya Imam Bukhari.
Pemimpin
kaum Mukminin dalam ilmu hadits itu terlahir pada hari Jumat, 13 Syawal 194 H,
bertepatan dengan 20 Juli 810 M. Sejak kecil, Imam Bukhari hidup dalam
keprihatinan. Alkisah, ketika terlahir ke dunia, Bukhari cilik tak bisa melihat
alias buta. Sang bunda tak putus asa dan tak tak pernah berhenti berdoa dan
memohon kepada Allah SWT untuk kesembuhan penglihatan putranya.
Sang
Khalik pun mengabulkan doa-doa yang selalu dipanjatkan ibu Imam Bukhari. Secara
menakjubkan, ketika menginjak usia 10 tahun, penglihatan bocah yang kelak
menjadi ulama terpandang itu kembali normal. Imam Bukhari sudah akrab dengan
ilmu hadits sejak masih belia. Sang ayah, Ismail Ibnu Ibrahim, juga seorang
ahli hadits yang terpandang.
Ismail
merupakan salah seorang murid ulama terpandang, Hammad ibnu Zaid dan Imam
Malik. Sang ayah tutup usia saat Imam Bukhari masih belia. Meski hidup sebagai
seorang anak yatim yang serba pas-pasan, Bukhari cilik tak pernah putus asa. Ia
menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar, tanpa merisaukan masalah
keuangan.