La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim - Semoga Jalan Kami Jalan Fisabilillah - (Insya Allah)
Cari Berkah
Minggu, 01 Februari 2015
Rabu, 17 Desember 2014
Isyarat Menjadi Makmum
Pernahkan anda alami atau anda melihat ada laki-laki yang berdiri
melaksanakan shalat, kemudian datang wanita ingin menjadi makmum. Maka, apa
yang seharusnya dilakukan wanita tersebut agar laki-laki tadi mengetahui bahwa
ada yang ingin mengikutinya sehingga dia mengeraskan suaranya?
Mengutamakan shalat berjamaah bukan hanya melipatgandakan pahala ibadah
semata, melainkan menjadi sebab turunnya rahmat dan pertolongan Allah ta’ala,
terutama dalam gerak langkah kehidupan umat yang mengharapkan ridha Allah
menuju baldatun thayyibah wa rabbun ghafuur. Pemimpin yang tidak mengutamakan
shalat berjamaah tidak dapat menyatukan hati umatnya dan tidak pula menjadi
perantara turunnya rahmat pertolongan Allah bagi umat.
Menepuk pundak merupakan sebuah isyarat yang diberikan oleh orang yang
ingin menjadi makmum bagi orang yang sedang shalat sendiri agar ia mengetahui
bahwa ada orang yang ingin mengikutinya. Dengan begitu, ia menyesuaikan tata
cara shalatnya sebagai imam, misal dengan mengeraskan suara dalam shalat
jahriyah (Maghrib, Isya, dan Subuh). Sebenarnya, jika seseorang laki-laki ingin
bermakmum kepada orang yang shalat sendirian, tidak perlu menepuk pundak orang
itu, tapi cukup langsung berdiri di sebelah kanannya, karena secara langsung
sudah membeikan isyarat kepada imam sholat.
Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra,
ia berkata, ‘Saya tidur di rumah Maimunah (istri Nabi SAW) dan Nabi sedang di
sana malam itu. Kemudian, beliau berwudhu dan mendirikan shalat, maka saya
berdiri di sebelah kirinya, kemudian Rasulullah SAW memegangku dan menempatkan
aku di sebelah kanannya. Dan, beliau shalat 13 rakaat, lalu tidur sampai
mengembuskan udara dari mulutnya, dan Nabi SAW jika tidur biasa mengembuskan
udara dari mulutnya. Kemudian datang muadzin, maka Nabi SAW keluar dan melaksanakan
shalat tanpa berwudhu lagi.’” (HR Bukhari dan Muslim)
“Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, ‘Nabi SAW pernah berdiri
shalat, kemudian aku datang, lalu aku berdiri di sebelah kirinya, maka beliau
memegang tanganku, lantas ia memutarkan aku sehingga ia menempatkan aku di
sebelah kanannya. Kemudian, datang Jabbar bin Shakr yang ia langsung berdiri di
sebelah kiri Rasulullah SAW. Lalu, beliau memegang tangan kami dan beliau
mendorong kami sehingga beliau mendirikan kami di belakangnya.’” ( HR Muslim )
Dari hadist tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa para sahabat yang
ingin bermakmum kepada Nabi SAW yang sedang shalat sendirian tidak menepuk
pundak beliau, tapi langsung berdiri di samping beliau. Dan dengan begitu,
beliau pun tahu ada yang ingin menjadi makmum.
Senin, 15 Desember 2014
Abu Bakar dan Umar Saling Berbantah (Al-Hujurat 1-2)
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah.
Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu
mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara
kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak
menyadarinya.” (Al-Hujurat 1-2).
Hari itu seperti hari-hari yang
lainnya juga. Yang tidak biasa hanyalah rencana kedatangan rombongan Bani Tamim
kepada Rasulullah. Ada apakah? Itulah yang menjadi pertanyaan di benak
Rasulullah. Tapi Rasulullah tetap saja berlaku tenang.
Dan, saat yang ditunggu-tunggu oleh
Rasul pun datang. Kebiasaan Rasul memang selalu mengagungkan tamunya. Jika ia
sudah mempunyai janji, maka akan ia dahulukan janji itu. Apalagi jika itu
mengenai pertemuan yang sepertinya terasa penting ini.
Rasul mempersilahkan mereka semua
duduk dengan tertib. Tak satupun dari tamu itu yang ia lewatkan. Semaunya
disalaminya dan mendapat senyuman yang paling lembut. Sahabat-sahabat yang lain
sering merasa heran, bagaimana bisa Muhammad menghafal nama-nama orang di
dekatnya satu per satu tanpa pernah sekalipun melupakannya? Jika sudah begini,
masing-masing mereka selalu menganggap bahwa mereka adalah orang yang paling
penting dalam kehidupan Rasul.
Ketika semua sudah duduk dan menyantap
hidangan ala kadarnya yang dihidangkan oleh Rasulullah karena itulah yang
dipunyainya, maka Rasulullah pun berkata, “Semoga Allah ta’ala senantiasa
memberkahi kita semua. Apakah maksud kedatangan kalian ini, wahai
sahabat-sahabatku semua?”
