Hadist
ini termasuk hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy untuk menunjukkan
keutamaan Umar bin Khattab r.a. Bahkan ada di antara mereka yang menunjukkan kesinisan
terhadap hadist Ghadirkum dengan mengatakan hadist ini lebih menunjukkan
keutamaan Umar di atas Ali daripada hadist ghadirkum. Hadist ini tidaklah
tsabit sanadnya, mereka para oknum salafiyun hanya bertaklid buta kepada Syaikh
salafy yang menguatkan hadist ini. Oknum tersebut tidak punya kemampuan untuk
menelaah dengan kritis, ia terlalu banyak menggerutu sehingga lupa caranya
berargumen dengan ilmiah.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو عبد الرحمن ثنا حيوة ثنا بكر بن عمرو ان مشرح بن هاعان أخبره انه سمع عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لو كان من بعدي نبي لكان عمر بن الخطاب
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku
Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman yang berkata
telah menceritakan kepada kami Haywah yang berkata telah menceritakan kepada
kami Bakr bin Amru bahwa Misyrah bin Ha’an mengabarkan kepadanya bahwa ia
mendengar Uqbah bin Amir berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Jika
setelahKu ada Nabi maka ia adalah Umar bin Khattab”. [Musnad Ahmad tahqiq
Syaikh Syu’aib Al Arnauth 4/154 no 17441]
Takhrij Hadist
Hadist
tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/619 no 3686, Ahmad
dalam Fadhail Shahabah no 519 dan no 694, Yaqub Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh
2/500, Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 17/298 no 822, Al Hakim dalam Al
Mustadrak juz 3 no 4495, Abu Bakar Al Qathi’i dalam Juz’ul Alfi Dinar no 199
dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad Dimasyq 44/114-117, semuanya dengan jalan sanad Haywah dari Bakr
bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir secara marfu’.
Disebutkan
Ahmad dalam Fadhail As Shahabah no 498 kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari
Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir tetapi dalam Mu’jam Al Kabir Thabrani
17/310 no 857 disebutkan kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Abu ‘Usyanah [Hay
bin Yau’min] dari Uqbah bin Amir. Dalam Mu’jam Al Kabir 17/180 no 475 juga diriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik dari
Rasulullah SAW sebagaimana yang dikutip Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/67
no 14433 kemudian Al Haitsami juga menambahkan riwayat Abu Sa’id Al Khudri
dalam Majma’ Az Zawaid9/68 no 14434.
Kedudukan Hadist
Hadist
ini adalah hadist yang dhaif. Satu-satunya sanad terkuat dalam hadist ini
adalah riwayat Haywah dari Bakr bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin
Amir secara marfu’ dan riwayat itu dhaif. Misyrah bin Ha’an dibicarakan oleh
sebagian ulama. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 297 bahwa ia dinyatakan
tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Ady berkata “arjuuanhu la ba’sa bihi [aku kira
tidak ada masalah dengannya]”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 5
no 5677 dan menyatakan “sering salah dan berselisih”. Selain itu Ibnu Hibban
memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam Al Majruuhin juz 3 no 1068 dan menyatakan
bahwa ia meriwayatkan dari Uqbah bin Amir hadist-hadist mungkar yang tidak
diikuti oleh yang lainnya kemudian Ibnu Hibban menambahkan kalau ia
ditinggalkan jika riwayatnya menyendiri [tafarrud]. Ibnu Jauzi memasukkan
Misyrah bin Ha’an dalam Adh Dhu’afa Wal Matrukin no 3325. Al Uqaili juga
memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam kitabnya Adh Dhu’afa Al Kabir no 1817. Ibnu
Thahir dalam Tadzkirah Al Maudhu’at 1/680 menyatakan kalau Misyrah tidak bisa
dijadikan hujjah.
Pendapat
yang benar mengenai Misyrah bin Ha’an adalah riwayatnya dari Uqbah bin Amir
dihukumi dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.
