Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 11 April 2014

Kedudukan Hadist “Jika Ada Nabi SetelahKu Maka Ia Adalah Umar bin Khattab”

Hadist ini termasuk hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy untuk menunjukkan keutamaan Umar bin Khattab r.a. Bahkan ada di antara mereka yang menunjukkan kesinisan terhadap hadist Ghadirkum dengan mengatakan hadist ini lebih menunjukkan keutamaan Umar di atas Ali daripada hadist ghadirkum. Hadist ini tidaklah tsabit sanadnya, mereka para oknum salafiyun hanya bertaklid buta kepada Syaikh salafy yang menguatkan hadist ini. Oknum tersebut tidak punya kemampuan untuk menelaah dengan kritis, ia terlalu banyak menggerutu sehingga lupa caranya berargumen dengan ilmiah.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو عبد الرحمن ثنا حيوة ثنا بكر بن عمرو ان مشرح بن هاعان أخبره انه سمع عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لو كان من بعدي نبي لكان عمر بن الخطاب

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman yang berkata telah menceritakan kepada kami Haywah yang berkata telah menceritakan kepada kami Bakr bin Amru bahwa Misyrah bin Ha’an mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar Uqbah bin Amir berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Jika setelahKu ada Nabi maka ia adalah Umar bin Khattab”. [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arnauth 4/154 no 17441]

Takhrij Hadist

Hadist tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/619 no 3686, Ahmad dalam Fadhail Shahabah no 519 dan no 694, Yaqub Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh 2/500, Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 17/298 no 822, Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 no 4495, Abu Bakar Al Qathi’i dalam Juz’ul Alfi Dinar no 199 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad Dimasyq 44/114-117,  semuanya dengan jalan sanad Haywah dari Bakr bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir secara marfu’.

Disebutkan Ahmad dalam Fadhail As Shahabah no 498 kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir tetapi dalam Mu’jam Al Kabir Thabrani 17/310 no 857 disebutkan kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Abu ‘Usyanah [Hay bin Yau’min] dari Uqbah bin Amir. Dalam Mu’jam Al Kabir 17/180 no 475  juga diriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik dari Rasulullah SAW sebagaimana yang dikutip Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/67 no 14433 kemudian Al Haitsami juga menambahkan riwayat Abu Sa’id Al Khudri dalam Majma’ Az Zawaid9/68 no 14434.

Kedudukan Hadist

Hadist ini adalah hadist yang dhaif. Satu-satunya sanad terkuat dalam hadist ini adalah riwayat Haywah dari Bakr bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir secara marfu’ dan riwayat itu dhaif. Misyrah bin Ha’an dibicarakan oleh sebagian ulama. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 297 bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Ady berkata “arjuuanhu la ba’sa bihi [aku kira tidak ada masalah dengannya]”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 5 no 5677 dan menyatakan “sering salah dan berselisih”. Selain itu Ibnu Hibban memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam Al Majruuhin juz 3 no 1068 dan menyatakan bahwa ia meriwayatkan dari Uqbah bin Amir hadist-hadist mungkar yang tidak diikuti oleh yang lainnya kemudian Ibnu Hibban menambahkan kalau ia ditinggalkan jika riwayatnya menyendiri [tafarrud]. Ibnu Jauzi memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam Adh Dhu’afa Wal Matrukin no 3325. Al Uqaili juga memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam kitabnya Adh Dhu’afa Al Kabir no 1817. Ibnu Thahir dalam Tadzkirah Al Maudhu’at 1/680 menyatakan kalau Misyrah tidak bisa dijadikan hujjah.