“Kami semua baik-baik saja ya
Rasulullah. Terima kasih telah menerima kami semua. Sesungguhnya kami sekarang
ini sedang berada dalam keadaan yang sangat pelik. Kami membutuhkan bantuanmu
sekali, jika engkau sekiranya tidak keberatan.”
Rasulullah mengangguk-anggukkan
kepalanya. Ia menunggu saja.
Salah seorang dari mereka bicara lagi,
“Sesungguhnya kami ini hendak memilih pemimpin di antara kami….”
“Dan?” Rasulullah berkata ketika ia
tidak melanjutkan bicaranya.
“Dan kami tidak punya pengetahuan yang
sebagus engkau. Kami sebelumnya telah berselisih siapa kiranya yang akan dan
harus jadi pemimpin kami……”
“Begitu ya….?”
Semua orang diam sekarang. Mereka
menundukkan kepala mereka. Ada sejumput perasaan malu karena mereka telah
melibatkan Rasul dalam urusan yang tampaknya tidak seberapa itu. Rasul masih
terus mengangguk-angguk kepalanya. Beliau terdiam. Cukup lama.
Dan ketika Rasulullah hendak membuka
mulut, tiba-tiba Abu bakar yang berada bersama rombongan berkata cukup keras,
“Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin!”
Jumat, 21 November 2014
Dari Rumah Ummu Sulaim, r.ha
Ummu Sulaim ar-Rumaisha` binti Milhan
al-Anshariyah, bersuamikan Malik bin an-Nashr, dari suaminya ini Ummu Sulaim
melahirkan Anas bin Malik. Ummu Sulaim masuk Islam, dia mengajak Malik suaminya
tetapi ajakannya ditolak, Malik marah karenanya, kemudian dia meninggalkan Ummu
Sulaim dan pergi ke Syam, di sanalah Malik menemui ajal.
Ummu Sulaim menjanda, karena
kemuliaannya dan keluhurannya, tidak sedikit hati laki-laki yang berhasrat
menikahinya, salah satunya adalah pemanah ulung kota Yatsrib (nama lama Madinah)
Abu Thalhah.
Abu Thalhah datang melamar Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim menjawab, "Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas
ditolak, sayang engkau kafir dan aku seorang muslimah, aku tidak mungkin
menikah denganmu." Abu Thalhah menjawab, "Bukan itu maksudmu
kan?" Ummu Sulaim berkata, "Lalu apa maksudku?" Abu Thalhah
menjawab, "Emas dan perak, kamu memilih orang yang beremas dan berperak
lebih dariku" Ummu Sulaim berkata, "Aku tidak berharap emas dan
perak, aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam maka itulah maharku, aku
tidak minta yang lain." Abu Thalhah menjawab, "Siapa yang menunjukkan
Islam kepadaku?" Ummu Sulaim menjawab, "Rasulullah "
Berangkatlah Abu Thalhah menuju
Rasulullah , pada saat itu beliau sedang duduk bersama para sahabat. Manakala
beliau melihatnya beliau berkata, "Abu Thalhah datang, terlihat cahaya
Islam di kedua matanya." Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh
Ummu Sulaim.
Seterusnya Abu Thalhah menikahinya
dengan maskawin keislamannya. Tsabit – Al-Bunani rawi kisah ini dari Anas –
berkata, "Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela
Islam sebagai maharnya."
Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim,
seorang wanita yang bermata indah lagi sipit. Dari pernikahan ini Ummu Sulaim
melahirkan seorang anak yang begitu dicintai oleh ayahnya, Abu Thalhah.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Anas berkata, anak laki-laki Abu Thalhah sakit, Abu Thalhah keluar dan
anak tersebut wafat, ketika Abu Thalhah pulang, dia bertanya, “"Bagaimana
anakku?" Ummu Sulaim, ibu anak itu menjawab, "Wahai Abu Thalhah,
sejak dia sakit dia tidak pernah setenang seperti sekarang." Ummu Sulaim
menyiapkan makan malam, Abu Thalhah menyantapnya, setelah itu Abu Thalhah menggauli
istrinya, setelahnya Ummu Sulaim berkata, “Kuburkanlah anak ini.” Di pagi hari
Abu Thalhah datang kepada Nabi , beliau bertanya, “Apakah semalam kamu
berhubungan?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Ya Allah, berkahilah
keduanya.” Maka Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki. Abu Thalhah
berkata kepadaku, “Bawalah adikmu ini kepada Nabi .” Sambil memberikan beberapa
butir kurma. Nabi bertanya kepada Anas, “Ada sesuatu bersamanya?” Anas
menjawab, “Ada beberapa butir kurma.” Lalu Nabi mengambilnya dan mengunyahnya
lalu meletakkannya di mulut anak itu, beliau mentahniknya dan menamakannya
Abdullah.
Dalam sebuah riwayat al-Bukhari, Ibnu
Uyainah berkata, seorang laki-laki Anshar berkata, “Aku melihat sepuluh anak,
semuanya hafal al-Qur`an.” Yakni anak Abdullah bin Abu Thalhah.
Langganan:
Komentar (Atom)