Misyrah
bin Ha’an menyendiri meriwayatkan hadist ini dari Uqbah bin Amir sedangkan
riwayat Ibnu Lahi’ah dari Hay bin Yu’min [Abu Usyanah] dari Uqbah bin Amir
tidak bisa dijadikan penguat karena riwayat ini memiliki cacat
• Riwayat Ibnu Lahi’ah dhaif karena idhthirab. Terkadang ia meriwayatkan
dari Abu Usyanah dari Uqbah [Mu’jam Al Kabir Thabrani 17/310 no 857] dan
terkadang ia meriwayatkan dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah [Fadhail As
Shahabah no 498].
• Ibnu Lahi’ah sendiri diperbincangkan
hafalannya dan dalam riwayat ini terbukti hafalannya kacau. Selain itu Ibnu
Lahi’ah dikenal sebagai mudallis martabat kelima dalam Thabaqat Al Mudallisin
no 140 dan riwayatnya di atas dengan ‘an ‘an ah.
• Kedua riwayat Ibnu Lahi’ah itu
berasal dari Yahya bin Katsir yang tidak diketahui siapa dia.
Kedua
riwayat lain yaitu riwayat Ishmah bin Malik dan riwayat Abu Sa’id tidak bisa
dijadikan syahid [penguat] karena riwayat ini dhaif jiddan bahkan maudhu’.
Dalam kedua riwayat ini terdapat perawi pendusta dan tertuduh memalsu hadist.
Riwayat
Ishmah bin Malik di dalam sanadnya terdapat Fadhl bin Mukhtar. Al Haitsami
berkata dalam Majma’ Az Zawaid 9/67 no 14433
رواه الطبراني وفيه الفضل بن المختار وهو ضعيف
Riwayat
Thabrani dan di dalamnya ada Fadhl bin Mukhtar dan dia dhaif.
Fadhl
bin Mukhtar statusnya sangat dhaif. Disebutkan dalam Mizan Al ‘Itidal no 6750
bahwa banyak ulama yang mencelanya dengan keras. Abu Hatim berkata “hadist-hadistnya
mungkar dan ia menceritakan hal-hal batil”. A Azdi berkata “hadistnya sangat
mungkar”. Ibnu Ady berkata “hadist-hadistnya mungkar dan tidak ada
mutaba’ahnya”. Selain itu dalam riwayat Ishmah bin Malik juga terdapat Ahmad
bin Risydin atau Ahmad bin Muhammad Al Mishri gurunya Thabrani yang dhaif dan
tertuduh pendusta. Disebutkan dalam Lisan Al Mizan juz 1 no 804 kalau ia
dinyatakan pendusta oleh Ibnu Ady dan Ahmad bin Shalih. Dalam Tarajum Suyukh
Ath Thabranino 182 ia dinyatakan dhaif. Sudah jelas karena kedhaifan yang
sangat pada sanadnya maka riwayat Ishmah ini maudhu’.
Riwayat
Abu Sa’id sanadnya dhaif jiddan bahkan maudhu’ [kami tidak menemukan riwayat
ini dalam Al Awsath]. Al Haitsami menyebutkan dalam Majma’ Az Zawaid 9/68 no
14434
رواه الطبراني في الأوسط وفيه عبد المنعم بن بشير وهو ضعيف
Riwayat
Ath Thabrani dalam Al Awsath dan di dalamnya ada Abdul Mun’im bin Basyir dan
dia dhaif.
Abdul
Mun’im bin Basyir adalah seorang yang sangat dhaif . Dalam Mizan Al ‘Itidal no
5271 disebutkan kalau Ibnu Ma’in mencelanya dan Ibnu Hibban berkata “hadistnya
sangat mungkar dan tidak boleh berhujjah dengannya”. Al Haitsami
menyebutnya“munkar al hadist” [Majma’ 2/237 no 2453] dan “tidak halal berhujjah
dengannya”[Majma’ 9/115 no 14566] dan
“dhaif jiddan” [Majma’ 10/129 no 16926]. Al Khalili dalam Al Irsyad 1/4
menyebutnya pemalsu hadist. Dalam Lisan Al Mizan juz 4 no 120 disebutkan kalau
Daruquthni berkata tentangnya “tidak tsiqat”, Al Hakim berkata “ia meriwayatkan
dari Malik dan Abdullah bin Umar hadist-hadist maudhu’ [palsu]”. Sudah jelas hadist dengan perawi seperti ini
tidak bisa dijadikan i’tibar atau penguat.