Pendapat yang benar mengenai Misyrah bin Ha’an adalah riwayatnya dari Uqbah bin Amir dihukumi dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.
Misyrah bin Ha’an menyendiri meriwayatkan hadist ini dari Uqbah bin Amir sedangkan riwayat Ibnu Lahi’ah dari Hay bin Yu’min [Abu Usyanah] dari Uqbah bin Amir tidak bisa dijadikan penguat karena riwayat ini memiliki cacat
•            Riwayat Ibnu Lahi’ah dhaif  karena idhthirab. Terkadang ia meriwayatkan dari Abu Usyanah dari Uqbah [Mu’jam Al Kabir Thabrani 17/310 no 857] dan terkadang ia meriwayatkan dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah [Fadhail As Shahabah no 498].
•            Ibnu Lahi’ah sendiri diperbincangkan hafalannya dan dalam riwayat ini terbukti hafalannya kacau. Selain itu Ibnu Lahi’ah dikenal sebagai mudallis martabat kelima dalam Thabaqat Al Mudallisin no 140 dan riwayatnya di atas dengan ‘an ‘an ah.
•            Kedua riwayat Ibnu Lahi’ah itu berasal dari Yahya bin Katsir yang tidak diketahui siapa dia.

Kedua riwayat lain yaitu riwayat Ishmah bin Malik dan riwayat Abu Sa’id tidak bisa dijadikan syahid [penguat] karena riwayat ini dhaif jiddan bahkan maudhu’. Dalam kedua riwayat ini terdapat perawi pendusta dan tertuduh memalsu hadist.
Riwayat Ishmah bin Malik di dalam sanadnya terdapat Fadhl bin Mukhtar. Al Haitsami berkata dalam Majma’ Az Zawaid 9/67 no 14433

رواه الطبراني وفيه الفضل بن المختار وهو ضعيف

Riwayat Thabrani dan di dalamnya ada Fadhl bin Mukhtar dan dia dhaif.

Fadhl bin Mukhtar statusnya sangat dhaif. Disebutkan dalam Mizan Al ‘Itidal no 6750 bahwa banyak ulama yang mencelanya dengan keras. Abu Hatim berkata “hadist-hadistnya mungkar dan ia menceritakan hal-hal batil”. A Azdi berkata “hadistnya sangat mungkar”. Ibnu Ady berkata “hadist-hadistnya mungkar dan tidak ada mutaba’ahnya”. Selain itu dalam riwayat Ishmah bin Malik juga terdapat Ahmad bin Risydin atau Ahmad bin Muhammad Al Mishri gurunya Thabrani yang dhaif dan tertuduh pendusta. Disebutkan dalam Lisan Al Mizan juz 1 no 804 kalau ia dinyatakan pendusta oleh Ibnu Ady dan Ahmad bin Shalih. Dalam Tarajum Suyukh Ath Thabranino 182 ia dinyatakan dhaif. Sudah jelas karena kedhaifan yang sangat pada sanadnya maka riwayat Ishmah ini maudhu’.

Riwayat Abu Sa’id sanadnya dhaif jiddan bahkan maudhu’ [kami tidak menemukan riwayat ini dalam Al Awsath]. Al Haitsami menyebutkan dalam Majma’ Az Zawaid 9/68 no 14434

رواه الطبراني في الأوسط وفيه عبد المنعم بن بشير وهو ضعيف

Riwayat Ath Thabrani dalam Al Awsath dan di dalamnya ada Abdul Mun’im bin Basyir dan dia dhaif.

Abdul Mun’im bin Basyir adalah seorang yang sangat dhaif . Dalam Mizan Al ‘Itidal no 5271 disebutkan kalau Ibnu Ma’in mencelanya dan Ibnu Hibban berkata “hadistnya sangat mungkar dan tidak boleh berhujjah dengannya”. Al Haitsami menyebutnya“munkar al hadist” [Majma’ 2/237 no 2453] dan “tidak halal berhujjah dengannya”[Majma’ 9/115 no 14566]  dan “dhaif jiddan” [Majma’ 10/129 no 16926]. Al Khalili dalam Al Irsyad 1/4 menyebutnya pemalsu hadist. Dalam Lisan Al Mizan juz 4 no 120 disebutkan kalau Daruquthni berkata tentangnya “tidak tsiqat”, Al Hakim berkata “ia meriwayatkan dari Malik dan Abdullah bin Umar hadist-hadist maudhu’ [palsu]”.  Sudah jelas hadist dengan perawi seperti ini tidak bisa dijadikan i’tibar atau penguat.

