Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Selasa, 14 Desember 2010

Persaudaraan Dan Keadilan Universal

Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantaramu di mata Allah adalah dia yang paling taqwa diantaramu. Sungguh, Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal (segala sesuatu)" (QS. 49:13).

"Tuhanmu adalah Satu. Kamu semua berasal dari Adam, dan Adam dibuat dari tanah. Tidak ada kelebihan seorang Arab dari yang bukan Arab, tidak pula seorang kulit putih atas seorang kulit hitam kecuali taqwa" (HR. Tabarani, dalam Majma' al-Zawa'id, 8:84).

Islam bertujuan membentuk suatu tertib sosial dimana semua orang diikat dengan tali persaudaraan dan kasih sayang, seperti anggota-anggota satu keluarga yang diciptakan oleh Allah SWT dari sepasang manusia. Persaudaraan ini adalah universal dan tidak picik. Ia tidak dibatasi oleh batas-batas geografis maupun demografis, tetapi meliputi seluruh umat manusia, bukan hanya satu kelompok keluarga, suku atau ras. Qur'an menegaskan: "Katakanlah: Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semuanya" (QS. 7:158).

Konsekuensi yang wajar dari konsep persaudaraan universal ini adalah kerjasama dan tolong menolong, khususnya diantara sesama kaum Muslimin. Dengan demikian, kaum muslimin disamping dipersatukan satu sama lain oleh asal usul yang sama, juga lebih khusus lagi dipersatukan oleh ikatan persamaan ideologi, yang disifatkan Al-Qur'an sebagai "saudara-saudara seiman" (QS.9:11), "yang saling berkasih sayang diantara mereka" (QS.48:29).

Nabi SAW menekankan: "Umat manusia adalah keluarga Allah dan yang paling tercinta di mata-Nya adalah yang paling baik kepada keluarga-Nya" (HR. Baihaqi, Misykat, 2:613).

Selasa, 16 November 2010

Pakaian Dan Perhiasan

ISLAM memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.

Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.

Maka berfirmanlah Allah s.w.t.:

"Hai anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan." (al-A'raf: 26).

Barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas, yaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia, sesudah Allah mengumandangkan seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam dua seruanNya itu Allah melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak mau berhias, yang justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan belaka.

Untuk itulah maka Allah berfirman:

"Hai anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya." (al-A'raf: 27).

Rabu, 20 Oktober 2010

Romantisnya Rasulullah

Buat para suami-suami, seringkali kita memperdebatkan dan memperbincangkan permasalahan yang berkaitan dengan kebahagiaan berumah tangga. Seorang bapak (suami), pernah bertanya dalam sebuah dialog interaktif konsultasi keluarga di sebuah situs Islam lokal, tentang bagaimana mendapatkan kasih sayang dan pengabdian istri. Dan yang tidak kalah 'heboh', tidak sedikit pertanyaan yang ujung-ujungnya ingin melakukan poligami dengan berbagai alasan tentunya. Poligami, jelas sangat diperbolehkan dan dicontohkan oleh baginda Rasul meski pun dalam tradisi dan budaya masyarakat kita, beristri lebih dari satu masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim bahkan tabu.

Namun sepertinya, ada hal yang sering terlupakan oleh para suami, sudahkah kita mencontoh Rasulullah dalam urusan romantisme berumahtangga? Sehingga Nabi SAW -karena romantismenya yang luar biasa terhadap para istri beliau- tidak pernah kita mendengar ada masalah yang besar dalam rumah tangga bersama para istrinya.
Jadi, untuk sementara kesampingkan dulu masalah seperti ketidakbahagiaan beristri yang usianya lebih tua, rumahtangga tidak harmonis, sehingga memunculkan wacana yang saat ini sedang ngetrend; poligami. Padahal sesungguhnya jika kita mau merenunginya kembali, bisa jadi permasalahan utamanya sangat sederhana; kita kurang romantis!

Mari kemudian kita cermati tauladan dari Rasulullah, manusia agung yang sangat romantis terhadap istri-istrinya sebelum kita bicarakan niat atau kemungkinan untuk berpoligami.Rasulullah SAW adalah contoh yang terbaik seorang suami yang mengamalkan sistem Poligami. Baginda Nabi sangat romantis kepada semua istrinya.

Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, "Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?". Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, "Aku akan beritahukan kepada kalian nanti"

Selasa, 14 September 2010

Ikhlas Dan Niat

Allah berfirman :

( Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan ) Huud : 15-16.

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya segala pekerjaan itu ( diterima atau tidaknya di sisi Allah )hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya, maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang akan dia menikah dengannya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan. HR. Muttafaq 'alaih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka dia didatangkan, dan diperlihatkan kepadanya segala nikmat yang telah diberikan kepadanya di dunia, lalu ia mengenalinya, maka Allah berkata kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka orang itu menjawab : aku berperang di jalan-Mu sampai mati syahid, maka Allah berkata : kamu berdusta, akan tetapi kamu berperang agar dikatakan bahwa kamu adalah seorang pemberani, dan yang sedemikian itu telah diucapkan ( kamu telak dipuji-puji dst sebagai imbalan apa yang telah kamu niatkan.pent. ) maka diperintahkan supaya dia diseret di atas mukanya sampai dilemparkan di api neraka, dan seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan menghapal al-Qur'an, lalu dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya segala nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya di dunia, maka diapun mengenalinya, maka dikatakan kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka dia menjawab : aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan membaca al-Qur'an untuk-Mu.