Penilaian Syaikh Al Albani Tidak Valid
Syaikh
Al Albani memasukkan hadist ini dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 327 dan
mengatakan bahwa sanadnya hasan. Syaikh juga menghasankannya dalam Shahih Sunan
Tirmidzi no 3686 dan Shahih Jami’ As Shagir no 5284. Dalam Silsilah Ahadits As
Shahihah no 327 Syaikh Al Albani mengakui bahwa Misyrah bin Ha’an dibicarakan
krediilitasnya tetapi syaikh tetap berkata “sanadnya hasan dan para perawinya
tsiqat”. Kemudian Syaikh membawakan riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai syahid
[penguat].
Misyrah
bin Ha’an bisa jadi perawi yang shaduq tetapi riwayatnya dari Uqbah bin Amir
dihukumi dhaif karena jarh yang jelas dari Ibnu Hibban ditambah lagi dengan
mereka yang mendhaifkannya. Pendapat yang benar riwayat Misyrah bin Ha’an yang
menyendiri dari Uqbah bin Amir adalah dhaif. Kemudian perkara syaikh menjadikan
riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai penguat adalah keanehan yang luar biasa.
Syaikh Al Albani sendiri mengutip pencacatan Al Haitsami yang mendhaifkan kedua
riwayat tersebut [disini seolah-olah Syaikh ingin menunjukkan pencacatan terhadap mereka tidak berat karena bisa
dijadikan syahid]. Apalagi ternyata Syaikh Al Albani sendiri di saat yang lain
telah mencacat perawi tersebut dengan jarh yang keras sehingga tidak mungkin
hadist dengan perawi seperti itu dijadikan syahid.
• Syaikh Al Albani dalam Silsilah
Ahadits Adh Dhaaifah 1/361 no 284 menyatakan sebuah hadist maudhu’ karena
terdapat perawi Fadhl bin Mukhtar. Dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 2/458 no
959 menyatakan bahwa “Fadhl bin Mukhtar matruk” dan bukankah sudah jelas perawi
matruk tidak bisa dijadikan syahid. Dan yang paling aneh adalah hadist dengan
sanad yang benar-benar sama dengan riwayat Ishmah itu telah dinyatakan maudhu’
dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 5/365 no 2366. Bagaimana mungkin sanad
hadist maudu’ bisa menjadi syahid [penguat]?.
• Syaikh Al Albani dalam Silsilah
Ahadits Adh Dhaaifah 5/252 no 2253 menyatakan Abdul Mun’im bin Basyr dengan
sebutan “muttaham bil wadha’ [tertuduh memalsu hadist]”. Bagaimana mungkin
perawi dengan cacat seperti ini bisa dijadikan syahid hadistnya?. Dalam Silsilah
Ahadits Adh Dhaaifah1/142 no 2673 syaikh Al Albani menyatakan sebuah hadist
maudhu’ karena di dalamnya terdapat Abdul Mun’im bin Basyr yang Syaikh katakan
“tertuduh memalsu hadist”. Lantas sekarang mengapa syaikh menjadikan hadist
Abdul Mun’im itu sebagai syahid bagi hadist Misyrah. Sungguh kontradiktif dan
sulit dimengerti.
Jadi
satu-satunya sanad yang tersisa adalah sanad Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin
Amir dan sanad ini sudah jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah. Dalam Muntakhab
Min Ilal Al Khalal no 106 Ahmad bin Hanbal telah menolak hadist Uqbah ini dan
menyatakan hadist tersebut mungkar. Dalam kitab Mukhtasar Al Ahkam Mustakhraj
Al Thusi Ala Jami’ Tirmidzi no 140 Syaikh Abu Ali Hasan bin Ali bin Nashr
menyatakan hadist Uqbah tersebut tidak tsabit. Kesimpulannya hadist ini tidak
tsabit bahkan ia dhaif dengan seluruh jalan-jalannya .
Kebenaran
hanya milik Allah, semoga kita dapat memetik manfaat dan pelajaran dari
hadist-hadist para perawi hadist guna memperkuat keimanan dan keislaman kita.
Semoga Allah selalu memberi taufik dan hidayahnya kepada kita semua,
Aamiiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!