Penilaian Syaikh Al Albani Tidak Valid

Syaikh Al Albani memasukkan hadist ini dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 327 dan mengatakan bahwa sanadnya hasan. Syaikh juga menghasankannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi no 3686 dan Shahih Jami’ As Shagir no 5284. Dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 327 Syaikh Al Albani mengakui bahwa Misyrah bin Ha’an dibicarakan krediilitasnya tetapi syaikh tetap berkata “sanadnya hasan dan para perawinya tsiqat”. Kemudian Syaikh membawakan riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai syahid [penguat].

Misyrah bin Ha’an bisa jadi perawi yang shaduq tetapi riwayatnya dari Uqbah bin Amir dihukumi dhaif karena jarh yang jelas dari Ibnu Hibban ditambah lagi dengan mereka yang mendhaifkannya. Pendapat yang benar riwayat Misyrah bin Ha’an yang menyendiri dari Uqbah bin Amir adalah dhaif. Kemudian perkara syaikh menjadikan riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai penguat adalah keanehan yang luar biasa. Syaikh Al Albani sendiri mengutip pencacatan Al Haitsami yang mendhaifkan kedua riwayat tersebut [disini seolah-olah Syaikh ingin menunjukkan pencacatan  terhadap mereka tidak berat karena bisa dijadikan syahid]. Apalagi ternyata Syaikh Al Albani sendiri di saat yang lain telah mencacat perawi tersebut dengan jarh yang keras sehingga tidak mungkin hadist dengan perawi seperti itu dijadikan syahid.
•            Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 1/361 no 284 menyatakan sebuah hadist maudhu’ karena terdapat perawi Fadhl bin Mukhtar. Dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 2/458 no 959 menyatakan bahwa “Fadhl bin Mukhtar matruk” dan bukankah sudah jelas perawi matruk tidak bisa dijadikan syahid. Dan yang paling aneh adalah hadist dengan sanad yang benar-benar sama dengan riwayat Ishmah itu telah dinyatakan maudhu’ dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 5/365 no 2366. Bagaimana mungkin sanad hadist maudu’ bisa menjadi syahid [penguat]?.
•            Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 5/252 no 2253 menyatakan Abdul Mun’im bin Basyr dengan sebutan “muttaham bil wadha’ [tertuduh memalsu hadist]”. Bagaimana mungkin perawi dengan cacat seperti ini bisa dijadikan syahid hadistnya?. Dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah1/142 no 2673 syaikh Al Albani menyatakan sebuah hadist maudhu’ karena di dalamnya terdapat Abdul Mun’im bin Basyr yang Syaikh katakan “tertuduh memalsu hadist”. Lantas sekarang mengapa syaikh menjadikan hadist Abdul Mun’im itu sebagai syahid bagi hadist Misyrah. Sungguh kontradiktif dan sulit dimengerti.

Jadi satu-satunya sanad yang tersisa adalah sanad Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir dan sanad ini sudah jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah. Dalam Muntakhab Min Ilal Al Khalal no 106 Ahmad bin Hanbal telah menolak hadist Uqbah ini dan menyatakan hadist tersebut mungkar. Dalam kitab Mukhtasar Al Ahkam Mustakhraj Al Thusi Ala Jami’ Tirmidzi no 140 Syaikh Abu Ali Hasan bin Ali bin Nashr menyatakan hadist Uqbah tersebut tidak tsabit. Kesimpulannya hadist ini tidak tsabit bahkan ia dhaif dengan seluruh jalan-jalannya .

Kebenaran hanya milik Allah, semoga kita dapat memetik manfaat dan pelajaran dari hadist-hadist para perawi hadist guna memperkuat keimanan dan keislaman kita. Semoga Allah selalu memberi taufik dan hidayahnya kepada kita semua, Aamiiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!