Peristiwa
Kesyahidan Husein bin Ali bin Abi Thalib
Bulan
Muharram merupakan bulan yang agung dan memiliki banyak keutamaan; Nabi Musa
‘alaihissalam diselamatkan dari Firaun dan bala tentaranya di bulan Muharram.
Untuk menghormati bulan ini, Allah haramkan peperangan walaupun perang tersebut
bertujuan meninggikan kalimat-Nya. Di bulan ini pun terdapat suatu hari, yang
dapat mengampuni dosa setahun yang lalu dengan berpuasa di hari tersebut.
Namun, bulan Muharram juga mengisahkan sebuah duka, duka dengan wafatnya
penghulu pemuda penghuni surga, cucu Rasulullah, Husein bin Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu.
Terkait
peristiwa tersebut, ada sebuah kelompok yang rutin memperingati wafatnya Husein
bin Ali radhiallahu ‘anhu dengan cara meratapi dan menyiksa diri. Mereka
berandai-andai jika saja waktu itu mereka bersama Husein dan menolong Husein
yang dizalimi. Mereka menamakan diri mereka Syiah, pencinta dan pendukung ahlul
bait (keluarga Nabi). Setiap orang bisa mengklaim diri sebagai penolong
keluarga Nabi, namun pertanyaannya adalah benarkah mereka menolongnya?
Kita
tidak hendak saling menyalahkan, tidak juga memicu perpecahan, kita hanya akan
mengangkat fakta sejarah bagaimana cucu manusia yang paling mulia ini bisa
terbunuh di tanah Karbala.
Kita
awali kisah ini dengan memasuki tahun 60 H ketika Yazid bin Muawiyah dibaiat
menjadi khalifah. Saat itu Yazid yang berumur 34 tahun diangkat oleh ayahnya
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah umat Islam
menggantikan dirinya.
Ketika
Yazid dibaiat ada dua orang sahabat Nabi yang enggan membaiatnya, mereka adalah
Abdullah bin Zubeir dan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Zubeir pun
dipinta untuk berbaiat, ia mengatakan, “Tunggulah sampai malam ini, akan aku
sampaikan apa yang ada di benakku.” Saat malam tiba, maka Abdullah bin Zubeir
pergi dari Madinah menuju Mekah. Demikian juga Husein, ketika beliau dipinta
untuk berbaiat, beliau mengatakan, “Aku tidak akan berbaiat secara sembunyi-sembunyi,
tapi aku menginginkan agar banyak orang melihat baiatku.” Saat malam menjelang,
beliau juga berangkat ke Mekah menyusul Abdullah bin Zubeir.
Kabar
tidak berbaiatnya Husein dan perginya beliau ke kota Mekah sampai ke telinga
penduduk Irak atau lebih spesifiknya penduduk Kufah. Mereka tidak menginginkan
Yazid menjadi khalifah bahkan juga Muawiyah, karena mereka adalah pendukung Ali
dan anak keturunannya. Lalu penduduk Kufah pun mengirimi Husein surat yang
berisi “Kami belum berbaiat kepada Yazid dan tidak akan berbaiat kepadanya,
kami hanya akan membaiat Anda (sebagai khalifah).” Semakin hari, surat tersebut
pun semakin banyak sampai ke tangan Husein, jumlanya mencapai 500 surat.
Ubaidullah
langsung bergerak cepat hendak mengupayakan penangkapan Muslim bin Aqil.
Langkah pertama yang dilakukan Ubaidullah adalah mengintrogasi sahabat-sahabat
dekat Muslim. Ia menangkap Hani’ bin Urwah, kemudian menanyai keberadaan Muslim
kepadanya. Hani’ bin Urwah bersikukuh tidak akan membocorkan rahasia
persembunyian Muslim, akhirnya ia ditahan.
Penahanan
Hani’ bin Urwah memancing reaksi dari Muslim bin Aqil, ia mengerahkan 4000
orang mengepung benteng Ubaidullah bin Ziyad menekannya agar membebaskan Hani’.
Sayang, kisah penghianatan penduduk Kufah ternyata berulang, mereka yang
sebelumnya membaiat Muslim bin Aqil pergi meninggalkannya. Di siang hari saja
jumlah 4000 tersebut menyusut hanya menjadi 30 orang dan ketika matahari
terbenam tinggallah Muslim bin Aqil seorang diri. Akhirnya ia pun terbunuh.
Sebelum wafat, ia memberi pesan kepada Umar bin Sa’ad untuk menyampaikannya
kepada Husein bin Ali bin Abi Thalib “Pulanglah bersama keluargamu. Jangan
engkau terpedaya oleh penduduk Kufah. Karena mereka telah berhianat kepadamu
dan kepadaku.”
Husein radhiallahu
‘anhu Menuju Kufah
Pada
saat hendak berangkat menuju Kufah, Husein bertemu dan dinasihati oleh beberapa
sahabat Nabi agar tidak menuju Kufah. Di antara sahabat yang menasihati Husein
adalah:
Abdullah
bin Abbas “Kalau sekiranya orang-orang tidak mencela aku dan engkau, akan aku
ikat tanganku ini di kepalamu. Tidak akan kubiarkan engkau pergi.”
Abdullah
bin Umar, setelah mendengar keberangkatan Husein menuju Kufah, ia bergegas
menyusulnya dan berhasil bertemu dengannya setelah perjalanan 3 malam.
Abdullah
bin Umar: Hendak kemana engkau?
Husein:
Menuju Irak.
Husein
mengeluarkan surat-surat penduduk Irak yang menunjukkan mereka berpihak kepada
dirinya. Husein mengatakan, “Ini surat-surat mereka, aku akan kesana dan
menerima baiat mereka.”
Abdullah
bin Umar: Aku akan sampaikan kepadamu sebuah hadis. Sesungguhnya Jibril pernah
datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia memberi pilihan kepada
Nabi antara dunia dan akhirat, beliau pun memilih akhirat dan tidak
menginginkan dunia. Engkau adalah darah daging Rasulullah, demi Allah!
Janganlah salah seorang dari kalian (keluarga Nabi) mengambil dunia tersebut
atau menggapai bagian yang telah Allah jauhkan dari kalian.
Husein
pun tetap pada pendiriannya berangkat menuju Kufah. Melihat pendirian Husein,
menangislah Abdullah bin Umar dan mengatakan “Aku titipkan engkau kepada Allah
dari pembunuhan.”
Abdullah
bin Zubeir mengatakan, “Hendak kemana engkau wahai Husein? Engkau mau menemui
orang-orang yang telah membunuh ayahmu dan menghina saudaramu (Hasan bin Ali)?
Janganlah pergi! Namun Husein pun tetap berangkat.
Abu
Said al-Khudri mengatakan, “Wahai Abu Abdullah (maksudnya Hamba Allah, Husein.),
aku ada sebuah nasihat untukmu dan aku adalah orang yang sangat mencintaimu.
Aku mendengar berita bahwa Syiah (pendukung) mu di Kufah menulis pernyataan
kepadamu, mereka mengajakmu keluar dari Mekah dan bergabung dengan mereka di
Kufah. Janganlah engkau menemui mereka! Sesungguhnya aku mendengar ayahmu
sewaktu di Kufah mengatakan, ‘Demi Allah, aku telah membuat mereka (penduduk
Kufah) bosan dan marah dan mereka pun membuatku bosan juga membuatku marah.
Tidak ada seorang pun di antara mereka yang memenuhi janji.”
Saat
Husein melanjutkan perjalanan, sampailah Amir bin Sa’ad utusan dari Muslim bin
Aqil. Amir mengabarkan tentang terbunuhnya Husein dan penghianatan orang-orang
Kufah. Mendengar berita tersebut Husein pun sadar apa yang ia lakukan akan
sia-sia, ia pun memutuskan untuk pulang. Namun anak-anak Muslim bin Aqil
menginginkan perjalanan dilanjutkan menuntut hukuman atas tewasnya ayah mereka.
Husein bin Ali bin
Abi Thalib Tiba di Tanah Karbala
Mengetahui
Husein bin Ali radhiallahu ‘anhu berangkat menuju Kufah, Ubaidullah bin Ziyad
berencana mencegatnya agar tidak memasuki Kufah dengan mengirim 1000 pasukan
yang dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi kemudian ditambah 4000 pasukan
dibawah kepemimpinan Umar bin Sa’ad.
Saat
tiba di Karbala, Husein bertanya tentang nama daerah tersebut, “Daerah apa
ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Husein pun langsung
mengatakan, “Karbun (bencana) dan bala’ (musibah).”
Dibayang-bayangi
5000 pasukan membuat Husein semakin menyadari bahwa janji-janji penduduk Kufah
itu hanyalah bualan semata. Apalagi pasukan-pasukan itu sendiri adalah penduduk
Kufah yang telah mengiriminya surat. Lalu Husein mengajukan 3 alternatif kepada
pasukan Kufah sebagai jalan keluar; pertama, Husein meminta agar pasukan Kufah
mengawalnya pulang ke Mekah (agar ia dan keluarganya terjaga) atau yang kedua,
pasukan Kufah mengizinkannya untuk pergi ke daerah perbatasan agar ia bergabung
dengan pasukan kaum muslimin untuk berjihad atau alternatif ketiga, mereka mengizinkannya
menuju Yazid agar ia membaiatnya secara langsung.
Umar
bin Sa’ad pun menanggapi positif pilihan yang diajukan Husein, ia mengusulkan
agar Husein mengirimkan utusan ke Yazid terlebih dahulu dan ia sendiri
mengirimkan utusan ke Ubaidullah untuk memberitakan kabar ini sekaligus
alternatif yang diajukan Husein.
Setibanya
utusan Umar bin Sa’ad di hadapan Ubaidullah dan menyampaikan apa yang
dikehendaki Husein, Ubaidullah pun bergembira dan memberi kemuliaan kepada
Husein agar ia sendiri yang memilih sesuai dengan yang ia kehendaki; kembali ke
Mekah atau Madinah, menuju daerah perbatasan, atau menuju Yazid di Syam, ia
serahkan kepada pilihan Husein. Namun seseorang yang dekat dengan Ubaidullah
yang bernama Syamr bin Dzi al-Jasyan angkat bicara atas keputusan Ubaidullah,
“Demi Allah, urusannya tidak demikian, dia yang harus tunduk kepada putusanmu.”
Maksud Syamr engkau (Ubaidullah) adalah pemimpin bukan dia (Husein), jadi dia
yang harus tunduk kepada putusanmu bukan sebaliknya. Ternyata Ubaidullah yang
tadinya memuliakan Husein berpaling mengikuti saran dari sahabat dekatnya,
Syamr bin Dzi al-Jausyan. Ubaidullah memutuskan menawan Husein dan dibawa ke
hadapannya di Kufah sebagai tawanan kemudia ia yang menentukan kemana Husein
seharusnya diasingkan.
Setelah
sampai perintah Ubaidullah di tanah Karbala, Husein pun menolak kalau dirinya
dijadikan tawanan, ia seorang muslim terlebih ia adalah keluarga Rasulullah.
Karena Husein menolak untuk ditawan, maka pasukan Ubaidullah itu berusaha
menangkap paksa dirinya, Husein mengatakan, “Kalian renungi dulu apa yang
hendak kalian lakukan. Apakah dibenarkan (secara syariat), kalian memerangi
orang sepertiku? Aku anak dari putri Nabi kalian dan tidak ada lagi di bumi ini
anak dari putri Nabi kalian selain diriku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda tentang aku dan saudaraku (Hasan bin Ali), ‘Dua orang ini adalah
pemimpin para pemuda penghuni surga.’ Akhirnya Husein pun terbunuh bersama
keluarga Rasulullah yang lain. Seorang yang secara langsung membunuh Husein dan
memenggal kepalanya bernama Sinan bin Anas.
Demikianlah
mereka yang mengaku Syiah (pendukung) Ali dan keluarganya, mereka membelot dan
menumpahkan darah ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam
peristiwa ini, ada tiga orang yang berperan besar sehingga cucu Nabi yang mulia
ini tewas. Mereka adalah Ubaidullah bin Ziyad, Syamr bin Dzi al-Jauzyan, dan
Sinan bin Anas, ketiga orang ini adalah Syiah (pendukung) Ali di Perang
Shiffin, mereka termasuk dalam barisan pasukan Ali bin Abi Thalib. Bisa jadi
mereka yang meratapi kematian Husein di hari Asyura, menganiaya diri mereka,
berandai-andai bersama Husein, dan merasakan penderitaannya, seandainya mereka
berada di hari tersebut. Mereka akan turut serta dalam pasukan Kufah dan
membelot dari Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma.
Semoga
Allah meridhoi Husein bin Ali radhiallahu ‘anhuma. Aamiiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!